Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus melakukan modifikasi cuaca dengan merekayasa hujan sebagai salah satu upaya mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Tanah Air.
Baca juga: Kalteng tetapkan status siaga darurat karhutla
Baca juga: Cegah karhutla di Sumsel, digelar patroli udara pantau titik api
Secara umum, langkah modifikasi cuaca merupakan salah satu rangkaian atau rumpun penyelesaian dari permasalahan karhutla di Indonesia. Selain itu, melakukan pengendalian operasi terpadu sejak 2015 hingga posko-posko di lapangan dan penegakan hukum.
"Semua itu satu rumpun penyelesaian dalam pengendalian operasional. Namun, tetap ada unsur-unsur lain yang mesti kita lakukan sebagai solusi permanen," katanya.
Termasuk pula dengan melakukan analisis iklim, cuaca serta langkah-langkah lainnya untuk melakukan rekayasa dengan teknologi. Apalagi, selalu ada parameter yang sensitif terhadap kebakaran pada setiap kondisi curah hujan dan musim kemarau.
Selanjutnya, juga meliputi pantauan terhadap kualitas udara serta keseimbangan air di lapangan tepatnya melalui neraca air.
Sebab, pada hakikatnya kondisi neraca air itulah yang kemudian dapat menjadi tuntunan untuk melangkah dalam melakukan modifikasi cuaca dan membuat gambut basah.
Baca juga: Empat helikopter bantu pemadaman karhutla di Riau
"Karena apa? Karena gambutnya harus basah. Gambut basah itu kan kaitannya dengan neraca air di gambut dan ini berarti ada teknologinya, termasuk pakai satelit serta metode dan cara-cara menghitungnya," kata dia.
Ia mengatakan langkah modifikasi cuaca tersebut juga ada titik-titik tertentunya, di antaranya Sumatera, yakni meliputi Riau, Sumatera Selatan serta Jambi.
KLHK, lanjutnya, juga akan melakukan langkah serupa di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat sembari melihat perkembangan di Kalimantan Timur atau Kalimantan Selatan.
Baca juga: Bappenas: Solusi masalah karhutla perlu dilihat dari beragam ilmu