Brussel (ANTARA) - Bulan lalu merupakan bulan September terpanas kedua yang pernah tercatat secara global dan di Eropa, menurut Layanan Perubahan Iklim Copernicus (Copernicus Climate Change Service/C3S) pada Selasa (8/10).
"September 2024 merupakan September terpanas kedua secara global, setelah September 2023," ujar C3S dalam sebuah siaran pers, seraya menambahkan bahwa rata-rata suhu udara permukaan tercatat di angka 16,17 derajat Celsius, atau 0,73 derajat di atas rata-rata suhu pada bulan September dalam periode 1991-2020.
Menurut C3S, rata-rata suhu global dari Januari hingga September 2024 merupakan yang tertinggi dalam sejarah untuk periode tersebut, atau 0,19 derajat lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu. Hal ini mengindikasikan bahwa 2024 hampir dapat dipastikan akan menjadi tahun terpanas dalam sejarah.
Di Eropa, suhu tertinggi di atas rata-rata sebagian besar tercatat di wilayah timur dan timur laut, sementara secara global, anomali terbesar terpantau di Kanada, Amerika Serikat bagian tengah dan barat, Amerika Selatan, Afrika timur laut, Jepang, dan China, papar C3S
"Kejadian-kejadian curah hujan ekstrem bulan ini diperparah oleh atmosfer yang lebih hangat, yang menyebabkan curah hujan yang lebih intens dengan curah hujan yang seharusnya turun dalam beberapa bulan justru turun hanya dalam beberapa hari," ungkap Wakil Direktur C3S Samantha Burgess, seraya menambahkan bahwa risiko curah hujan ekstrem akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya suhu.
"Semakin cepat kita mencapai emisi NetZero, semakin cepat pula kita dapat mengurangi risiko ini," ujarnya.
Beberapa fenomena banjir dahsyat yang terjadi baru-baru ini merenggut sedikitnya 20 nyawa di India dan Bangladesh, sementara banjir serupa pekan lalu menewaskan sedikitnya 20 orang di Bosnia dan Herzegovina.
Copernicus merupakan komponen dari program antariksa Uni Eropa (UE), yang dikoordinasikan dan dikelola oleh Komisi Eropa dalam kemitraan dengan negara-negara anggota UE.