Jambi (Antaranews Jambi)- Biksu Bante Thanavaro Thera selaku Ketua I Sangha Agung Indonesia menyampaikan sejumlah pesan dalam perayaan Waisak se-Sumatera 2562 BE/2018 yang digelar di Komplek Percandian Muaro Jambi, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi, Selasa (29/5).
Dalam momentum Waisak itu mengangkat isu keberagaman dan disatukan dalam kebhinekaan. Perayaan Waisak tersebut selain dihadiri oleh umat Buddha, juga dihadiri oleh pejabat daerah dan masyarakat di Provinsi Jambi.
Biksu Tana Waro berpesan agar masyarakat Indonesia memahami kemajemukan dan menjaga realitas kekayaan bangsa yang hidupnya secara berdampingan.
"Kekayaan bangsa Indonesia yang beragam suku dan agama ini agar terus kita jaga dalam nilai-nilai Kebhinekaan Pancasila dan UU 1946," katanya.
Selain itu terus tetap menguatkan keharmonisan sesama umat manusia dalam bingkai kebhinekaan.
Baca juga: Candi Muarojambi pusat perayaan Waisak se-Sumatera
Baca juga: Suasana menjelang puncak perayaan Waisak di Candi Muarojambi
Sementara itu, dalam perayaan Waisak tersebut pihak panitia juga menyiapkan takjil untuk berbuka masyarakat umat muslim yang sedang menjalankan ibadah puasa.
Pada perayaan waisak itu, pasalnya tidak hanya dihadiri umat Budha melainkan juga dihadiri masyarakat umum yang sengaja datang untuk ikut menyaksikan proses perayaan Waisak di Komplek Percandian Muarojambi, yang merupakan salah satu destinasi wisata di Provinsi Jambi itu.
Dalam perayaan itu juga hadiri Plt Gubernur Jambi Fachrori Umar dan Bupati Muarojambi Masnah Busyro serta unsur Forkompinda daerah itu.
Pada puncak perayaan Waisak itu, selain diikuti seribuan umat Budha juga diikuti seratusan Biksu yang datang dari sejumlah daerah dan bahkan dari beberapa negara di Asia Tenggara.
Sementara itu, Komplek percandian Muarojambi yang merupakan terluas di Asia Tenggara itu pada beberapa abad silam itu adalah sebagai kampus atau pusat pendidikan ajaran Buddha.
Baca juga: Infrastruktur kawasan Candi Muarojambi dibenahi
Baca juga: Jalan menuju Candi Muarojambi diperlebar
Maha Guru Buddha Atisha dari Tibet pernah tinggal menetap dan belajar di Candi Muarojambi, Sumatera, selama 11 tahun lamanya atau sekitar tahun 1011-1023 Masehi.
Kawasan komplek percandian Muarojambi itu memiliki 82 reruntuhan (menapo) bangunan kuno. Saat ini sudah ada delapan bangunan candi yang telah dilakukan ekskapasi atau pemugaran dan pelestarian secara intensif oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi.***
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2018
Dalam momentum Waisak itu mengangkat isu keberagaman dan disatukan dalam kebhinekaan. Perayaan Waisak tersebut selain dihadiri oleh umat Buddha, juga dihadiri oleh pejabat daerah dan masyarakat di Provinsi Jambi.
Biksu Tana Waro berpesan agar masyarakat Indonesia memahami kemajemukan dan menjaga realitas kekayaan bangsa yang hidupnya secara berdampingan.
"Kekayaan bangsa Indonesia yang beragam suku dan agama ini agar terus kita jaga dalam nilai-nilai Kebhinekaan Pancasila dan UU 1946," katanya.
Selain itu terus tetap menguatkan keharmonisan sesama umat manusia dalam bingkai kebhinekaan.
Baca juga: Candi Muarojambi pusat perayaan Waisak se-Sumatera
Baca juga: Suasana menjelang puncak perayaan Waisak di Candi Muarojambi
Sementara itu, dalam perayaan Waisak tersebut pihak panitia juga menyiapkan takjil untuk berbuka masyarakat umat muslim yang sedang menjalankan ibadah puasa.
Pada perayaan waisak itu, pasalnya tidak hanya dihadiri umat Budha melainkan juga dihadiri masyarakat umum yang sengaja datang untuk ikut menyaksikan proses perayaan Waisak di Komplek Percandian Muarojambi, yang merupakan salah satu destinasi wisata di Provinsi Jambi itu.
Dalam perayaan itu juga hadiri Plt Gubernur Jambi Fachrori Umar dan Bupati Muarojambi Masnah Busyro serta unsur Forkompinda daerah itu.
Pada puncak perayaan Waisak itu, selain diikuti seribuan umat Budha juga diikuti seratusan Biksu yang datang dari sejumlah daerah dan bahkan dari beberapa negara di Asia Tenggara.
Sementara itu, Komplek percandian Muarojambi yang merupakan terluas di Asia Tenggara itu pada beberapa abad silam itu adalah sebagai kampus atau pusat pendidikan ajaran Buddha.
Baca juga: Infrastruktur kawasan Candi Muarojambi dibenahi
Baca juga: Jalan menuju Candi Muarojambi diperlebar
Maha Guru Buddha Atisha dari Tibet pernah tinggal menetap dan belajar di Candi Muarojambi, Sumatera, selama 11 tahun lamanya atau sekitar tahun 1011-1023 Masehi.
Kawasan komplek percandian Muarojambi itu memiliki 82 reruntuhan (menapo) bangunan kuno. Saat ini sudah ada delapan bangunan candi yang telah dilakukan ekskapasi atau pemugaran dan pelestarian secara intensif oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi.***
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2018