Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Rabu, merosot di tengah ketegangan geopolitik yang masih berlangsung di Timur Tengah.
 
Pada akhir perdagangan Rabu, rupiah tergelincir 60 poin atau 0,38 persen menjadi Rp15.627 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp15.567 per dolar AS.
 
“Geopolitik juga mendukung dolar AS karena dolar AS adalah mata uang safe haven dimana geopolitik yang memanas membawa aliran menuju ke mata uang safe haven dunia," kata analis Finex Brahmantya Himawan saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.
 
Meski rupiah sempat mendapatkan dampak positif setelah pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Prawbobo Subianto dan GIbran Raka Buming Raka, namun, menurut Brahmantya, penguatan dolar AS terjadi lebih karena naiknya imbal hasil obligasi Treasury AS yang melonjak lebih dari sepuluh basis poin.
 
Imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun sebesar 4,192 persen. Hal itu memberi dorongan pada penguatan mother currency yaitu dolar AS terhadap mata uang utama lainnya.
 
Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed diperkirakan akan memangkas 25 basis poin (bps) lagi pada pertemuan Fed berikutnya. Namun, hal tersebut kemungkinan besar masih dipertimbangkan melihat kondisi pasar tenaga kerja terbaru yang dapat mempengaruhi besaran pemangkasan suku bunga.
 
Jika Donald Trump menang dalam Pemilihan Presiden AS pada November 2024, maka hal itu dapat mendukung penguatan dolar AS karena agenda kebijakan yang akan dijalankannya dan memulai perang dagang dengan China dan mendukung kembali ekonomi Amerika untuk menggeliat, yang memberi pajak tinggi pada EV buatan China.
 
Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Rabu turun ke level Rp15.620 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp15.560 per dolar AS.
 

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak

Editor : Ariyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2024