Jakarta (ANTARA) - Ekonomi digital saat ini melanda hampir semua lini usaha tak hanya perusahaan besar saja tetapi juga menyentuh pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Mereka memanfaatkan layanan berbasis internet untuk bertransaksi.
Hampir semua bidang usaha sangat dimudahkan dengan hadirnya internet mulai dari penawaran produk, penyelesaian transaksi, hingga pengiriman barang ke rumah konsumen semuanya cukup dari genggaman tangan.
Untuk memasarkan produk juga sangat mudah. Berbekal perangkat telepon genggam (handphone) dan akun media sosial sudah bisa menjalankan bisnis dari rumah.
Terbentuknya ekosistem digital yang terus berkembang pada akhirnya berpengaruh terhadap percepatan pertumbuhan bisnis seiring kemudahan yang ditawarkan.
Meski demikian, ekonomi digital di Indonesia memang belum sepesat negara-negara lain. Menurut Kementerian Kominfo baru mencapai 4,6 persen dari produk domestik bruto (PDB). Padahal, di Eropa, Amerika Serikat, dan China sudah mencapai 40-50 persen.
Namun prediksi pemerintah dalam kurun waktu enam tahun ke depan (1930-1940) Indonesia akan mengalami bonus demografi. Artinya, struktur penduduk usia produktif (15-64 tahun) akan lebih banyak. Hal ini tentu menjadi peluang pasar bagi pelaku bisnis untuk mendongkrak penjualan. Bagi pelaku yang berkecimpung di dalam ekonomi digital, hal ini juga menjadi peluang yang tidak boleh disia-siakan.
Pertimbangan ini pula yang membuat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akhir-akhir ini gencar melatih warganya untuk menjadi pengusaha dengan memanfaatkan infrastruktur digital. Alasannya, jangan sampai ada warga atau pengusaha UMKM di wilayahnya tertinggal untuk menangkap peluang ini.
Untuk menangkap peluang pasar ke depan ada beberapa hal yang harus diperhatikan terutama terkait dengan prilaku konsumen di era digital.
Konsumen di era digital ini semakin cerdas untuk mendapatkan produk yang diinginkan sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi para pelaku ekonomi digital untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Bentuk konsumen
Menilik populasi Indonesia dan kian dekatnya puncak bonus demografi tentunya harus bisa dimanfaatkan dengan baik untuk memacu pertumbuhan ekonomi.
Besarnya konsumsi rumah tangga, menjadikan Indonesia dengan jumlah penduduk sebanyak 278 juta jiwa sebagai target pasar yang potensial. Pemberdayaan Konsumen di Indonesia merupakan prioritas, karena merupakan aset penting pertumbuhan ekonomi di sektor perdagangan.
Konsumen cerdas dan berdaya akan jauh lebih mumpuni membangun ekonomi sendiri dan juga negeri. Karakter konsumen berdaya akan selalu mencari kejelasan atas produk dan jasa yang dibeli. Selain itu, memahami dan dapat melindungi hak-haknya selama proses transaksi tersebut. Terlebih di era digital yang minim interaksi fisik secara langsung.
Wakil Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Budi Primawan memahami bahwa pembentukan konsumen berdaya di era digital seperti saat ini menjadi tanggung jawab banyak pihak.
Kemudahan yang ditawarkan era digital harus dimanfaatkan untuk bisa mendapatkan semua informasi yang dibutuhkan sebelum melakukan transaksi. Dengan demikian, konsumen akan paham terkait hak dan kewajibannya dalam transaksi. Misalnya hak mendapat produk yang sesuai kebutuhan, serta memastikan keamanan transaksi sehingga terhindar dari ancaman kejahatan siber.
Untuk membangun perekonomian tak lagi hanya bisa berfokus pada pengembangan pelaku usahanya saja. Secara jumlah, konsumen juga sangat memberi andil besar. Kuatnya daya beli, pemahaman yang baik untuk menciptakan transaksi yang aman, pemerataan keberadaan konsumen yang berdaya, juga perlu diperhatikan agar ekonomi semua wilayah Indonesia bisa tumbuh bersama.
Berdayakan konsumen
Menurut Direktur Pemberdayaan Konsumen Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan, Chandrini Mestika Dewi, peningkatan literasi konsumen digital merupakan salah satu bentuk pemberdayaan konsumen. Hal ini dibutuhkan untuk bisa membuat pasar Indonesia lebih sehat dan stabil dalam kondisi positif.
