Sebanyak 70 koleksi alat angkut dan tradisional daerah Jambi yang dipamerkan di Museum Siginjei mulai 12 Oktober hingga 16 Oktober mendatang memamerkan koleksi alat angkut dan transportasi dari berbagai Kabupaten dan Kota di Provinsi Jambi.
"Ada sekitar 70 koleksi termasuk foto yang dipamerkan, ini dari seluruh daerah di Jambi," kata Kepala Museum Siginjei Jambi, Nurlaini.
Pada pameran kali ini, Museum Siginjei juga ikut memamerkan koleksi alat angkut galehtih. Dikatakan Leni, berdasarkan perkembangannya bisa dikatakan galehtih layaknya ransel pada saat ini. Galehtih termasuk alat angkut terlama di pameran kali ini.
Pada masanya, diakui Leni bahwa galehtih juga digunakan untuk menggendong bayi. Galehtih ini terbuat dari bambu dan rotan berbentuk huruf U dan digunakan untuk menggendong bayi.
"Ada juga galehtih yang digunakan untuk membawa barang yang diletakkan di punggung," terang Leni.
Selain galehtih, masyarakat Jambi juga mempunyai model alat angkut yang hingga kini masih digunakan yakni ambung. Ambung memiliki beragam ukuran yang terbuat dari rotan dan dianyam dengan teknik susun tiga digunakan untuk membawa hasil pertanian.
"Kalau untuk ambung sampai saat ini masih digunakan kebanyakan masyarakat untuk ke kebun atau ke ladang bawa hasil pertaniannya,"ujarnya.
Adapun koleksi alat angkut yang dipamerkan pada pameran kali ini terbanyak berasal dari daerah dataran tinggi seperti dari suku Batin dan Suku Kerinci.
Selain itu disebutkan Leni masyarakat Jambi zaman dahulu juga mengenai alat angkut model 'labu aek'. Ini terbuat dari labu yang isinya dibuang serta dikeringkan di bawah sinar matahari atau diasapi diperapian sehingga menjadi keras digunakan untuk menaruh air bersih ke ladang dan sawah.
Bukan saja untuk membawa hasil pertanian , zaman dahulu masyarakat Jambi juga memiliki kerapai kain yakni tempat penyimpanan yang terbuat dari daun aren yang sudah dikeringkan berbentuk persegi panjang mempunyai laas dan tutup yang diberi tali rotan digunakan untuk tempat pakaian.
"Masyarakat dulu biar pakaiannya rapi dimasukkanlah ke kerapai kain,"ujarnya.
Leni menjelaskan, cara angkut barang zaman dahulu bisa menggunakan diri sendiri atau dengan bantuan binatang. Dalam kurung waktu yang panjang dari dulu hingga kini cara angkut orang tetaplah digunakan. Meski telah mengenal teknologi maju namun cara demikian dalam hal tertentu masih digunakan hingga kini.
"Kalau kita lihat masyarakat di Merangin atau Kerinci masih gunakan alat bantu seperti ambung dan lainnya untuk ke ladang," ujarnya.
Karaktristik dan model dari alat angkut tradisional Jambi zaman dulu berbeda -beda sesuai dari asal daerahnya serta memiliki penggunaan yang berbeda pula.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2021
"Ada sekitar 70 koleksi termasuk foto yang dipamerkan, ini dari seluruh daerah di Jambi," kata Kepala Museum Siginjei Jambi, Nurlaini.
Pada pameran kali ini, Museum Siginjei juga ikut memamerkan koleksi alat angkut galehtih. Dikatakan Leni, berdasarkan perkembangannya bisa dikatakan galehtih layaknya ransel pada saat ini. Galehtih termasuk alat angkut terlama di pameran kali ini.
Pada masanya, diakui Leni bahwa galehtih juga digunakan untuk menggendong bayi. Galehtih ini terbuat dari bambu dan rotan berbentuk huruf U dan digunakan untuk menggendong bayi.
"Ada juga galehtih yang digunakan untuk membawa barang yang diletakkan di punggung," terang Leni.
Selain galehtih, masyarakat Jambi juga mempunyai model alat angkut yang hingga kini masih digunakan yakni ambung. Ambung memiliki beragam ukuran yang terbuat dari rotan dan dianyam dengan teknik susun tiga digunakan untuk membawa hasil pertanian.
"Kalau untuk ambung sampai saat ini masih digunakan kebanyakan masyarakat untuk ke kebun atau ke ladang bawa hasil pertaniannya,"ujarnya.
Adapun koleksi alat angkut yang dipamerkan pada pameran kali ini terbanyak berasal dari daerah dataran tinggi seperti dari suku Batin dan Suku Kerinci.
Selain itu disebutkan Leni masyarakat Jambi zaman dahulu juga mengenai alat angkut model 'labu aek'. Ini terbuat dari labu yang isinya dibuang serta dikeringkan di bawah sinar matahari atau diasapi diperapian sehingga menjadi keras digunakan untuk menaruh air bersih ke ladang dan sawah.
Bukan saja untuk membawa hasil pertanian , zaman dahulu masyarakat Jambi juga memiliki kerapai kain yakni tempat penyimpanan yang terbuat dari daun aren yang sudah dikeringkan berbentuk persegi panjang mempunyai laas dan tutup yang diberi tali rotan digunakan untuk tempat pakaian.
"Masyarakat dulu biar pakaiannya rapi dimasukkanlah ke kerapai kain,"ujarnya.
Leni menjelaskan, cara angkut barang zaman dahulu bisa menggunakan diri sendiri atau dengan bantuan binatang. Dalam kurung waktu yang panjang dari dulu hingga kini cara angkut orang tetaplah digunakan. Meski telah mengenal teknologi maju namun cara demikian dalam hal tertentu masih digunakan hingga kini.
"Kalau kita lihat masyarakat di Merangin atau Kerinci masih gunakan alat bantu seperti ambung dan lainnya untuk ke ladang," ujarnya.
Karaktristik dan model dari alat angkut tradisional Jambi zaman dulu berbeda -beda sesuai dari asal daerahnya serta memiliki penggunaan yang berbeda pula.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2021