Tahun 2020 baru saja kita tinggalkan. Tahun yang menurut sebagian besar orang merupakan salah satu periode terberat dialami umat manusia di muka Bumi dalam satu abad ini, seiring terjadinya pandemi virus corona jenis baru (COVID-19).

Virus yang mematikan itu, pertama kali diidentifikasi dari Wuhan, China pada akhir 2019, dan dengan cepat menyebar ke banyak negara.

Selain mengakibatkan terjadinya krisis ekonomi yang mengarah pada resesi di hampir seluruh negara di dunia, pandemi ini juga menimbulkan krisis kesehatan. Jutaan orang dari ratusan negara di belahan dunia meregang nyawa karena terpapar virus corona.

Khusus di Indonesia, data yang dirilis laman www.covid19.go.id mencatat jumlah korban infeksi virus corona yang tidak tertolong hingga 2 Januari 2021 mencapai 22.555 orang, dari total 758.463 kasus terkonfirmasi, sedangkan mereka yang dinyatakan sembuh 625.518 orang dan sisanya 110.400 orang masih dirawat atau isolasi.

Salah satu yang saat ini harus menjalani isolasi mandiri karena positif COVID-19 adalah Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Pada Sabtu, sekitar pukul 16.30 WIB, hari kedua Tahun 2021, melalui akun Instagram pribadinya @khofifah.id, Gubernur Khofifah mengumumkan kepada publik kalau dirinya positif terinfeksi COVID-19.

Kepastian positif itu didapat berdasarkan hasil tes usap PCR reguler mingguan yang rutin dilakukan gubernur dan para pejabat di lingkungan Pemprov Jatim.

"Tidak ada gejala yang saya rasakan," tulis Khofifah di akun medsosnya itu.

Baca juga: Satgas Jatim COVID-19 telusuri ring terdekat Gubernur Jatim

Setelah dinyatakan positif COVID-19, ia langsung menjalani isolasi mandiri di kediaman pribadinya di Surabaya dengan pengawasan dokter.

Sebagai pemimpin provinsi dengan tugas dan tanggung jawab yang banyak, aktivitas Gubernur Khofifah tentu juga tinggi, antara lain menghadiri kegiatan di berbagai tempat dan berkeliling daerah serta bertemu banyak orang. Kondisi semacam ini cukup berisiko tertular virus corona, meskipun protokol kesehatan ketat sudah diberlakukan.

Bahkan, dalam setiap kegiatan gubernur, ada prosedur tes cepat yang diberlakukan kepada setiap tamu undangan, selain protokol kesehatan ketat. Ini salah satu langkah antisipasi untuk menghindari penularan virus corona.

Toh, akhirnya pertahanan tangguh itu jebol juga dan virus corona masih bisa menginfeksi orang nomor satu di Pemprov Jatim itu melalui jalur yang sampai sekarang belum diketahui asal mulanya.

Beberapa hari sebelumnya, dua kepala daerah di Jatim, yakni Bupati Gresik Sambari Halim Radianto dan Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari, juga mengeluarkan pernyataan publik kalau mereka positif COVID-19. Keduanya kini melakukan isolasi mandiri. Ada lagi beberapa kepala daerah yang sempat terinfeksi virus corona, yakni Wali Kota Malang Sutiaji, Bupati Jombang Mundjidah Wahab, dan Bupati Sumenep A. Busyro Karim.

Tercatat selama 2020, setidaknya ada empat kepala daerah di Jatim meninggal dunia karena COVID-19, masing-masing Pelaksana Tugas Bupati Sidoarjo Nur Ahmad Syaifuddin, Bupati Situbondo Dadang Wigiarto, Wakil Wali Kota Probolinggo Mochammad Soufis Subri, dan Wakil Bupati Pamekasan Raja'e.

Keempat kepala daerah itu bagian dari 5.900 orang di Jatim yang meninggal dunia karena virus corona, berdasarkan data Dinas Kesehatan setempat per 1 Januari 2021. Secara keseluruhan tercatat 85.039 kasus positif, dengan rincian 72.938 orang dinyatakan sembuh dan 6.201 orang masih dirawat.

