Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyebut gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 yang diajukan oleh kubu Ganjar Pranowo-Mahfud Md perihal adanya dugaan pelanggaran administratif pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) adalah salah alamat.
“Pemohon yang memilih memasukkan permohonan dugaan pelanggaran administratif pemilu TSM kepada MK daripada kepada Bawaslu padahal masih ada waktu itu 14 hari, adalah benar-benar salah alamat dan patutlah untuk ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima,” ucap kuasa hukum KPU RI Hifdzil Alim dalam sidang lanjutan PHPU Pilpres 2024 di Gedung I MK RI, Jakarta, Kamis.
Hifdzil mengatakan dugaan pelanggaran administratif pemilu TSM merupakan ranah Bawaslu, sebagaimana diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Perbawaslu) Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilu.
Selain itu, hal yang sama juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Bahwa dalam Undang-Undang Pemilu, lembaga yang diperintahkan untuk memeriksa dugaan dua jenis pelanggaran administratif yang TSM adalah Bawaslu. Bahwa dengan demikian, jika terdakwa dugaan pelanggaran administratif yang TSM dalam pemilu, maka Bawaslu-lah yang diberikan kewenangan untuk memeriksa,” ucap Hifdzil.
Dalam materi gugatannya, Ganjar dan Mahfud mendalilkan bahwa pelanggaran TSM yang terjadi dalam Pilpres 2024 adalah nepotisme yang melahirkan abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan) terkoordinasi.
Terkait hal ini, KPU menilai ada kesesuaian definisi nepotisme yang termaktub dalam Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dengan definisi pelanggaran administrasi pemilu TSM yang diatur dalam Perbawaslu 8/2022.
Kesesuaian tersebut, kata Hifdzil, setidak-tidaknya sama-sama menguak adanya perbuatan, adanya subjek yang melakukan, penyelenggara negara, aparat pemerintah, penyelenggara pemilu, adanya perencanaan yang matang, dan adanya perbuatan yang melawan hukum.
Sebab itu, KPU menilai dugaan nepotisme maupun TSM dapat diperiksa berdasarkan tiga peraturan, yakni UU 28/1999, Perbawaslu 8/2022, serta UU Pemilu.
“Bahwa dengan demikian, dalil pemohon yang menyatakan terdapat kekosongan hukum sehingga Mahkamah Konstitusi harus memeriksa dugaan nepotisme dalam penyelenggaraan pemilu yang TSM menjadi runtuh,” imbuh Hifdzil.
Hari ini, Kamis, Mahkamah Konstitusi menggelar sidang pemeriksaan dengan agenda penyampaian jawaban termohon, keterangan pihak terkait, serta pemberi keterangan untuk perkara PHPU Pilpres.
Terdapat dua perkara yang diajukan. Perkara satu, yaitu permohonan yang diajukan oleh paslon nomor urut satu Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar dengan nomor register 1/PHPU.PRES-XXII/2024.
Sedangkan perkara dua, yaitu permohonan yang diajukan oleh paslon nomor urut tiga Ganjar Pranowo dan Mahfud Md dengan nomor register 2/PHPU.PRES-XXII/2024.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2024
“Pemohon yang memilih memasukkan permohonan dugaan pelanggaran administratif pemilu TSM kepada MK daripada kepada Bawaslu padahal masih ada waktu itu 14 hari, adalah benar-benar salah alamat dan patutlah untuk ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima,” ucap kuasa hukum KPU RI Hifdzil Alim dalam sidang lanjutan PHPU Pilpres 2024 di Gedung I MK RI, Jakarta, Kamis.
Hifdzil mengatakan dugaan pelanggaran administratif pemilu TSM merupakan ranah Bawaslu, sebagaimana diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Perbawaslu) Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilu.
Selain itu, hal yang sama juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Bahwa dalam Undang-Undang Pemilu, lembaga yang diperintahkan untuk memeriksa dugaan dua jenis pelanggaran administratif yang TSM adalah Bawaslu. Bahwa dengan demikian, jika terdakwa dugaan pelanggaran administratif yang TSM dalam pemilu, maka Bawaslu-lah yang diberikan kewenangan untuk memeriksa,” ucap Hifdzil.
Dalam materi gugatannya, Ganjar dan Mahfud mendalilkan bahwa pelanggaran TSM yang terjadi dalam Pilpres 2024 adalah nepotisme yang melahirkan abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan) terkoordinasi.
Terkait hal ini, KPU menilai ada kesesuaian definisi nepotisme yang termaktub dalam Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dengan definisi pelanggaran administrasi pemilu TSM yang diatur dalam Perbawaslu 8/2022.
Kesesuaian tersebut, kata Hifdzil, setidak-tidaknya sama-sama menguak adanya perbuatan, adanya subjek yang melakukan, penyelenggara negara, aparat pemerintah, penyelenggara pemilu, adanya perencanaan yang matang, dan adanya perbuatan yang melawan hukum.
Sebab itu, KPU menilai dugaan nepotisme maupun TSM dapat diperiksa berdasarkan tiga peraturan, yakni UU 28/1999, Perbawaslu 8/2022, serta UU Pemilu.
“Bahwa dengan demikian, dalil pemohon yang menyatakan terdapat kekosongan hukum sehingga Mahkamah Konstitusi harus memeriksa dugaan nepotisme dalam penyelenggaraan pemilu yang TSM menjadi runtuh,” imbuh Hifdzil.
Hari ini, Kamis, Mahkamah Konstitusi menggelar sidang pemeriksaan dengan agenda penyampaian jawaban termohon, keterangan pihak terkait, serta pemberi keterangan untuk perkara PHPU Pilpres.
Terdapat dua perkara yang diajukan. Perkara satu, yaitu permohonan yang diajukan oleh paslon nomor urut satu Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar dengan nomor register 1/PHPU.PRES-XXII/2024.
Sedangkan perkara dua, yaitu permohonan yang diajukan oleh paslon nomor urut tiga Ganjar Pranowo dan Mahfud Md dengan nomor register 2/PHPU.PRES-XXII/2024.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2024