Oleh karena itu, diperlukan edukasi dan sosialisasi untuk merespons perubahan pola aktivitas perdagangan yang berbasis aktivitas digital saat ini. Seiring berkembangnya ekonomi digital, tentu berdampak langsung pada perubahan pola perilaku konsumen dan pelaku usaha.
Potensi ini bisa digarap melalui kerja sama yang baik antara konsumen, pelaku usaha, dan juga pemerintah guna mewujudkan konsumen yang semakin berdaya.
Konsumen yang berdaya ini akan menciptakan permintaan pasar yang selaras dengan tumbuhnya produk lokal unggulan, hingga pada akhirnya menguatkan perekonomian nasional.
Pemberdayaan merupakan istilah baru setelah sebelumnya lebih akrab dengan perlindungan konsumen. Dalam pemberdayaan, konsumen dan pelaku usaha sama-sama berusaha memastikan proses transaksi bisa berjalan lancar.
Deputi salah satu e-commerce terkemuka Indonesia Farid Suhardjo menyebut untuk mendewasakan pasar digital di Indonesia banyak tantangan yang harus dihadapi.
Dia menduga konsumen Indonesia masih terbilang baru terhadap banyak aktivitas ekonomi digital, maka masih membutuhkan waktu, serta literasi yang baik tentang bagaimana memanfaatkan teknologi digital secara baik dan benar.
Meski demikian, keberadaan platform e-commerce dengan semua fitur dan layanannya seharusnya memberikan banyak kemudahan untuk konsumen. Dalam transaksi digital, konsumen akan melewati berbagai tahapan yang harus dijalankan dengan baik.
Tahapan itu dimulai dari mencari produk yang diinginkan, membaca deskripsi produk, membandingkan harga dan membaca penilaian (review) pembeli lain, hingga memutuskan untuk membeli dan melakukan pembayaran, konsumen harus benar-benar memahami seluruh proses agar transaksi bisa berjalan lancer, jelasnya.
Fitur yang ada di platform e-commerce pun telah dirancang tidak hanya untuk mendukung kemudahan transaksi, namun juga bisa memberikan kenyamanan dan ketenangan pikiran bagi konsumen. Contohnya, saja fitur pengembalian barang yang bisa digunakan konsumen dengan mudah apabila barang yang diterima tidak sesuai dengan barang yang dipesan, dengan pengembalian dana secara cepat. Jadi sebenarnya konsumen tidak perlu khawatir.
Konsumen Indonesia dituntut untuk terus mempelajari dan beradaptasi dengan berbagai perkembangan yang terjadi di era digital ini untuk memastikan hanya dampak positif yang akan mereka rasakan, dan demi terciptanya ekosistem ekonomi digital yang aman dan nyaman.
Tingkat kesadaran konsumen akan hak-haknya dalam sebuah aktivitas ekonomi digital sangat menentukan kualitas sebuah transaksi.
Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Heru Sutadi melihat edukasi dan sosialisasi pada konsumen agar menjadi konsumen yang berdaya sama pentingnya dalam meningkatkan kualitas layanan, kemampuan digital dan pemenuhan hak konsumen oleh pelaku usaha di ekosistem e-commerce.
Pada 2024 ini pemerintah menargetkan Indeks Keberdayaan Konsumen meningkat dari 57,04 yang masih dalam tahap Mampu, menjadi Kritis dengan nilai minimal 60. Guna menyambut Indonesia Emas, diharapkan IKK Indonesia juga sudah mencapai angka di atas 80 yang artinya masyarakat konsumen kita juga kian berdaya.
Inovasi, kolaborasi dan edukasi menjadi kata kunci agar ekonomi digital berkembang, pelaku usaha mendapat untung dan tentunya konsumen juga dilindungi dan dipenuhi hak-hak-nya.
E-commerce sejatinya merupakan bentuk ekonomi kerakyatan sesungguhnya, yang selama ini dicari. Dengan e-commerce, semua bisa menjadi penjual produk/jasa sehingga menjadi penggerak ekonomi.
Sebagai sesuatu yang baru dan proses penjualan yang baru dan berkembang dengan banyak adopsi teknologi baru, pelaku usaha/ penjual, reseller maupun platform dan konsumen sama-sama menghadapi tantangan baru.
Dengan demikian, agar bisnis bisa berkembang serta kepercayaan konsumen terjaga dan bahkan meningkat, seluruh stakeholders harus saling bekerja sama agar e-commerce yang berkembang memberikan manfaat maksimal bagi semua.