Kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia merupakan ancaman kejahatan yang bersifat laten, dinamis dan berdimensi transnasional, menjadi tantangan tersendiri bagai bangsa ini.
Penyalahgunaan dan peredaran narkotika dan prekursor narkotika merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang mengancam dunia dan bisa digunakan sebagai salah satu senjata dalam perang proksi (proxy war) untuk melumpuhkan kekuatan bangsa.
Indonesia saat ini, dinyatakan oleh Presiden Joko Widodo dalam situasi darurat narkoba dan menyatakan perang terhadap narkoba. Setiap harinya ada sekitar 40 sampai 50 orang tewas di Indonesia karena penyalahgunaan narkoba dan sekitar 15 ribu tewas per tahun.
Para mantan pecandu maupun pengguna narkoba yang sudah sadar akan bahaya yang mengancam sebenarnya sudah ada yang mencoba menjauhinya.
Di antaranya adalah Miqdad, seorang mahasiswa di Universitas Krisnadwipayana, Bekasi yang pernah menjadi pecandu narkoba, namun saat ini tergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) Anti Narkoba di kampusnya.
"Saya ikut ke dalam Satuan Tugas Anti Narkoba UNKRIS ini karena ingin punya lingkungan sama berjuang untuk memerangi narkoba," kata Miqdad saat dihubungi dari Tarakan, Kamis.
Baca juga: Perguruan tinggi jangan kalah dengan narkoba
Dia ingin merubah orang - orang yang masih menjadi penyalahguna narkoba karena pengalamannya.
"Melalui unit ini, saya akan mendapatkan teori tentang narkoba dan saya sudah tergabung dalam relawan anti narkoba selama tiga tahun," katanya.
Miqdad menceritakan mulai mengenal barang haram tersebut sejak kelas 3 SMA yaitu pada awal 2014, hingga masuk kuliah semester 2 pada 2016 akhir.
Sempat menjalani rehabilitasi di Lido, Sukabumi namun dia bertekad dan niat untuk berhenti maka menerapkan rehabilitasi secara sendiri.
"Alasan saya untuk berhenti yang paling kuat adalah orang tua terlebih khusus ibu saya. Ada kalimat ibu saya yang membuat saya berubah, 'jangan sampai orang tua masuk neraka karena anaknya, karena orang tua gagal untuk mendidik anaknya secara benar' itu kata - kata yang selalu jadi pegangan buat saya untuk berhenti total," kata Miqdad.
Menurutnya saat ini untuk mendapatkan narkoba di kampus mudah, namun tergantung orang dalam menjalaninya
"Karena kuncinya satu, ketika ingin berubah ke arah lebih baik maka lingkungan negatif harus ditinggalkan dan mencoba untuk membuat lingkaran baru lebih positif," kata Miqdad.
Jangan munafik
Sementara itu mantan pengguna lain yang sudah tobat di antaranya Gabriella Margaretha yang akrab dipanggil Bela saat ini, memberikan testimoni ke berbagai daerah untuk melakukan pencegahan penyalahgunaan narkoba.
Dia tergabung dalam Generasi Peduli Anti Narkoba (GPAN) dan Yayasan Harapan Permata Hati Kita ( YAKITA) Addiction Treatment and Recovery Community Center untuk sosialiasi program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN).
"Terkadang, masih ada aja ada bandar yang menawarkan narkoba untuk mencoba. Saya menolak, nggak mau saya sebab kalau masih menggunakan, berarti saya munafik," kata Bela saat dihubungi Antara.
Baca juga: Mencegah penyalagunaan narkoba di kampus
Dia dengan tegas mengatakan pada para bandar bahwa dirinya masih punya harapan untuk mendapatkan masa depan yang baik dan cerah, karena ini hanya sekali.
Bahkan Bela pernah mendapatkan rehabilitasi narkoba di rumah singgah di Jakarta dengan cara doa - doa keagamaan selama satu tahun.
"Saya latar belakangnya dulu pengguna. Saat usia 15 tahun waktu SMP di Manado awalnya menggunakan ganja dan obat-obatan," katanya
Kemudian mulai mencoba narkoba jenis lain terutama ekstasi, sabu dan kokain dari teman - temannya kalau datang dari Jakarta.
"Hidup ini cuman sekali, saya tidak mau memakai 'topeng' dengan melakukan testimoni untuk menyadarkan orang, kalau saya ternyata masih mencoba, saya takut dosa dan tidak dapat pahala," kata Bela.
Baca juga: "Teror" narkoba di lingkungan kampus
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2019