Jambi (ANTARA Jambi) - Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) mengungkapkan dalam kurun waktu setahun pascaoperasi pada 2013, sekitar 200 hektare hutan habis dibabat perambah liar atau hampir 20 persen.
"Tingkat kehilangan hutan TNKS di dua kecamatan, yakni Lembah Masurai dan Jangkat Kabupten Merangin saat ini telah mencapai 200 hektare dari keseluruhan luas TNKS atau antara 10--20 persenn," kata Sekretaris Operasi Gabungan TNKS-TNI/Polri untuk Penertiban Perambahan TNKS, Dian Risdianto di Jambi, Selasa.
Dua kecamatan di Kabupaten Merangin tersebut merupakan kawasan berkembangnya perambah pendatang.
Dian yang juga Kasi Pengelolaan TNKS Wilayah II mengatakan, data tersebut adalah data yang diambil dari Citra Land Satelit pada 2013 dan kondisi saat ini.
Pada 2013, luas hutan yang telah dibabat perambah pendatang tersebut baru sekitar 100 hektare namun pada 2014 ini luas tersebut telah mencapai dua kali lipat.
Untuk mencegah meluasnya perambahan liar, pihaknya telah menggelar Operasi Gabungan TNKS pada 13--Desember 2014 di Desa Pulau Tengah Kecamatan Jangkat dengan melibatkan 180 personil gabungan dari berbagai kesatuan seperti TNI-Polri, Polhut, SPORCH serta masyarakat dan media massa.
Menurut dia, perambahan sudah dimulai sejak 2012, saat itu awalnya hanya ada satu kepala keluarga perambah dengan luas rambahan hutan TNKS sekitar 20 hektare.
Setahun berikutnya, dilakukan operasi gabungan dan diketahui areal yang diranvah bertambah menjadi 100 hektare, dan saat itu perambah berjanji akan keluar kawasan dan tidak akan melakukan perambahan lagi.
"Namun kenyataannya pada operasi gabungan tahun ini didapati jumlah perambah dan hutan rambahan telah bertambah menjadi dua kali lipat," kata Dian.
Menurut dia, tingginya tingkat perambahan terhadap TNKS tersebut juga dikarenakan aksi perambahan yang terjadi sejak 2006 ditolerir Pemkab setempat dan telah menghabiskan areah Hutan Produksi (HP) seluas 6.000 Ha yang digarap menjadi ladang kopi oleh warga pendatang tersebut, sehingga perambahan akhirnya kini memasuki kawasan hutan TNKS.
Hal senada dikemukakan Komandan Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat (SPORCH) Brigade Harimau Jambi dan Sumatera Barat, Irvan yang terlibat memimpin dua kali operasi gabungan terhadap perambah TNKS.
"Sudah dua kali kita operasi gabungan, tapi tingkat kehilangan hutan TNKS ini sungguh sangat memprihatinkan sampai 20 persen, ini menunjukkan tidak adanya niatan dan kemauan serius Pemkab setempat dalam menangani dan menindak pelanggaran yang akan merugikan banyak aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara tersebut," katanya.
Menurut dia, permasalahannya saat ini sudah berkembang hingga melebar ke sektor-sektor kehidupan lain, tidak lagi semata menjadi masalah lingkungan dan kehutanan tapi sudah merembet ke persoalan masalah konflik sosial, masalah kependudukan dan masalah ekonomi masyarakat.
Selain itu juga rusaknya kebudayaan masyarakat setempat bahkan sampai ke masalah tindakan-tindakan kriminal serta berpotensi ke perilaku teror yang membahayakan sendi-sendi kehidupan masyarakat.
Kondisi ini terjadi akibat tidak adanya ketegasan Pemkab setempat, sehingga saat ini jumlah perambah pendatang dari beberapa provinsi tetangga seperti Sumsel, Bengkulu dan Lampung tersebut terus berkembang dan bertambah.
Bahkan, mereka juga membangun jaringan-jaringan kehidupan sosial termasuk menitipkan wakilnya guna merebut posisi penting di berbagai instansi termasuk saat pemilu dan berhasil menempatkan dua wakilnya menjadi anggota DPRD Merangin, karena mereka memiliki KTP Merangin.
Dalam gerakannya, tambah Irva, kelompok masyarakat perambah ini menggunakan nama organisasi Serikat Petani Indonesia (SPI) sebagai tempat benaungnya, namun keberadaan organisasi ini oleh Kesbangpolinmas setempat disebutkan tidak terdaftar atau organisasi illegal.
Bahkan ketua SPI pusat ketika dikonfirmasikan mengenai masalah ini menyatakan dengan tegas bahwa tidak ada anggota SPI yang menjadi perambah atau merambah di TNKS kawasan Merangin. Mereka tidak memiliki keabsahan untuk diakui sebagai anggota SPI," katanya.
Mereka sudah begitu intensif dan massif melakukan aktivitasnya, tidak saja menyerobot hutan TNKS tapi juga membela kepentingan kelompok perambah dengan melakukan intimidasi terhadap petugas dan masyarakat desa dengan berbagai macam bentuk aksi.
Salah satunya menyebarkan isu miring yang menyebutkan petugas telah melakukan tindakan sewenang-wenang membabat tanaman warga dan menangkapi warga secara brutal.
"Isu tersebut tidak saja mereka hembuskan kepada masyarakat desa tapi juga kepada Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup dengan pesan singkat (SMS) berantai, sehingga hal tersebut menyebbkan operasi-operasi penertiban yang digelar petugas kerap sekali gagal," tegasnya.
