Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jambi mengungkap kasus penyebaran video asusila melalui media sosial dan menangkap seorang tersangka pelaku penyebar.

Wadirkrimsus Polda Jambi AKBP Taufik Nurmandia di Jambi, Rabu, mengatakan polisi menerima laporan dari ES selaku korban pada pertengahan Agustus 2024 bahwa terdapat satu akun media sosial Facebook yang menyebar video pribadi dirinya.

Dari laporan itu, Polisi menelusuri pelaku penyebar video asusila melalui media sosial itu. Kemudian polisi memeriksa sejumlah saksi untuk mendalami perkara ini. Polisi juga melakukan tracking pengguna akun media sosial tersebut.

Tersangka pelaku ditangkap personil Unit 1 Subdit Siber Ditreskrimsus Polda Jambi di Mandailing Natal, Sumatera Utara.

Personel Subdit Siber menemukan pelaku saat sedang bertani di sawah dan langsung diamankan dan dibawa ke Jambi.

Tersangka pelaku berinisial NH, diketahui membuat akun media sosial palsu milik korban. Dengan media sosial itu, tersangka pelaku memposting foto korban yang memiliki muatan melanggar asusila.

"Jadi dia buat akun Facebook, seolah-olah itu akun milik korban. Di akun itu dia posting foto-foto korban," katanya.

Dari keterangan korban dan tersangka pelaku, keduanya menjalin hubungan asmara. Kemudian hubungan tersebut tidak berlanjut sehingga menyebabkan tersangka pelaku cemburu dan menyebarkan video asusila.

Terkait perkara ini, polisi menyita barang bukti print out percakapan whatsapp, foto , video, handphone.

Akibat perbuatannya tersangka pelaku dikenakan Pasal 27 ayat (1) Jo Pasal 45 ayat (1) dan/atau Pasal 35 Jo Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Selain itu, kata Taufik setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, perusakan informasi elektronik, atau dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik atau dokumen elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp12 miliar.
 

Pewarta: Tuyani

Editor : Dolly Rosana


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2024