Suatu ketika, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa perubahan iklim mendatangkan penyakit menular yang berisiko jadi pandemi serta penyakit tidak menular.
Bagaimana bisa perubahan iklim mendatangkan pandemi? Budi menjelaskan bahwa hal itu mengubah interaksi antara hewan dan manusia. Semakin sering perubahan interaksi tersebut, maka kian besar risiko terjadinya pandemi. Contohnya flu burung.
Dia juga menyebut bahwa dampak perubahan iklim dapat memicu masalah gizi. Dengan naiknya permukaan air laut, lahan semakin sempit sehingga tanah untuk produksi makanan kian berkurang.
Sudah sempit, lahan produksi makanan berkurang, belum lagi manusia harus tinggal di suatu tempat. Akhirnya, semua fungsi dijejalkan di satu ruang.
Perubahan iklim juga dapat memicu kanker kulit karena penipisan lapisan ozon membuat manusia tak punya banyak proteksi guna melawan radiasi.
Belum selesai dampak untuk kesehatan, ada juga dampak ekonomi. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut bahwa jika tidak segera ditangani, perubahan iklim dapat mengurangi PDB hingga 10 persen pada 2025.
Penurunan hingga 10 persen itu juga akan mempersulit upaya-upaya untuk mengurangi kemiskinan dan membuka lapangan pekerjaan bagi generasi muda.
Sri Mulyani menyebut bahwa temperatur global yang makin naik memicu lebih banyak bencana alam yang menghancurkan infrastruktur sehingga tak bisa digunakan. Untuk memperbaiki pun butuh uang yang tidak sedikit.
Tak luput, perubahan iklim juga dapat merusak tatanan sosial dan politik. Kelompok miskin menjadi yang paling terdampak, dan perubahan iklim juga memperlebar kesenjangan sosial dan memperparah ketegangan politik.
"ASEAN, dalam hal ini, adalah sebuah wilayah yang mengalami pertumbuhan dan ketahanan ekonomi, tapi tidak kebal dari ancaman-ancaman perubahan iklim dan geopolitik," kata Menkeu dalam perhelatan ISF 2024.
Sederet ancaman itu tentu dapat mendorong manusia untuk mencari solusi untuk tetap hidup. Dengan teknologi saat ini, belum memungkinkan bagi manusia untuk tinggal di planet lain, sehingga mau tidak mau, suka tidak suka, perlu langkah yang cepat, kalau perlu mengebut, untuk menyelamatkan Bumi. Karena waktunya juga tidak banyak lagi.
Bicara soal mengebut, emisi dari kendaraan menjadi salah satu penyumbang masalah. Oleh karena itu, perlu alternatif tenaga lainnya guna mencapai sebuah target ambisius: mengurangi emisi secara besar-besaran hingga 40 persen pada 2030, dan net zero emission pada 2060.
Indonesia pun tak mau ketinggalan. Oleh karena itu, dalam Indonesia International Sustainable Forum 2024, ribuan orang dari segala penjuru dunia dikumpulkan untuk membahas situasi nan genting itu, serta mengejar target global sedikit demi sedikit.
Dengan berbagai aset dari alam yang dimilikinya, negara, melalui PLN, berfokus mengembangkan energi alternatif guna keberlanjutan di Bumi. Hidrogen hijau salah satu contohnya.
Vice President Dekarbonisasi PT PLN (Persero) Ricky Cahya Andrian menyebutkan bahwa hidrogen hijau, yang dihasilkan oleh proses elektrolisis air menggunakan energi terbarukan, dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Ini menjadi daya untuk industri, selain untuk transportasi.
Produk turunan hidrogen hijau, seperti amonia dan metanol, bisa mendorong dekarbonisasi industri-industri seperti pupuk dan semen, yang emisinya sulit diturunkan. Belum lagi, dia menyebut energi itu juga dapat membantu Indonesia mencapai potensi energi terbarukan sebesar 3.687 gigawatt.