Urutan ketiga

Secara nasional berdasarkan laman resmi www.covid19.go.id, Provinsi Jatim berada di urutan ketiga jumlah kasus terbanyak setelah DKI Jakarta dan Jawa Barat. Dari 38 kabupaten/kota di Jatim, saat ini ada delapan daerah masuk zona merah (risiko tinggi penyebaran COVID-19), yakni Kabupaten Tulungagung, Lumajang, Mojokerto, Bojonegoro, dan Tuban, kemudian Kota Malang, Blitar, dan Madiun.

Sebanyak 30 kabupaten/kota lainnya berstatus zona oranye atau risiko sedang penyebaran COVID-19. Melihat kondisi tersebut, situasi di wilayah Jatim sebenarnya secara rerata masih cukup mengkhawatirkan dengan potensi kerawanan level sedang. Apalagi beberapa pekan terakhir, rata-rata terjadi penambahan sekitar 800 kasus per hari.

Baca juga: Penegakan protokol kesehatan di Banjarnegara

Hampir semua daerah kini kembali meningkatkan kewaspadaan, terutama mengintensifkan lagi operasi yustisi penegakan protokol kesehatan yang sempat kendur beberapa waktu terakhir. Seluruh sumber daya kembali digerakkan, mulai Satuan Polisi Pamong Praja, polisi, TNI, hingga organisasi kemasyarakatan dan relawan.

Menurut ahli epidemiologi Universitas Airlangga Surabaya Dr. Windhu Purnomo, pemerintah daerah sudah harus menegakkan kembali aturan penerapan protokol kesehatan untuk mengendalikan kasus COVID-19 yang kembali meningkat.

"Perwali atau pergub harus kembali ditegakkan oleh daerah, sebab kepatuhan masyarakat makin rendah dan menurun," katanya kepada ANTARA di Surabaya, Sabtu.

Windhu Purnomo melihat meningkatnya kasus COVID-19 menunjukkan penularan yang meningkat pula karena kepatuhan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan makin rendah dan menurun. Bahkan, ada masyarakat yang melakukan aktivitas di jalan tanpa memakai masker dan mengabaikan jaga jarak.

Selain itu, peningkatan kasus juga dipengaruhi kebijakan yang longgar dan adanya relaksasi yang dikeluarkan pemerintah demi mendongkrak ekonomi yang merosot. Hal ini seharusnya bisa berjalan maksimal asal ada penegakan aturan protokol kesehatan secara ketat.

Masalahnya, masyarakat tampak sudah bosan dan lelah karena selama sembilan bulan sejak Maret hingga Desember 2020 berada dalam tekanan. Mereka harus menjalani hal-hal baru yang dianggap kurang wajar dan cenderung menyiksa, seperti memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, dan harus sering tinggal di rumah.

Padahal, kebiasaan-kebiasaan baru itulah yang justru saat ini menjadi vaksin ampuh untuk mencegah penularan virus corona. Terlebih, pandemi ini belum ada tanda-tanda akan segera berakhir, setelah saat ini muncul varian virus corona baru yang terdeteksi dari Inggris dan kabarnya lebih ganas.

Baca juga: Epidemiolog: Ketersediaan vaksin bukan berarti abai protokol kesehatan

Meskipun jutaan vaksin COVID-19 yang diimpor pemerintah untuk program vaksinasi sudah mulai berdatangan ke Tanah Air, bukan jaminan mutlak untuk segera mengakhiri pandemi. Program vaksinasi masih perlu waktu dan ada tahapan yang harus dijalankan sampai semua warga negara mendapat suntikan vaksin.

Artinya, ancaman virus corona ini nyata (bukan konspirasi) dan masih mengintai kita semua. Siapa saja berpotensi terinfeksi dan tertular, karena sang virus juga tidak pandang bulu menyerang orang. Ya menteri, gubernur, bupati, dokter, perawat, kiai, pedagang, petani, hingga anak-anak dan balita, semua bisa kena COVID-19.

Kunci pengendaliannya adalah meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab bersama dari warga negara untuk disiplin mematuhi protokol kesehatan.

Seperti pesan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa yang tanpa disadari ternyata terinfeksi COVID-19, setiap orang memang diminta jangan pernah menyepelekan virus ini.

Baca juga: Vaksin dan upaya Indonesia atasi pandemi COVID-19
Baca juga: Survei LKPI catat 81,7 persen responden siap divaksin COVID-19
 

Pewarta: Didik Kusbiantoro

Editor : Ariyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2021