Jakarta (ANTARA Jambi) - Sama seperti era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang memperhatikan isu lingkungan hidup dalam pemerintahannya, kebijakan Presiden Joko Widodo juga memastikan memperpanjang kebijakan moratorium perizinan hutan alam primer dan lahan gambut.
"Sudah diperpanjang, tadi siang," kata Presiden Jokowi di Jakarta, Rabu (13/5).
Namun, Greenpeace menyatakan kebijakan pemerintah terkait dengan moratorum perizinan penebangan hutan di Tanah Air perlu diperkuat karena risiko penghancuran hutan di berbagai daerah dinilai masih tinggi.
"Greenpeace menyambut baik perpanjangan dua tahun moratorium hutan namun sangat menyayangkan bahwa kebijakan ini tidak mengalami banyak perubahan," kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Teguh Surya.
Menurut dia, kebijakan moratorium izin baru tersebut belum menyertakan elemen penguatan perlindungan. Dengan demikian, lanjutnya, berarti masih terdapat sekitar 48,5 juta hektare yang berisiko akan dihancurkan.
Karena itu, ia berpendapat bahwa langkah baik untuk memperpanjang moratorium itu menjadi kurang berarti tanpa penguatan. "Target pemotongan emisi gas rumah kaca Indonesia akan sulit tercapai dan kekayaan hayati bangsa ini tidak akan bertahan lama," kata Teguh Surya.
Berdasarkan analisis Greenpeace, luas hutan yang dilindungi 63,8 juta hektar sementara luas hutan Indonesia yang seharusnya bisa diselamatkan mencapai 93,6 juta hektar.
Perpanjangan itu dinilai tidak menyelesaikan masalah tumpang tindih izin yang mencapai 5,7 juta hektare sehingga 48,5 juta hektare hutan hujan Indonesia masih tetap terancam.
Selain itu, LSM tersebut menilai kebijakan baru ini tidak memberi ruang penyelesaian konflik lahan antara masyarakat adat, lokal dengan pemerintah dan perusahaan karena tidak adanya perlindungan, pengukuhan dan penguatan atas hak dan ruang kelola mereka. "Penguatan moratorium mendesak dilakukan," tegasnya.
Sementara itu, Penasihat Senior Keanekaragaman Hayati dan Manajemen Satwa Liar WWF Indonesia, Prof Hadi Alikodra menyatakan, hutan tropis Indonesia dengan kekayaan keanekaragaman hayatinya merupakan aset nasional yang bila dikelola dengan baik dan dijaga kelestariannya akan mampu mendukung kebutuhan hidup manusia dan pembangunan.
Namun demikian, menurut Hadi, keberlanjutan hutan tropis Indonesia menghadapi ancaman serius dari deforestasi dan perubahan iklim, belum lagi seringkali pemanfaatan kekayaan ekosistem hutan cenderung boros dan merusak.
"Menyadari kemampuan konservasi sumberdaya hutan pemerintah yang dipandang masih cukup lemah, hanya melalui strategi transformasi yang tepat upaya konservasi dapat secara berkelanjutan memberi manfaat bagi kehidupan manusia di Indonesia," ujarnya.
Jangan pencitraan
Terkait dengan investasi hijau yaitu menggalakkan industri yang ramah lingkungan, Greenpeace menginginkan program investasi hijau yang dicanangkan pemerintahan Presiden Joko Widodo jangan menjadi sekadar pencitraan tetapi benar-benar diwujudkan secara nyata di lapangan.
"Greenpeace meminta kepada pemerintah agar investasi hijau tidak hanya pencitraan saja namun juga harus dapat melindungi hutan dan lahan gambut tersisa di Indonesia," kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Yuyun Indradi.
Yuyun memaparkan, kebijakan moratorium atau jeda penebangan hutan adalah fondasi untuk menghentikan laju perusakan hutan dan lahan gambut.
