Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan pemerintah berupaya untuk menurunkan defisit anggaran tahun ini menjadi lebih rendah Rp100 triliun dari pagu yang telah ditetapkan APBN sebesar Rp868 triliun atau 4,85 persen dari PDB.
Pemerintah sendiri memiliki tugas untuk mewujudkan konsolidasi fiskal yakni mengembalikan defisit anggaran ke level 3 persen pada 2023 setelah diizinkan di atas 3 persen melalui UU Nomor 2 Tahun 2020.
APBN sempat mengalami tekanan luar biasa pada 2020 hingga defisit mencapai Rp956,3 triliun atau 6,09 persen namun berhasil membaik ke level 4,65 persen atau sebesar Rp783,7 triliun pada 2021.
Sri Mulyani optimis defisit tahun ini akan kembali turun karena adanya penerimaan negara yang terdorong oleh windfall dari harga komoditas.
Baca juga: Sri Mulyani harapkan defisit APBN 2022 di bawah target 4,85 persen
Defisit juga akan turun karena pemerintah menjaga belanja dengan melakukan refocusing terhadap aspek yang lebih penting dan prioritas sehingga Indonesia memiliki ruang yang bisa dipakai untuk mengurangi eksposur utang.
“Kita menjaga 3 tahun untuk defisit kembali ke 3 persen ini supaya eksposur Indonesia terhadap utang menurun pada saat muncul tantangan interest rate yang tinggi,” ujar Sri Mulyani.
Selain itu, penurunan defisit ini dapat dilakukan seiring pondasi ekonomi mulai membaik meski terdapat risiko ancaman dari kenaikan suku bunga acuan The Federal Reserve (The Fed).
Pemerintah juga masih mempunyai Surat Keputusan Bersama (SKB) III dengan Bank Indonesia untuk membiayai defisit.
Ia menjelaskan selama ini BI melakukan gotong royong dengan pemerintah dari mulai menjadi standby buyer sampai private placement khusus mengenai bantalan sosial dan masalah kesehatan.
“Ini memberikan space dan Indonesia masih mempunyai pilihan pinjaman yang tidak melalui market di mana suku bunga naik, yield naik, harga jatuh,” tegas Sri Mulyani.
Baca juga: Sri Mulyani: Pelebaran defisit wajar asal yakin ekonomi pulih kembali
Baca juga: Ekonom: Defisit APBN berpotensi melebar karena konflik Rusia-Ukraina