PBB, New York (ANTARA Jambi) - Hampir satu juta anak di Nepal tak bisa kembali ke sekolah setelah gempa bumi memporak-porandakan negeri itu pada April.
Kondisi itu menyoroti perlunya untuk menangani pendidikan secara darurat, kata seorang juru bicara PBB di Markas Besar PBB, New York, Senin (18/5).
"Di Nepal, hampir satu juta anak tak bisa kembali ke sekolah dan seruan darurat bagi pendidikan hanya baru menerima 1,3 persen dana yang diperlukan, sehinga anak-anak menghadapi resiko penyelundupan, kerja paksa dan pelecehan," kata Wakil Juru Bicara PBB Farhan Haq dalam taklimat harian.
Utusan Sekretaris Jenderal PBB bagi Pendidikan Global Gordon Brown mengatakan peristiwa tragis di Nepal menggambarkan betapa mendesaknya keperluan untuk menangani pendidikan dan juga keperluan bagi dana kemanusiaan global untuk membiayai kegiatan yang relatif bagi bantuan mendesak, kata Haq.
Menurut satu laporan dari Kementerian Pendidikan Nepal, 12.550 ruang kelas dan 1.016 sistem pemasok air ke daerah sekolah hancur total, demikian laporan laporan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa siang. Lebih dari 4.070 ruang kelas mengalami keretakan besar dan sebanyak 6.889 ruang kelas lagi mengalami kerusakan kecil.
Pemerintah Nepal telah menunda tanggal pembukaan kembali sekolahnya pada 29 Mei, 15 hari lebih lama daripada tanggal sebelumnya tapi semua sekolah tersebut tampaknya tak bisa melaksanakan perintah karena bangunannya porak-poranda dan kekurangan ruang terbuka bagi instalasi sementara.
Wakil Dana Anak PBB (UNICEF) untuk Nepal Tomoo Hozumi mengatakan pada awal Mei bahwa sekolah mesti dibuka kembali tepat pada waktunya untuk memperkecil gangguan terhadap pendidikan dan resiko kekeasan serta penyelundupan. (Ant)