Meski berbagai upaya telah dilakukan pemerintah, kepolisian dan pihak terkait lainnya dalam memberantas aktivitas pengeboran minyak secara ilegal atau illegal drilling di Indonesia umumnya. Namun aktivitas tersebut terus saja berlangsung. Memberantas, ternyata juga bukan solusi tepat.

Di Jambi misalnya, sejak Desember 2016 lalu, pemerintah bersama Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) serta pihak kepolisian sudah menutup paksa puluhan sumur-sumur minyak ilegal di Desa Lubuk Napal, Kabupaten Sarolangun. Namun kegiatan pengeboran minyak mentah secara ilegal masih saja berlangsung hingga saat ini. Meski tak sebanyak sebelum di razia aparat.

Di Kabupaten Muarojambi, awal tahun 2021 lalu, aparat kepolisian bersama TNI juga merazia lokasi illegal drilling, tepatnya di Desa Bukit Subur, Kecamatan Bahar Selatan. Aparat pun langsung menutup sebanyak 47 sumur dengan cor semen. Di kawasan ini, kegiatan illegal drilling berhasil dihentikan.

Kemudian di Kabupaten Batanghari, tepatnya di Desa Bungku dan Desa Pompa Air, Kecamatan Bajubang, sejak 2017 telah menjadi kawasan primadona pemodal untuk menyedot isi perut bumi tersebut, dengan mempekerjakan warga sekitar. Di kawasan tersebut pun, pemerintah bersama aparat dan SKK Migas, juga telah menutup paksa ratusan sumur-sumur minyak ilegal. Bahkan aktivitas pengeboran minyak sudah memasuki kawasan Taman Hutan Raya (Tahura), salah satu hutan lindung di Kabupaten Batanghari.

Tapi bak jamur di musim hujan, tumbuh dan terus tumbuh. Semakin diberantas semakin banyak. Semakin banyak pula warga desa setempat terlibat, bahkan banyak warga menggantungkan hidup dengan berjibaku mengeluarkan bahan bakar fosil tersebut. Padahal tidak satu item pun kegiatan tersebut sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) pengeboran minyak. Sehingga para pelaku berhadapan langsung dengan petaka. Tak heran jika kerap terdengar sumur minyak ilegal terbakar dan tempat penyulingan minyak dari kegiatan tersebut, meledak.

Teranyar, kebakaran sumur minyak ilegal di Desa Bungku itu, menjadi perbincangan hangat baik skala lokal maupun nasional. Sebab sumur yang terbakar sejak 18 September 2021 tersebut baru bisa dipadamkan setelah 39 hari ke depan. Bahkan oknum polisi di kabupaten setempat turut diamankan karena terlibat dalam insiden tersebut. Pemadaman dilakukan tim gabungan terdiri Tim Pemadam Kebakaran (Fire Team) Pertamina EP Jambi, Polda Jambi, TNI, PT Agronusa Alam Sejahtera (AAS) dan Manggala Agni Jambi serta BPBD Batanghari

Dalam upaya pemadaman itu, Fire Team Pertamina EP Jambi pada 25 Oktober melakukan foaming menggunakan 2 unit fire pump dengan 4 nozzle foam. Dalam aktivitas foaming, Tim Teknis melakukan mixing semen yang langsung diinjeksi-kan ke lubang sumur. Saat foaming dilakukan api sudah mulai mengecil, namun karena tekanan dalam sumur lebih besar, api pun kembali menyala.
 
Kemudian, Selasa 26 Oktober, Fire Team Pertamina EP Jambi kembali melakukan foaming menggunakan 2 unit fire pump dengan 4 nozzle foam. Kali ini saat foaming dilakukan api sudah mulai mengecil dan asap hitam pun tidak ada. Selanjutnya Fire Team Pertamina EP Jambi langsung mengubah proses foaming dengan menggunakan nozzle water jet untuk memadamkan sisa api yang sudah mengecil. Api pun berhasil dipadamkan dan selanjutnya dilakukan proses water cooling di sekitar lubang sumur. Proses selanjutnya tim teknis Pertamina EP Jambi melakukan injeksi semen untuk menutup lubang sumur secara permanen.
 
