Jakarta (ANTARA) - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan mantan Kepala Basarnas Henri Alfiandi mengakui telah menerima uang terkait sejumlah lelang proyek pengadaan barang di Basarnas.
"Informasi dari teman-teman yang melakukan pemeriksaan keduanya kooperatif mengakui adanya dugaan penerimaan sejumlah uang dari pihak swasta terkait dengan lelang proyek di Basarnas dimaksud," kata Ali saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.
Ali menambahkan pihak swasta yang dimaksud kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan telah dilakukan penahanan oleh KPK.
Pemeriksaan terhadap Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto difasilitasi oleh Puspom TNI dan merupakan bagian dari sinergi dan koordinasi untuk penyelesaian perkara yang ditangani bersama antara KPK dan Puspom Mabes TNI.
Hingga saat ini KPK dan Puspom TNI telah menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi tersebut, yakni Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi (HA) dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto (ABC).
Kemudian Komisaris Utama PT. Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan (MG), Direktur Utama PT IGK (Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya (MR), dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil.
Kasus dugaan korupsi suap di lingkungan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) tersebut berawal pada tahun 2021, saat itu Basarnas melaksanakan beberapa tender proyek pekerjaan yang diumumkan melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Basarnas yang dapat diakses oleh umum.
Kemudian pada 2023, Basarnas kembali membuka tender proyek pekerjaan, yakni pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar, pengadaan "public safety diving equipment" dengan nilai kontrak Rp17,4 miliar dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (tahun jamak 2023-2024) dengan nilai kontrak Rp89,9 miliar.
Untuk memenangkan proyek tersebut, kemudian Mulsunadi Gunawan, Marilya, dan Roni Aidil melakukan pendekatan pribadi kepada Kabasarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto.
Dalam pertemuan tersebut, diduga terjadi kesepakatan pemberian sejumlah uang berupa "fee" sebesar 10 persen dari nilai kontrak. Penentuan besaran "fee" dimaksud diduga ditentukan langsung oleh HA.
Dalam pertemuan dicapai kesepakatan bahwa HA siap mengondisikan dan menunjuk perusahaan MG dan MR sebagai pemenang tender untuk proyek pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan tahun anggaran 2023.
Kemudian perusahaan RA ditunjuk menjadi pemenang tender untuk proyek pengadaan "public safety diving equipment" dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (tahun jamak 2023--2024).
Penyerahan uang juga diberi kode 'dako' (dana komando) untuk HA melalui ABC.
MG kemudian memerintahkan MR untuk menyiapkan dan menyerahkan uang sejumlah sekitar Rp999,7 juta secara tunai di parkiran salah satu bank yang ada di Mabes TNI Cilangkap.
Sedangkan RA menyerahkan uang sejumlah sekitar Rp4,1 miliar melalui aplikasi pengiriman setoran bank.
Tim KPK yang mendapat informasi adanya penyerahan sejumlah uang dalam bentuk tunai dari MR kepada ABC di salah satu parkiran bank di Mabes TNI Cilangkap, kemudian langsung bergerak melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap para pihak tersebut.
Dalam OTT itu turut diamankan "goodie bag" yang disimpan dalam bagasi mobil ABC yang berisi uang Rp999,7 Juta.
Para pihak yang terjaring OTT tersebut kemudian dibawa ke Gedung Merah Putih KPK Jakarta Selatan untuk menjalani pemeriksaan intensif hingga berujung dengan penetapan lima orang tersangka.
Namun, penetapan itu kemudian diprotes oleh TNI karena proses hukum terhadap prajurit aktif harus melalui mekanisme hukum dari militer, yaitu melalui Puspom TNI, Oditurat Militer, dan Pengadilan Militer.
Puspom TNI pada Senin malam (31/7) di Mabes TNI, Jakarta, resmi menetapkan dua perwira TNI, yaitu HA dan ABC sebagai tersangka kasus suap pengadaan alat-alat di Basarnas. Puspom TNI meningkatkan status penyelidikan menjadi penyidikan.
Danpuspom TNI Marsekal Muda Agung Handoko kemudian mengumumkan HA dan ABC langsung ditahan di Instalasi Tahanan Militer milik Puspom TNI AU di Halim Perdanakusuma.