Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menekankan bahwa tata laksana yang dilakukan di dalam audit kasus kekerdilan pada anak (stunting) berbeda dengan audit akuntabilitas yang dilakukan secara terbuka.
Hasto menuturkan audit kasus stunting melibatkan data medis (medical record) milik keluarga yang bersifat individu dan bersifat rahasia. Data juga tidak bisa disebar luaskan kepada publik secara leluasa karena mencakup nama lengkap dan alamat dari keluarga berisiko stunting.
Dalam audit stunting, para bidan yang tergabung pada Tim Pendamping Keluarga (TPK) menjadi pihak yang memaparkan kasus stunting.
Hasto menjelaskan audit stunting juga berbeda dengan audit Maternal Perinatal (AMP) yang dilakukan untuk menelusuri kembali sebab kesakitan dan kematian ibu dan bayi, mencegah kesakitan dan kematian yang akan datang serta dalam rangka mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi.
Audit kasus stunting membutuhkan penapisan kasus-kasus yang sulit. Sebab, stunting membutuhkan diagnosa lebih mendalam dari para ahli karena penyebabnya yang bemacam-macam seperti kekurangan gizi dan faktor lingkungan yang tidak layak huni.
Baca juga: Kemenkes: e-PPGBM bantu audit kasus stunting berjalan maksimal
“Kalau ada kasus stunting di adjust sebagai stunting ternyata ada underline problem, ada underline desease, ada penyakit yang ada di balik stunting itu, ada kelainan otak, ada kelainan ginjal atau jantung," ucap Hasto.
Menurut Hasto stunting adalah kasus yang spesial. Namun kader TPK dan tenaga kesehatan di posyandu langsung menyatakan seorang anak menderita stunting. Sehingga audit stunting menjadi hal krusial yang mencakup pemeriksaan secara menyeluruh sehingga bisa diambil intervensi yang tepat.
Hasto menekankan audit kasus stunting tak bisa disepelekan, berbagai upaya di dalamnya yang diintegrasikan dengan data dari Kementerian Kesehatan seperti melalui e-PPGBM dan kerja sama yang terjalin antar semua pihak harus dijalankan sungguh-sungguh agar tak terlahir lagi bayi stunting lain.
“Oleh karena itulah, kita harus ada langkah konkret di lapangan, bahwa kita mencegah lahirnya stunting baru dengan cara mengawal ketat itu tadi,” ujar dia.
Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan Erna Mulati juga membenarkan bahwa langkah pelaksanaan audit kasus stunting dilakukan dengan mengidentifikasi risiko stunting melalui penyebab sebagai upaya pencegahan.
Setelah penyebab diketahui, tenaga kesehatan akan melakukan tindakan intervensi dan melakukan perbaikan tata laksana kasus serupa pada keluarga yang menjadi sasaran. Analisis faktor risiko terjadinya stunting pada baduta atau balita kemudian akan dijalankan.
“Nanti dari sana, akan diperoleh rekomendasi penanganan kasus dan perbaikan tata laksana kasus serta upaya pencegahan. Terakhir yaitu memberikan respon atau tindak lanjut rekomendasi tersebut,” kata Erna.
Baca juga: BKKBN: TPK harus rutin lakukan pemantauan dukung audit kasus stunting