Kepala Perwakilan SKK Migas Sumbagsel, Anggono Mahendrawan, menyatakan, sudah menjadi komitmen SKK Migas dan KKKS untuk mengambil peran dalam penanganan illegal drilling. Meskipun SKK Migas pada prinsipnya hanya memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap kegiatan berdasarkan kontrak kerja sama migas, namun SKK Migas tetap mengupayakan untuk membantu pemerintah dan masyarakat dalam penanganan kegiatan illegal drilling tersebut.

Kejadian itu, menurut Anggono menjadi pembelajaran semua pihak, bahwa kegiatan sumur ilegal sangat merugikan semua pihak terutama masyarakat setempat. Kerusakan lingkungan, salah satu dampak yang tampak nyata.

Menurut dr Elvie Yennie yang juga Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Batanghari, aktivitas illegal drilling yang marak terjadi di Desa Bungku dan Desa Pompa Air Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi, menyebabkan kerusakan lingkungan parah. Salah satunya sumber air bersih masyarakat di daerah itu rusak. Sumber air tidak layak konsumsi dan masyarakat di sekitar kawasan itu terpaksa membeli air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.

Dinas Kesehatan Kabupaten Batanghari kata dr Elvie telah melakukan survei kesehatan lingkungan di kawasan penambangan minyak mentah ilegal dari tahun 2019 dan 2020. Hasilnya kualitas air di sekitar kawasan penambangan minyak jelek, tidak layak konsumsi karena air berwarna keruh, berbusa dan berminyak.

Selain itu kualitas udara dan partikel debu di sekitar kawasan penambangan minyak ilegal tidak baik karena berada di atas ambang batas toleransi. Tidak hanya kesehatan lingkungan yang buruk, masyarakat yang berada di kawasan penambangan minyak ilegal tersebut turut terserang penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan penyakit kulit. Tercatat sejak tahun 2019 hingga tahun 2020, jumlah kasus ISPA dan penyakit kulit di sekitar kawasan penambangan minyak ilegal tersebut, meningkat signifikan.


Solusi Jangka Panjang

Aktivitas illegal drilling di Jambi menyedot perhatian banyak pihak, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif pun terjun langsung melihat sumur-sumur minyak ilegal di Jambi. Saat itu, Menteri ESDM memantau dari udara lokasi illegal drilling di Desa Bungku, dimana salah satu sumur minyak ilegal di kawasan itu, tengah terbakar.

Saat kunjungannya ke Jambi, Jumat 15 Oktober 2021 itu, Tasrif mengatakan untuk mengatasi permasalahan pertambangan minyak ilegal yang ada di Provinsi Jambi tinggal menunggu waktu untuk bisa dilegalkan. Artinya sudah ada win-win solution yang dipikirkan pemerintah pusat. Melegalkan kegiatan tersebut, artinya menjadikan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).

Di hadapan awak media di Jambi, Arifin Tasrif menjelaskan, untuk peraturannya kini dalam tahap harmonisasi antara seluruh sektor dan sebentar lagi akan selesai. Daerah katanya akan diberi otoritas untuk pengelolaannya serta semua rekomendasi itu berdasarkan rekomendasi dari Pemerintah Provinsi Jambi dengan ukuran tertentu dan sesuai aturan. "Diperkirakan pada akhir tahun ini akan keluar aturan itu dan sekarang masih dalam tahap harmonisasi," kata Arifin Tasrif ketika itu.

Selain itu, katanya lagi, perlu ada pendekatan humanis dan dibarengi dengan aturan yang ada, yang mengikuti perundang-undangan untuk menjadi legal, supaya mencegah terjadinya kerusakan terhadap lingkungan dampak tambang tersebut.

Gubernur Jambi, Al Haris di kesempatan yang sama, juga menyatakan komitmen untuk menyelesaikan persoalan illegal drilling di Jambi. Pemerintah Provinsi Jambi kata Haris telah melakukan berbagai upaya untuk mencari solusi tepat dalam menangani illegal drilling.

Menteri ESDM kata Haris telah sepakat untuk merevisi Undang-undang Migas, agar kepentingan masyarakat juga terakomodir, sehingga sumur- sumur yang selama ini menjadi masalah, bisa dilegalkan dalam produksinya.