Pernyataan Irvan tersebut juga dibenarkan Kabag Ops Polres Merangin Kompol Ferdi Ferdian dan Pasi Ops Kodim 0412 Sarko Kapten Mahnun yang juga terlibat memimpin operasi gabungan penertiban terhadap perambahan TNKS tersebut.(Ant)
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2014
"Tingkat kehilangan hutan TNKS di dua kecamatan, yakni Lembah Masurai dan Jangkat Kabupten Merangin saat ini telah mencapai 200 hektare dari keseluruhan luas TNKS atau antara 10--20 persenn," kata Sekretaris Operasi Gabungan TNKS-TNI/Polri untuk Penertiban Perambahan TNKS, Dian Risdianto di Jambi, Selasa.
Dua kecamatan di Kabupaten Merangin tersebut merupakan kawasan berkembangnya perambah pendatang.
Dian yang juga Kasi Pengelolaan TNKS Wilayah II mengatakan, data tersebut adalah data yang diambil dari Citra Land Satelit pada 2013 dan kondisi saat ini.
Pada 2013, luas hutan yang telah dibabat perambah pendatang tersebut baru sekitar 100 hektare namun pada 2014 ini luas tersebut telah mencapai dua kali lipat.
Untuk mencegah meluasnya perambahan liar, pihaknya telah menggelar Operasi Gabungan TNKS pada 13--Desember 2014 di Desa Pulau Tengah Kecamatan Jangkat dengan melibatkan 180 personil gabungan dari berbagai kesatuan seperti TNI-Polri, Polhut, SPORCH serta masyarakat dan media massa.
Menurut dia, perambahan sudah dimulai sejak 2012, saat itu awalnya hanya ada satu kepala keluarga perambah dengan luas rambahan hutan TNKS sekitar 20 hektare.
Setahun berikutnya, dilakukan operasi gabungan dan diketahui areal yang diranvah bertambah menjadi 100 hektare, dan saat itu perambah berjanji akan keluar kawasan dan tidak akan melakukan perambahan lagi.
"Namun kenyataannya pada operasi gabungan tahun ini didapati jumlah perambah dan hutan rambahan telah bertambah menjadi dua kali lipat," kata Dian.
Menurut dia, tingginya tingkat perambahan terhadap TNKS tersebut juga dikarenakan aksi perambahan yang terjadi sejak 2006 ditolerir Pemkab setempat dan telah menghabiskan areah Hutan Produksi (HP) seluas 6.000 Ha yang digarap menjadi ladang kopi oleh warga pendatang tersebut, sehingga perambahan akhirnya kini memasuki kawasan hutan TNKS.
Hal senada dikemukakan Komandan Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat (SPORCH) Brigade Harimau Jambi dan Sumatera Barat, Irvan yang terlibat memimpin dua kali operasi gabungan terhadap perambah TNKS.
"Sudah dua kali kita operasi gabungan, tapi tingkat kehilangan hutan TNKS ini sungguh sangat memprihatinkan sampai 20 persen, ini menunjukkan tidak adanya niatan dan kemauan serius Pemkab setempat dalam menangani dan menindak pelanggaran yang akan merugikan banyak aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara tersebut," katanya.
Menurut dia, permasalahannya saat ini sudah berkembang hingga melebar ke sektor-sektor kehidupan lain, tidak lagi semata menjadi masalah lingkungan dan kehutanan tapi sudah merembet ke persoalan masalah konflik sosial, masalah kependudukan dan masalah ekonomi masyarakat.
Selain itu juga rusaknya kebudayaan masyarakat setempat bahkan sampai ke masalah tindakan-tindakan kriminal serta berpotensi ke perilaku teror yang membahayakan sendi-sendi kehidupan masyarakat.
Kondisi ini terjadi akibat tidak adanya ketegasan Pemkab setempat, sehingga saat ini jumlah perambah pendatang dari beberapa provinsi tetangga seperti Sumsel, Bengkulu dan Lampung tersebut terus berkembang dan bertambah.
Bahkan, mereka juga membangun jaringan-jaringan kehidupan sosial termasuk menitipkan wakilnya guna merebut posisi penting di berbagai instansi termasuk saat pemilu dan berhasil menempatkan dua wakilnya menjadi anggota DPRD Merangin, karena mereka memiliki KTP Merangin.
Dalam gerakannya, tambah Irva, kelompok masyarakat perambah ini menggunakan nama organisasi Serikat Petani Indonesia (SPI) sebagai tempat benaungnya, namun keberadaan organisasi ini oleh Kesbangpolinmas setempat disebutkan tidak terdaftar atau organisasi illegal.
Bahkan ketua SPI pusat ketika dikonfirmasikan mengenai masalah ini menyatakan dengan tegas bahwa tidak ada anggota SPI yang menjadi perambah atau merambah di TNKS kawasan Merangin. Mereka tidak memiliki keabsahan untuk diakui sebagai anggota SPI," katanya.
Mereka sudah begitu intensif dan massif melakukan aktivitasnya, tidak saja menyerobot hutan TNKS tapi juga membela kepentingan kelompok perambah dengan melakukan intimidasi terhadap petugas dan masyarakat desa dengan berbagai macam bentuk aksi.
Salah satunya menyebarkan isu miring yang menyebutkan petugas telah melakukan tindakan sewenang-wenang membabat tanaman warga dan menangkapi warga secara brutal.
"Isu tersebut tidak saja mereka hembuskan kepada masyarakat desa tapi juga kepada Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup dengan pesan singkat (SMS) berantai, sehingga hal tersebut menyebbkan operasi-operasi penertiban yang digelar petugas kerap sekali gagal," tegasnya.
Pernyataan Irvan tersebut juga dibenarkan Kabag Ops Polres Merangin Kompol Ferdi Ferdian dan Pasi Ops Kodim 0412 Sarko Kapten Mahnun yang juga terlibat memimpin operasi gabungan penertiban terhadap perambahan TNKS tersebut.(Ant)
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2014