Selain itu, ujar dia, pembuatan satu peta ("One Map Policy") juga harus dipercepat dan harus ada jaminan akses keterbukaan informasi dan data perizinan bagi publik, serta peninjauan kembali atas izin-izin yang telah diberikan.
Ia juga menyebutkan, hal yang tak kalah pentingnya adalah pelaksanaan kebijakan moratorium haruslah berbasis capaian dan bukan dibatasi oleh waktu.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan pihaknya tengah menyusun sejumlah insentif guna mendukung pertumbuhan investasi hijau di antaranya bunga pinjaman lunak untuk pengembangan usaha.
"Sedang dibahas finalisasi di Kementerian LHK yaitu investasi hijau ini agar bisa mendapat dukungan dari bank melalui kemudahan-kemudahan urusan," kata Siti dalam "Tropical Landscapes Summit: A Global Investment Opportunity" di Jakarta, Senin (27/4).
Ia mengatakan pihaknya tengah mempertimbangkan insentif yang akan diberikan yakni menyangkut besarnya suku bunga pinjaman bagi pengusaha.
Siti menjelaskan dorongan agar perbankan bisa memberikan fasilitas pembiayaan kepada industri hijau sudah ditunjukkan dengan nota kesepahaman yang ditandatangani bersama Otoritas Jasa Keuangan, Desember 2014.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim, Shinta W. Kamdani, mengatakan dunia usaha menunggu regulasi yang mendukung pembangunan ekonomi hijau dan insentif khusus untuk investasi hijau.
Kami berharap pemerintah memberikan kejutan berupa insentif yang sederhana dan nyata saat memaparkan portofolio potensi investasi hijau di Indonesia dalam acara itu," katanya.
Menurut Shinta, investor dalam dan luar negeri memerlukan dukungan regulasi dari pemerintah.
Pasalnya, dalam pemerintahan yang lalu, Kadin mengaku sempat membahas secara intens dan bekerja sama dengan Bappenas tentang bagaimana menghimpun dan merealisasikan proyek-proyek pengembangan infrastruktur yang berwawasan lingkungan.
"Hanya saja, saat ini insentif yang diharapkan belum ada. Sementara tuntutan dunia usaha sudah begitu besar. Kadin juga telah menjajaki kerja sama dengan World Bank dan JICA untuk mengembangkan infrastruktur hijau di Indonesia," ujarnya.
Indonesia, lanjut Shinta, memang harus banyak belajar dari pengalaman kota-kota lain di dunia, terutama terkait rencana pokok urban investasi hijau dari berbagai pakar internasional.
Inisiatif gerakan
Salah satu perusahaan yang telah menjalankan inisiatif gerakan hijau antara lain adalah perusahaan multinasional operasional hotel, Accor, yang memiliki program Planet 21 di berbagai hotel yang dikelola oleh Accor.
"Planet 21 telah menjadi strategi Accor untuk meminimalkan dampak lingkungan dan memaksimalkan kontribusi sosial yang melibatkan seluruh jenjang dalam kegiatan operasional hotel," kata COO Accor Indonesia, Gerard Guillouet.
Planet 21, program pembangunan berkelanjutan global yang dilakukan oleh Accor, mendefinisikan 21 komitmen khusus dengan tujuan yang terukur dalam tujuh pilar kegiatan terkait sosial, lingkungan dan masyarakat: Kesehatan, Alam, Karbon, Inovasi, Pengembangan Lokal, Lapangan Kerja dan Dialog.
Komitmen terhadap pembangunan berkelanjutan ini mulai pada tahun 1994 ketika Accor membentuk departemen lingkungan untuk mengurangi dampak terhadap lingkungan.
Menurut Guillouet, Accor Asia Pasifik melalui Planet 21 telah melakukan berbagai inisiatif antara lain 91 persen atau lebih dari 500 hotel Accor telah memenuhi setidaknya sepuluh tindakan fundamental terkait pelestarian lingkungan.