Ketua DPRD Provinsi Jambi, Edi Purwanto juga meyakini tambang rakyat menjadi solusi tepat penyelesaian illegal drilling di Jambi. Edi mengaku juga sudah berbicara langsung dengan Menteri ESDM. Menurutnya sudah ada sinyal, kawasan-kawasan illegal drilling dijadikan Wilayah Tambang Rakyat. Bahkan wilayah Jambi diyakini bisa menjadi pilot project tambang rakyat di Indonesia.

Terkait model yang diterapkan dalam aturan tambang rakyat, Edi belum bisa memastikan. Namun menurutnya baiknya WPR tetap di bawah Pertamina. Pihak Pertamina kemudian membina masyarakat dengan memperbaiki teknologinya, peralatan dan sistem keamanan pekerja, serta tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Hasilnya pun kata Edi bisa dikelola Pertamina sehingga nantinya menghasilkan bahan bakar yang berkualitas.

DPRD Jambi kata Edi, terus mendorong pemerintah pusat agar ada penyelesaian illegal drilling di wilayah Kabupaten Batanghari dan Sarolangun dengan baik, atau dengan keputusan yang saling menguntungkan, yakni dengan memberikan izin untuk WPR. DPRD saat ini kata Edi lagi, masih menunggu arahkan Kementerian ESDM, karena wewenang ada di pemerintah pusat. Edi menilai, penyelesaian cepat, sangat baik untuk semua rakyat Jambi dan pemerintah juga diuntungkan.

Setali tiga uang, rencana solusi pemerintah pusat menjadikan tambang rakyat legal atas desakan daerah itu menjadi pilihan tepat. Sebab berdasarkan catatan SKK Migas, sumur minyak ilegal di seluruh Indonesia jika kelola secara legal, bisa menghasilkan 10.000 barel per hari. Artinya dari kegiatan yang dilegalkan itu dapat membantu produksi migas di Indonesia.

SKK Migas mencatat saat ini, ada 4.500 sumur ilegal yang tersebar di Indonesia. Dari total sumur ilegal tersebut ditaksir memproduksi kurang lebih 2.500 barel minyak per hari. Angka itu diperoleh dari pendataan yang dilakukan kantor perwakilan SKK Migas di daerah dan juga Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

Menurut Tenaga Ahli Kepala SKK Migas, Ngatijan, dalam diskusi yang digelar secara virtual, Jumat (5/11), kegiatan penambangan sumur ilegal terdapat di banyak daerah di Pulau Sumatera. Dia mengatakan aktivitas penambangan ilegal selama ini sangat merugikan negara, merusak lingkungan dan bahkan menyebabkan korban jiwa.

Ngatijan mengatakan, ada dua alternatif dalam penanganan sumur ilegal tersebut. Pertama menghentikan aktivitas penambangan dengan rekomendasi prosedur penanganan dari seluruh aspek mulai dari dampak sosial, dampak lingkungan, dampak keamanan, hingga proses hukum.

Kedua, memberikan payung hukum agar aktivitas sumur ilegal tersebut dapat dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), sehingga kegiatan produksi bisa berjalan baik dan aman serta memberikan manfaat bagi daerah.

Selain upaya penindakan, kegiatan edukasi dan sosialisasi mengenai dampak buruk kegiatan illegal drilling dan illegal tapping juga terus dilakukan oleh SKK Migas bersama dengan berbagai pemangku kepentingan dan KKKS.

Kepala Departemen Humas SKK Migas Sumbagsel, Andi Arie Pangeran berharap, pemerintah dapat segera mengeluarkan aturan-aturan untuk kegiatan illegal drilling sehingga ada kejelasan akan dibawa ke arah mana. Sebab sejauh ini, kontribusi dan retribusi juga tidak ada terhadap masyarakat. Malah mengarah pada kerusakan lingkungan di sekitar aktivitas illegal drilling.

Dari berbagai pemikiran pemangku kepentingan di atas, tambang rakyat diyakini bisa menjadi solusi tepat. Masyarakat dan pemerintah sama-sama diuntungkan. Terlebih lagi, keberlangsungan lingkungan yang harus tetap terjaga, karena jika manusia tidak bersahabat dengan alam, maka alam pun enggan bersahabat.***
 

Pewarta: Dodi Saputra

Editor : Ariyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2021