Dengan prospek menjanjikan seperti itu, tak heran Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pun membuatkan peta jalan dalam pengembangan dan penggunaan hidrogen hijau. Harapannya, sumber energi ini bisa melengkapi energi terbarukan lainnya, seperti udara dan surya.
Kalau modalnya sudah ada, yakni energi terbarukan, tentu yang terpenting adalah menggunakan modal itu, agar ada dampak nyata bisa terlihat. "Mengiklankan" barang itu menjadi bagian yang tak kalah penting agar dikenal dan diadopsi banyak orang, seperti kata Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Rut Krüger Giverin.
Dia menyebut bahwa pemerintah punya andil besar dalam mempromosikan gaya hidup berkelanjutan dengan cara menciptakan sistem yang mendukung hal itu. Seperti di Norwegia, pemerintahnya meyakinkan publik bahwa mereka peduli pada lingkungan dengan cara membubuhkan simbol untuk menginformasikan ke kontainer mana produk yang mereka pakai seharusnya dibuang apabila sudah menjadi sampah.
Selain sistem oleh pemerintah, memahami pasar juga penting untuk mendorong orang agar mau beralih ke energi yang ramah lingkungan. Menurut Direktur Astra Henry Tanoto, tiap masyarakat memiliki kebijakan, kebutuhan, serta kemampuan produksi yang berbeda-beda sehingga pilihan-pilihan produk ramah lingkungan yang disediakan pun harus sesuai.
Kendaraan, misalnya. Pihaknya menyediakan berbagai pilihan kendaraan dengan sumber energi yang berbeda-beda, contohnya baterai elektrik, biofuel, atau fuel cell EV. Dengan adanya pilihan-pilihan, publik bebas memilih mana yang paling cocok dengan mereka.
Dengan adanya bermacam teknologi yang digunakan, orang semakin cepat beralih dari kendaraan emisi karbon tinggi ke rendah karbon.
Akan tetapi, upaya-upaya itu semua adalah yang dilakukan oleh orang-orang yang besar namanya. "Lantas, apa yang bisa dilakukan anak muda?" Seorang siswa bertanya dalam satu sesi tematik ISF 2024. CEO PT VKTR Teknologi Mobilitas Gilarsi Wahju Setijono pun menjawab, yang bisa dilakukan saat ini oleh anak muda untuk membantu proses ini adalah belajar dengan baik.
Anak muda masih memiliki kemampuan untuk menyerap ilmu yang baik, dan mereka kreatif, sehingga tahu apa yang orang tua tidak tahu. Hidrogen adalah barang yang masih baru. Di kemudian hari, sumber energi itu bisa jadi lebih terjangkau dan tersedia seperti bensin sekarang karena banyaknya pencapaian yang dihasilkan studi dan riset dari anak-anak muda.
Dengan memberikan ruang dan pendanaan bagi anak muda bahkan publik untuk mengekspresikan ide-ide brilian mereka dalam menggencarkan keberlanjutan, maka proses untuk mengebut menuju net zero emission semakin kencang. Seperti yang dilakukan oleh East Ventures dan Temasek Foundation, yang menyelenggarakan kompetisi berjudul "Climate Impact Innovations Challenge".
Dalam lomba yang menjadi salah satu bagian ISF ini, terdapat tiga kriteria, yakni transisi energi, agrikultur berkelanjutan, dan ekonomi sirkular. Semua peserta menunjukkan kemampuan mereka dalam menciptakan produk yang dapat menjadi solusi untuk memajukan keberlanjutan yang dapat dikomersialisasikan serta dapat diadopsi secara cepat dan dalam skala besar.
Hadiahnya pun bermacam-macam, seperti total hadiah Rp10 miliar untuk mendanai proyek-proyek pemenang, akses ke investor, serta eksposur secara global.
Perjalanan menuju Bumi yang lebih hijau dan sehat terlihat sangat panjang, namun jika semua orang mau menjadi bagian dari perjalanan itu, maka segala kesulitannya tidak dapat menandingi hasil baik yang menanti.