Selain itu, lanjutnya, 97 persen hotel- hotel Accor di Asia Pasifik menawarkan produk "eco-labelled" dan lebih dari 225.000 pohon telah ditanam di sepuluh lokasi di wilayah Asia Pasifik sejak tahun 2008.
"Daur ulang sampah telah dilakukan oleh 86 persen hotel-hotel di jaringan Accor, dan 93 persen hotel-hotel Accor melarang menu spesies laut yang terancam punah, seperti sirip ikan hiu. Pada tahun 2015, seluruh hotel-hotel Accor akan melarang menu spesies laut yang terancam punah tersebut," ucapnya.
Untuk merayakan Planet 21 Day 2015, Accor Indonesia menyelenggarakan berbagai inisiatif untuk mendukung komitmen Planet 21.
Sebagai contoh, di Jakarta dan Yogyakarta, hotel-hotel Accor melakukan program daur ulang untuk membuat tempat sampah dan pot bunga dari barang bekas, menggunakan sampah organik sebagai pupuk, dan melakukan pelatihan bagi para karyawan dan masyarakat lokal untuk melestarikan lingkungan.
Di Bogor, hotel-hotel Accor mulai program mengurangi sampah plastik, misalnya memperkenalkan air infuse (air dengan irisan lemon, jeruk dan sereh) untuk para tamu dalam acara MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition) yang disajikan dalam pitcher (tempat/teko air), bukan air dalam kemasan botol/gelas plastik.
Di Lombok, hotel-hotel Accor mengelola sampah plastik dan menggandeng sekolah-sekolah lokal untuk mengumpulkan sampah plastik di sekolah-sekolah tersebut dan menjualnya secara teratur kepada LSM untuk didaur ulang.
Inisiatif lainnya adalah pemasangan panel surya di Hotel Mercure Convention Center Ancol guna memasok energi listrik terbarukan untuk konsumsi hotel. Berkolaborasi dengan Japan Lighting Manufactures Association and Asosiasi Industri Luminer dan Kelistrikan Indonesia, panel surya ini dipasang sebagai proyek pengujian LED Light dengan baterai bertenaga matahari. (Ant)
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2015
"Sudah diperpanjang, tadi siang," kata Presiden Jokowi di Jakarta, Rabu (13/5).
Namun, Greenpeace menyatakan kebijakan pemerintah terkait dengan moratorum perizinan penebangan hutan di Tanah Air perlu diperkuat karena risiko penghancuran hutan di berbagai daerah dinilai masih tinggi.
"Greenpeace menyambut baik perpanjangan dua tahun moratorium hutan namun sangat menyayangkan bahwa kebijakan ini tidak mengalami banyak perubahan," kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Teguh Surya.
Menurut dia, kebijakan moratorium izin baru tersebut belum menyertakan elemen penguatan perlindungan. Dengan demikian, lanjutnya, berarti masih terdapat sekitar 48,5 juta hektare yang berisiko akan dihancurkan.
Karena itu, ia berpendapat bahwa langkah baik untuk memperpanjang moratorium itu menjadi kurang berarti tanpa penguatan. "Target pemotongan emisi gas rumah kaca Indonesia akan sulit tercapai dan kekayaan hayati bangsa ini tidak akan bertahan lama," kata Teguh Surya.
Berdasarkan analisis Greenpeace, luas hutan yang dilindungi 63,8 juta hektar sementara luas hutan Indonesia yang seharusnya bisa diselamatkan mencapai 93,6 juta hektar.
Perpanjangan itu dinilai tidak menyelesaikan masalah tumpang tindih izin yang mencapai 5,7 juta hektare sehingga 48,5 juta hektare hutan hujan Indonesia masih tetap terancam.
Selain itu, LSM tersebut menilai kebijakan baru ini tidak memberi ruang penyelesaian konflik lahan antara masyarakat adat, lokal dengan pemerintah dan perusahaan karena tidak adanya perlindungan, pengukuhan dan penguatan atas hak dan ruang kelola mereka. "Penguatan moratorium mendesak dilakukan," tegasnya.
