Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Cabang Jambi mengadakan Pertemuan Ilmiah Respirologi (PIR) III tahun 2023 dengan tema "Respiratory and Lung Health Issue in Post Pandemic Era: Then, Now and Future" dimana pertemuan itu juga sebagai salah satu kesiapan RSUD Raden Mattaher Jambi untuk menjadi rumah sakit pendidikan spesialis paru.

"Pertemuan itu diikuti seratus lebih dokter yang membahas tentang update terbaru ilmu pernapasan dan dimoderatori oleh dr paru dari Jambi," kata Direktur RSUD Raden Mattaher Jambi Dr dr Herlambang Sp.OG.KFM, Senin.



Dalam acara yang digelar sehari penuh itu, dihadirkan sejumlah pembicara lokal dan nasional yang sangat kompeten di bidangnya, yakni Prof dr Faisal Yunus, Ph.D, Sp.P (K), FCCP, FISR Ketua Kolegium Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, Prof Dr dr Agus Dwi Susanto, Sp.P (K), FISR, FAPSR, Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, dr Alvin Kosasih, Sp.P(K), MKM, FISR, FAPSR Sekretaris Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

Kemudian ada ahli paru Jambi yang turut menjadi narasumber dalam pertemuan kali ini, yakni dr Melly Miranda, M.Ked,Sp.P hingga dr Dicky Wahyudi Sp.P, dr Mardiah M.kes,Sp.P dan dr Makrup effendi Sp.P FISR.

Dalam Pertemuan Ilmiah Respirologi ini dibahas update terbaru ilmu pernapasan dan dimoderatori oleh dokter paru dari Jambi yaitu dr Derralah Ansusa Lindra, M.Sc,Sp.P dan dr Delvan Irwandi,Sp.P dimana pemateri memberikan up date tentang penanganan asma, tuberkulosis hingga penyakit paru yang didapat pada saat kerja atau disebut penyakit paru kerja.



Seperti diketahui bahwa RSUD Raden Mattaher Jambi akan dijadikan Rumah Sakit Pendidikan Program Studi Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi yang akan melahirkan Dokter Spesialis Paru.

Hadirnya beberapa narasumber yang memiliki ilmu dan pengalaman yang tak diragukan lagi di Indonesia ini, membuat seminar itu ramai dihadiri oleh ratusan mahasiswa kedokteran, dokter umum dan dokter spesialis yang ada di Jambi. Dari ke semua sesi tanya jawab yang diberikan pada para peserta, ditanggapi dengan pertanyaan-pertanyaan bernas dan antusias yang kemudian dilanjutkan oleh peserta lain, dengan pertanyaan menarik dan terkini lainnya.



Dalam paparannya sebagai pembicara, Erlina Burhan memaparkan, bahwa Pertimbangan perubahan durasi pengobatan, adalah TB Sensitif Obat (SO) saat ini diobati dengan empat obat TB lini pertama untuk jangka waktu enam bulan.

Meskipun efektif, rejimen pengobatan enam bulan tetap terlalu lama bagi banyak pasien. Dalam beberapa tahun terakhir, upaya penelitian telah diarahkan untuk menemukan rejimen yang lebih pendek yang aman dan efektif. Empat perubahan teknik pengobatan tersebut, adalah; Pasien baru dengan TB paru harus menerima regimen yang mengandung 6 bulan rifampisin: 2HRZE/4HR.



Jika memungkinkan, frekuensi pemberian untuk pasien baru TB paru adalah setiap hari selama terapi (tidak lagi 3 kali seminggu) dan penggunaan tablet kombinasi dosis tetap (FDC) direkomendasikan daripada obat terpisah. Pada pasien TB paru baru yang diobati dengan regimen yang mengandung rifampisin selama pengobatan, jika apusan dahak positif ditemukan pada penyelesaian fase intensif, perpanjangan fase intensif tidak dianjurkan.

Untuk TB-HIV, direkomendasikan untuk pasien TB yang hidup dengan HIV harus menerima setidaknya durasi pengobatan TB yang sama dengan pasien TB HIV-negatif. ART harus dimulai sesegera mungkin dalam waktu dua minggu setelah memulai pengobatan TB, terlepas dari jumlah CD4.

Erlina Burhan juga mengatakan kegagalan pengobatan dan desain rejimen disebabkan oleh dalam rejimen pengobatan MDR-TB yang lebih lama, risiko kegagalan pengobatan, kekambuhan dan kematian sebanding ketika pengobatan dimulai dengan 4-6 obat yang mungkin efektif. Selain itu, rejimen dapat dipertimbangkan.



Pasien yang menjalani pneumonektomi tidak memiliki hasil yang lebih baik daripada mereka yang tidak menjalani operasi dan pasien yang memiliki akses ke dukungan psikologis memiliki tingkat penyelesaian dan penyembuhan pengobatan yang lebih tinggi, serta tingkat kegagalan pengobatan dan mangkir yang lebih rendah.

Sementara itu dr Melly Miranda, Sp.P, yang adalah Dokter Spesialis Paru di RSUD Raden Mattaher Jambi, memaparkan masalah TB yang secara Global dan diperkirakan di Indonesia pada tahun 2020 terdapat 443.235 kasus TB baru dan kematian akibat TB sekitar 15.186 kasus sehingga berdasarkan angka ini Indonesia menjadi ranking ke dua di dunia.



Pada tahun 2019 terdapat 484.000 pasien TB yang resisten terhadap rifampisin (TB-RR) dan sekitar 78 persenn diantaranya adalah TB MDR. Meskipun angka kesembuhan untuk TB yang sensitif obat tinggi (85 persen), angka kesembuhan untuk TB MDR hanya 54 persen dan TB XDR hanya 30 persen.

Masalah MDR TB di Indonesia pada saat ini, menurut dr Melly yakni Kasus konfirmasi 12.700 masih jauh dari estimasi sekitar 25.000. Enrolll case vs confirmed case gap masih 58 persen dimana banyak pasien yang sudah konfirmasi tapi belum memulai pengobatan. Angka keberhasilan pengobatan masih di angka 51 persen dari target 80 persen.

Selain pertemuan ilmiah PDPI juga melakukan pelantikan pengurus PDPI untuk periode 2023-2026. Dimana dr Meidianto, Sp.P., FISR di lantik sebagai Ketua PDPI Cabang Jambi dan didampingi dr Dicky Wahyudi, Sp.P sebagai Sekretaris PDPI Cabang Jambi.

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Dokter paru Indonesia Jambi adakan pertemuan ilmiah respirologi

Pewarta: Nanang Mairiadi

Editor : Dolly Rosana


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2023