Jakarta (ANTARA Jambi) - Perubahan pola makan masyarakat Indonesia
tanpa sengaja turut menyebabkan terjadinya kerusakan hutan, demikian
kata Wakil Presiden Jusuf Kalla saat memberikan sambutan pembukaan
Kongres VI Kehutanan Indonesia di Jakarta, Rabu pagi.
"Banjir di Garut (Jawa Barat) atau di Dieng (Jawa Tengah) karena
semua hutan dan bukit ditanami kentang dan kol. Oleh karena kita beralih
dari makanan tropis ke ala barat. Kentang itu bukan makanan kita. Kita
ini makan ubi," ujarnya.
Menurut dia, saat ini lahan perbukitan dan hutan telah beralih fungsi menjadi lahan pertanian sehingga produksi melimpah.
"Petani marah karena harga kentang turun," kata Kalla.
Ia mengemukakan bahwa pada saat Kongres Kehutanan Indonesia
dibentuk pada 1955, penduduk Indonesia masih berjumlah 90 juta jiwa
dengan luas hutan 150 juta hektare.
"Sekarang berbeda. Setelah 61 tahun berlalu, jumlah penduduk 250
juta jiwa, naik 2,5 kali lipat. Hutan kita berkurang 40 persen atau
mungkin 50 persen akibat penduduk bertambah, butuh rumah, butuh makanan
yang lebih enak. Kita transmigrasi besar-besaran, akhirnya hutan
dibuka," katanya.
Wapres menambahkan bahwa kerusakan hutan di Indonesia juga
disebabkan oleh ulah asing. "Di New York (AS) saya marahi semua orang
yang tuduh kita rusak hutan. Di Tokyo (Jepang) saya bilang ini kursi,
pintu, meja, jendela dari Indonesia. Kalian bayar kayu 5 dolar AS, kau
jual 100 dolar," katanya.
Demikian pula dengan produksi kelapa sawit yang juga dilakukan
melalui alih fungsi lahan. Oleh karena itu, dalam restorasi lahan
gambut, dunia harus membayar kompensasi kepada pemerintah Indonesia.
"Sekarang sedang dipersiapkan instrumennya untuk menampung dana dari luar. Kita akan terapkan carbon trading. Oleh karena yang merusak hutan itu orang asing, ya harus bayar," kata Kalla.
Wapres juga menyinggung sikap Malaysia dan Singapura yang selalu
protes saat terjadi kebakaran hutan. Bahkan, kedua negara tersebut
menuntut Indonesia meminta maaf atas peristiwa itu.
"Memangnya kita juga tidak merasa. Ada udara segar, (mereka) tidak
pernah bilang terima kasih. Kalau setiap bulan terima kasih, saya minta
maaf tiap bulan (setiap kebakaran hutan) juga," tutur Kalla yang
disambut tepuk tangan hadirin.
Dalam upaya melestarikan lahan hutan yang masih tersisa itu, lanjut
dia, pemerintah telah mengeluarkan moratorium pembukaan lahan hutan dan
penanaman kembali lahan hutan yang gundul.
Pembukaan kongres tersebut ditandai dengan pemukulan gong oleh
Wapres yang didampingi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Situ
Nurbaya dan Ketua Presidium Dewan Kehutanan Nasional Agus Justianto.
Kongres lima tahunan itu dihadiri oleh 1.000 orang dari kalangan
pemerintahan, akademisi, bisnis, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat,
dan umum.
Wapres mengingatkan para peserta kongres tidak hanya melahirkan
wacana, melainkan juga mengimplementasikan kegiatan pelestarian hutan.
Wapres: perubahan pola makan sebabkan kerusakan hutan
Rabu, 30 November 2016 14:13 WIB