Sementara itu, Penasihat Senior Keanekaragaman Hayati dan Manajemen Satwa Liar WWF Indonesia, Prof Hadi Alikodra menyatakan, hutan tropis Indonesia dengan kekayaan keanekaragaman hayatinya merupakan aset nasional yang bila dikelola dengan baik dan dijaga kelestariannya akan mampu mendukung kebutuhan hidup manusia dan pembangunan.
Namun demikian, menurut Hadi, keberlanjutan hutan tropis Indonesia menghadapi ancaman serius dari deforestasi dan perubahan iklim, belum lagi seringkali pemanfaatan kekayaan ekosistem hutan cenderung boros dan merusak.
"Menyadari kemampuan konservasi sumberdaya hutan pemerintah yang dipandang masih cukup lemah, hanya melalui strategi transformasi yang tepat upaya konservasi dapat secara berkelanjutan memberi manfaat bagi kehidupan manusia di Indonesia," ujarnya.
Jangan pencitraan
Terkait dengan investasi hijau yaitu menggalakkan industri yang ramah lingkungan, Greenpeace menginginkan program investasi hijau yang dicanangkan pemerintahan Presiden Joko Widodo jangan menjadi sekadar pencitraan tetapi benar-benar diwujudkan secara nyata di lapangan.
"Greenpeace meminta kepada pemerintah agar investasi hijau tidak hanya pencitraan saja namun juga harus dapat melindungi hutan dan lahan gambut tersisa di Indonesia," kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Yuyun Indradi.
Yuyun memaparkan, kebijakan moratorium atau jeda penebangan hutan adalah fondasi untuk menghentikan laju perusakan hutan dan lahan gambut.
Selain itu, ujar dia, pembuatan satu peta ("One Map Policy") juga harus dipercepat dan harus ada jaminan akses keterbukaan informasi dan data perizinan bagi publik, serta peninjauan kembali atas izin-izin yang telah diberikan.
Ia juga menyebutkan, hal yang tak kalah pentingnya adalah pelaksanaan kebijakan moratorium haruslah berbasis capaian dan bukan dibatasi oleh waktu.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan pihaknya tengah menyusun sejumlah insentif guna mendukung pertumbuhan investasi hijau di antaranya bunga pinjaman lunak untuk pengembangan usaha.
"Sedang dibahas finalisasi di Kementerian LHK yaitu investasi hijau ini agar bisa mendapat dukungan dari bank melalui kemudahan-kemudahan urusan," kata Siti dalam "Tropical Landscapes Summit: A Global Investment Opportunity" di Jakarta, Senin (27/4).
Ia mengatakan pihaknya tengah mempertimbangkan insentif yang akan diberikan yakni menyangkut besarnya suku bunga pinjaman bagi pengusaha.
Siti menjelaskan dorongan agar perbankan bisa memberikan fasilitas pembiayaan kepada industri hijau sudah ditunjukkan dengan nota kesepahaman yang ditandatangani bersama Otoritas Jasa Keuangan, Desember 2014.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim, Shinta W. Kamdani, mengatakan dunia usaha menunggu regulasi yang mendukung pembangunan ekonomi hijau dan insentif khusus untuk investasi hijau.
Kami berharap pemerintah memberikan kejutan berupa insentif yang sederhana dan nyata saat memaparkan portofolio potensi investasi hijau di Indonesia dalam acara itu," katanya.
Menurut Shinta, investor dalam dan luar negeri memerlukan dukungan regulasi dari pemerintah.
Pasalnya, dalam pemerintahan yang lalu, Kadin mengaku sempat membahas secara intens dan bekerja sama dengan Bappenas tentang bagaimana menghimpun dan merealisasikan proyek-proyek pengembangan infrastruktur yang berwawasan lingkungan.
