Mempertimbangkan kondisi terkini serta kebijakan pemerintah maupun pelaku usaha, tekanan inflasi pada Agustus 2021 di Provinsi Jambi diprakirakan tetap terkendali dengan sumber tekanan inflasi terutama masih berasal dari komoditas bahan pangan yang disebabkan oleh normalisasi pasokan setelah melewati masa panen.
Demikian yang dikatakan oleh Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi, Suti Masniari Nasution, Sabtu (14/8). Suti menyebutkan,selain faktor diatas, adanya potensi keterbatasan pasokan yang akan menyebabkan inflasi akibat gangguan distribusi pasca implementasi PPKM Jawa-Bali mengingat Jawa merupakan daerah sentra produsen dan hub beberapa komoditas.
“Dalam rangka menjaga inflasi tetap berada pada sasaran yang ditetapkan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi akan terus memperkuat koordinasi dan sinergi dengan pemerintah daerah melalui TPID dan Tim Satgas Pangan untuk menjaga keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi dan komunikasi yang efektif terkait perkembangan inflasi,” kata Suti dalam keterangan tertulisnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jambi mengalami deflasi bulanan sebesar 0,16 persen (mtm) pada Juli 2021. Dengan angka tersebut, maka secara tahunan Jambi mengalami inflasi sebesar 2,35 persen (yoy) dan secara tahun berjalan tercatat inflasi Jambi sebesar 0,17 persen (ytd).
“Secara keseluruhan, jenis barang dan jasa yang menyumbang deflasi adalah komoditas pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau, yaitu daging ayam ras sebesar -22,61 persen (mtm), kangkung -13,56persen (mtm), bayam 12,24 persen (mtm), rempela hati ayam -15,64 persen (mtm) dan ikan gabus -4,87 persen (mtm),” ujarnya.
Suti menambahkan, penurunan harga bahan pangan tersebut seiring dengan bertambahnya pasokan komoditas daging ayam ras dan rempela hati ayam Iokal yang tengah memasuki masa panen sehingga pasokan yang ada dapat mencukupi kebutuhan masyarakat.
Selain itu, memasuki musim kemarau, persediaan sayuran menjadi lebih mudah layu dan kualitas sayuran menjadi lebih rendah dari biasanya sehingga mepengaruhi harga pasokan di tingkat pedagang eceran.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2021
Demikian yang dikatakan oleh Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi, Suti Masniari Nasution, Sabtu (14/8). Suti menyebutkan,selain faktor diatas, adanya potensi keterbatasan pasokan yang akan menyebabkan inflasi akibat gangguan distribusi pasca implementasi PPKM Jawa-Bali mengingat Jawa merupakan daerah sentra produsen dan hub beberapa komoditas.
“Dalam rangka menjaga inflasi tetap berada pada sasaran yang ditetapkan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi akan terus memperkuat koordinasi dan sinergi dengan pemerintah daerah melalui TPID dan Tim Satgas Pangan untuk menjaga keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi dan komunikasi yang efektif terkait perkembangan inflasi,” kata Suti dalam keterangan tertulisnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jambi mengalami deflasi bulanan sebesar 0,16 persen (mtm) pada Juli 2021. Dengan angka tersebut, maka secara tahunan Jambi mengalami inflasi sebesar 2,35 persen (yoy) dan secara tahun berjalan tercatat inflasi Jambi sebesar 0,17 persen (ytd).
“Secara keseluruhan, jenis barang dan jasa yang menyumbang deflasi adalah komoditas pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau, yaitu daging ayam ras sebesar -22,61 persen (mtm), kangkung -13,56persen (mtm), bayam 12,24 persen (mtm), rempela hati ayam -15,64 persen (mtm) dan ikan gabus -4,87 persen (mtm),” ujarnya.
Suti menambahkan, penurunan harga bahan pangan tersebut seiring dengan bertambahnya pasokan komoditas daging ayam ras dan rempela hati ayam Iokal yang tengah memasuki masa panen sehingga pasokan yang ada dapat mencukupi kebutuhan masyarakat.
Selain itu, memasuki musim kemarau, persediaan sayuran menjadi lebih mudah layu dan kualitas sayuran menjadi lebih rendah dari biasanya sehingga mepengaruhi harga pasokan di tingkat pedagang eceran.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2021