Amerika Serikat segera menandai kembalinya negara itu dalam pertarungan global melawan perubahan iklim dengan menghadiri pertemuan tingkat tinggi Climate Adaptation Summit pada Senin.
Belanda menjadi tuan rumah dalam pertemuan virtual yang bertujuan untuk merancang solusi praktis serta rencana untuk menangani perubahan ini hingga periode 2030.
Kurang dari sepekan setelah Presiden AS Joe Biden mengumumkan AS kembali bergabung dalam Kesepakatan Iklim Paris, Utusan Khusus Iklim John Kerry akan mewakili AS untuk bertemu dengan Wakil Perdana Menteri China Han Zheng, Kanselir Jerman Angela Merkel, Presiden Prancis Emmanuel Macron, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, dan lainnya.
Menjelang pertemuan tingkat tinggi itu, lebih dari 3.000 ilmuwan dari seluruh dunia mendesak para pemimpin negara untuk melakukan perlindungan yang lebih baik bagi masyarakat dari dampak pemanasan global.
"Dunia yang semakin cepat memanas ini telah mengalami kerusakan besar akibat kekeringan, kebakaran, gelombang panas, banjir, siklon tropis yang merusak, serta kejadian ekstrem lain yang kian intensif," kata para ilmuwan, termasuk lima penerima Nobel, dalam sebuah pernyataan.
"Kecuali jika kita melangkah maju dan beradaptasi mulai sekarang, hasilnya (hanya) akan berupa peningkatan kemiskinan, kekurangan air, gagal panen, dan lonjakan migrasi dengan korban nyawa manusia yang tidak sedikit," kata para ilmuwan menambahkan.
Perubahan iklim akan dapat menekan produksi pangan global hingga 30%, di sisi lain meningkatkan level air laut dan badai hebat yang dapat membuat ratusan juta orang di kota pesisir untuk pergi dari rumahnya, demikian menurut pelaksana pertemuan, Global Center on Adaptation (GCA).
"Tidak ada vaksin untuk perubahan iklim. Hal ini terjadi sangat amat cepat daripada yang kita pikirkan, menimbulkan risiko dan dampak yang berturut-turut. Membangun ketahanan atas perubahan iklim bukan sesuatu yang boleh dilakukan, namun harus dilakukan," kata Pimpinan GCA, Ban Ki-moon, kepada media pada Minggu (24/1) malam.
Bagaimanapun, tidak akan ada komitmen mengikat yang dihasilkan dalam pertemuan virtual ini, namun para pemimpin negara akan menetapkan agenda aksi, skema rencana, dan pengajuan untuk membuat ketahanan iklim di bumi hingga akhir dekade ini.
Inggris menyebut bahwa pihaknya akan membentuk tim bersama Mesir, Bangladesh, Malawi, Saint Lucia, dan Belanda, mengajukan sebuah inisiatif iklim, termasuk sistem peringatan dini badai serta investasi untuk drainase banjir dan pertanian tahan kekeringan.
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2021
Belanda menjadi tuan rumah dalam pertemuan virtual yang bertujuan untuk merancang solusi praktis serta rencana untuk menangani perubahan ini hingga periode 2030.
Kurang dari sepekan setelah Presiden AS Joe Biden mengumumkan AS kembali bergabung dalam Kesepakatan Iklim Paris, Utusan Khusus Iklim John Kerry akan mewakili AS untuk bertemu dengan Wakil Perdana Menteri China Han Zheng, Kanselir Jerman Angela Merkel, Presiden Prancis Emmanuel Macron, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, dan lainnya.
Menjelang pertemuan tingkat tinggi itu, lebih dari 3.000 ilmuwan dari seluruh dunia mendesak para pemimpin negara untuk melakukan perlindungan yang lebih baik bagi masyarakat dari dampak pemanasan global.
"Dunia yang semakin cepat memanas ini telah mengalami kerusakan besar akibat kekeringan, kebakaran, gelombang panas, banjir, siklon tropis yang merusak, serta kejadian ekstrem lain yang kian intensif," kata para ilmuwan, termasuk lima penerima Nobel, dalam sebuah pernyataan.
"Kecuali jika kita melangkah maju dan beradaptasi mulai sekarang, hasilnya (hanya) akan berupa peningkatan kemiskinan, kekurangan air, gagal panen, dan lonjakan migrasi dengan korban nyawa manusia yang tidak sedikit," kata para ilmuwan menambahkan.
Perubahan iklim akan dapat menekan produksi pangan global hingga 30%, di sisi lain meningkatkan level air laut dan badai hebat yang dapat membuat ratusan juta orang di kota pesisir untuk pergi dari rumahnya, demikian menurut pelaksana pertemuan, Global Center on Adaptation (GCA).
"Tidak ada vaksin untuk perubahan iklim. Hal ini terjadi sangat amat cepat daripada yang kita pikirkan, menimbulkan risiko dan dampak yang berturut-turut. Membangun ketahanan atas perubahan iklim bukan sesuatu yang boleh dilakukan, namun harus dilakukan," kata Pimpinan GCA, Ban Ki-moon, kepada media pada Minggu (24/1) malam.
Bagaimanapun, tidak akan ada komitmen mengikat yang dihasilkan dalam pertemuan virtual ini, namun para pemimpin negara akan menetapkan agenda aksi, skema rencana, dan pengajuan untuk membuat ketahanan iklim di bumi hingga akhir dekade ini.
Inggris menyebut bahwa pihaknya akan membentuk tim bersama Mesir, Bangladesh, Malawi, Saint Lucia, dan Belanda, mengajukan sebuah inisiatif iklim, termasuk sistem peringatan dini badai serta investasi untuk drainase banjir dan pertanian tahan kekeringan.
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2021