"Hanya saja, saat ini insentif yang diharapkan belum ada. Sementara tuntutan dunia usaha sudah begitu besar. Kadin juga telah menjajaki kerja sama dengan World Bank dan JICA untuk mengembangkan infrastruktur hijau di Indonesia," ujarnya.
Indonesia, lanjut Shinta, memang harus banyak belajar dari pengalaman kota-kota lain di dunia, terutama terkait rencana pokok urban investasi hijau dari berbagai pakar internasional.
Inisiatif gerakan
Salah satu perusahaan yang telah menjalankan inisiatif gerakan hijau antara lain adalah perusahaan multinasional operasional hotel, Accor, yang memiliki program Planet 21 di berbagai hotel yang dikelola oleh Accor.
"Planet 21 telah menjadi strategi Accor untuk meminimalkan dampak lingkungan dan memaksimalkan kontribusi sosial yang melibatkan seluruh jenjang dalam kegiatan operasional hotel," kata COO Accor Indonesia, Gerard Guillouet.
Planet 21, program pembangunan berkelanjutan global yang dilakukan oleh Accor, mendefinisikan 21 komitmen khusus dengan tujuan yang terukur dalam tujuh pilar kegiatan terkait sosial, lingkungan dan masyarakat: Kesehatan, Alam, Karbon, Inovasi, Pengembangan Lokal, Lapangan Kerja dan Dialog.
Komitmen terhadap pembangunan berkelanjutan ini mulai pada tahun 1994 ketika Accor membentuk departemen lingkungan untuk mengurangi dampak terhadap lingkungan.
Menurut Guillouet, Accor Asia Pasifik melalui Planet 21 telah melakukan berbagai inisiatif antara lain 91 persen atau lebih dari 500 hotel Accor telah memenuhi setidaknya sepuluh tindakan fundamental terkait pelestarian lingkungan.
Selain itu, lanjutnya, 97 persen hotel- hotel Accor di Asia Pasifik menawarkan produk "eco-labelled" dan lebih dari 225.000 pohon telah ditanam di sepuluh lokasi di wilayah Asia Pasifik sejak tahun 2008.
"Daur ulang sampah telah dilakukan oleh 86 persen hotel-hotel di jaringan Accor, dan 93 persen hotel-hotel Accor melarang menu spesies laut yang terancam punah, seperti sirip ikan hiu. Pada tahun 2015, seluruh hotel-hotel Accor akan melarang menu spesies laut yang terancam punah tersebut," ucapnya.
Untuk merayakan Planet 21 Day 2015, Accor Indonesia menyelenggarakan berbagai inisiatif untuk mendukung komitmen Planet 21.
Sebagai contoh, di Jakarta dan Yogyakarta, hotel-hotel Accor melakukan program daur ulang untuk membuat tempat sampah dan pot bunga dari barang bekas, menggunakan sampah organik sebagai pupuk, dan melakukan pelatihan bagi para karyawan dan masyarakat lokal untuk melestarikan lingkungan.
Di Bogor, hotel-hotel Accor mulai program mengurangi sampah plastik, misalnya memperkenalkan air infuse (air dengan irisan lemon, jeruk dan sereh) untuk para tamu dalam acara MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition) yang disajikan dalam pitcher (tempat/teko air), bukan air dalam kemasan botol/gelas plastik.
Di Lombok, hotel-hotel Accor mengelola sampah plastik dan menggandeng sekolah-sekolah lokal untuk mengumpulkan sampah plastik di sekolah-sekolah tersebut dan menjualnya secara teratur kepada LSM untuk didaur ulang.
Inisiatif lainnya adalah pemasangan panel surya di Hotel Mercure Convention Center Ancol guna memasok energi listrik terbarukan untuk konsumsi hotel. Berkolaborasi dengan Japan Lighting Manufactures Association and Asosiasi Industri Luminer dan Kelistrikan Indonesia, panel surya ini dipasang sebagai proyek pengujian LED Light dengan baterai bertenaga matahari. (Ant)
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2015