Jambi (ANTARA) - Sejumlah ibu rumah tangga terlihat sibuk memisahkan daging ikan dari tulangnya di dapur rumah produksi aneka olahan berbahan baku ikan lele , "Dapoer 29". Sebuah aktivitas produktif yang sempat terhenti selama empat bulan terakhir karena adanya renovasi bangunan rumah produksi tersebut.
Hari itu tidak banyak bahan produksi yang digunakan untuk membuat abon lele. Sekretaris Kelompok Dapoer 29 , Rini menyebutkan saat ini mereka hanya memproduksi olahan lele sesuai pesanan saja.
"Hari ini cuma bikin enam kilogram lele untuk diolah jadi abon, ini hari pertama produksi setelah selesai renovasi," kata Rini sambIl tangannya yang cekatan
mempersiapkan bahan-bahan pembuatan abon lele.
Rumah produksi aneka olahan lele Dapoer 29 yang berlokasi di RT 29 Kelurahan Eka Jaya Kecamatan Paal Merah Kota Jambi Provinsi Jambi ini merupakan kelompok binaan program CSR Pertamina DPPU Sultan Thaha. Fasilitasi kepada rumah produksi itu merupakan kelanjutan dari program CSR bagi Kelompok Pembudidayaan Ikan (Pokdakan) "Sinar Lele Jaya" yang bergulir sejak awal 2020.
Program budidaya lele mendapat sambutan antusias dan penuh harap dari warga. Ketua kelompok sekaligus Ketua RT 29 Kelurahan Ekajaya Samiyo Edi Karso, mengatakan budidaya lele menjadi awal keberlanjutan program CSR Pertamina DPPU Sultan Thaha lainnya di kelurahan itu. Semua program saling terintegrasi, mulai dari hulu hingga hilir yang menghadirkan produk jadi.
Menebar ekonomi baru
Sebanyak 12 kolam bioflok berjejer rapi di atas lahan yang sudah disiapkan. Di sampingnya terdapat peralatan bekas budidaya "aquaphonic" yang sedang dipersiapkan kembali untuk mulai ditebari benih. Beberapa orang pria anggota kelompok itu beraktifitas menebar pakan dan yang lainnya mengecek sirkulasi air di kolam bioflok berwarna biru itu.
"Kami senang sekali saat Pertamina DPPU Sultan Thaha berkeinginan membangun suatu program yang berdampak besar untuk kami, salah satunya pada sektor perekonomian yang berkelanjutan," kata Samiyo.
Awal tahun 2020, menjadi momen bergulirnya pembangunan pemberdayaan masyarakat di sana. Lahan yang semula merupakan tanah kosong tempat pembuangan sampah liar, atas inisiatif warga mulai dirancang pemanfaatannya agar menjadi produkif. Ide warga saat itu membuat kolam lele karena budidaya ikan berkumis panjang itu dianggap lebih mudah dijalankan.
Gayungpun bersambut, rencana warga RT 29 senafas dengan program Pertamina. Setelah melalui tahapan dan prosedur yang ada, Pokdakan Sinar Lele Jaya mendapatkan bantuan sarana prasarana dari perusahaan BUMN itu. Tanah yang semula menjadi tempat pembuangan sampah itu disulap sedemikian rupa menjadi kolam-kolam budidaya lele.
Kelompok tani bekerja keras untuk mengoptimalkan bantuan yang diberikan dan membuktikan keseriusan mereka dalam menjalankan program sesuai target dan tujuan yakni menuju keberhasilan.
Bukan saja bantuan sarana dan prasarana, kelompok tani yang berasal dari berbagai profesi seperti kuli bangunan, sopir, pelaku usaha depot air minum dan lainnya itu juga mendapatkan pembinaan serta pelatihan keterampilan budidaya lele. Pemberian bibit lele dioptimalkan dengan maksimal oleh anggota kelompok tani itu. Bagi mereka, ini bukan sekedar bantuan dan pembinaan, namun ada harapan besar dari Pertamina agar program tersebut menjadi salah satu upaya masyarakat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan keluarga.
"Kami diberi bibit ikan lele, pakan, dibina dan mendapat pelatihan teknis untuk mengelola budidaya lele, Kemudian manajemen kelompok , pengolahan produk hingga pemasaran . Banyak ilmu baru yang kami dapatkan," papar Samiyo.
Dari awal pendirian, terdapat enam kolam lele (bioflok) yang dikelola kelompok pembudidayaan ikan itu. Saat memasuki bulan ketiga 2020, kelompok itu harus dihadapkan dengan tantangan besar yakni pandemi COVID-19 yang datang melanda. Namun di bawah pembinaan dan pendampingan dari tim Pertamina, tidak mengendurkan semangat kelompok tani itu dalam menjalankan usaha budidayanya. Dengan telaten mengatur waktu sedemikian rupa agar para anggotanya mampu mengelola kolam lele di tengah aktivitas sehari-hari yang harus mereka jalankan..
Usaha memang tidak mengkhianati hasil, budidaya lele berhasil. Kelompok Sinar Lele Jaya mampu menjual hasil panen ke pedagang ikan di pasar. Pembeli yang notabene adalah pedagang pasar langsung datang ke kolam. Namun untuk tetap bertahan menghadapi badai pandemi, mereka juga menjual lele secara eceran kepada warga yang berminat.
"Karena pandemi jadi tetap jual eceran juga ke warga untuk konsumsi keluarga, karena pakan harus tetap kita beli," jelasnya.
Kenyataan bisa bertahannya usaha budidaya ikan lele mereka di tengah pandemi COVID-19 yang menghantam perekonomian dan sektor usaha, memberikan angin segar dan semangat bagi kelompok itu. Keberhasilan mempertahankan usaha di saat pelaku usaha lain terpukul telak menjadi spirit anggota kelompok ini untuk terus eksis hingga saat ini.
Keberhasilan budidaya lele ternyata memacu mereka melakukan ekspansi dengan menambah jenis budidaya ikan. Sesuai rencana awal budidaya ikan air tawar, maka variasi ikan selanjutnya yang dipilih adalah Ikan nila dan gurame sebagai varian budidaya ikan air tawar di Pokdakan Sinar Lele Jaya. Budidaya ikan air tawar yang awalnya hanya memiliki enam kolam kini sudah memiliki 12 kolam bioflok .
"Kami terus belajar, sudah ada ikan gurame, nila dan sudah membuahkan hasil, sedikit-sedikit bisa menambah penghasilan anggota kelompok," terangnya.
Kelompok ini juga terus berupaya menambah keilmuan dalam bidang budidaya ikan air tawar. Mereka juga belajar mengembangkan telur nila secara mandiri. Segala upaya dilakukan untuk mendorong hasil maksimal dari segala bantuan yang sudah diberikan oleh tim pendamping dari Pertamina.
Hasil penjualan lele sendiri sudah dapat digunakan kembali untuk memutar modal. Hasilnya juga sudah bisa dirasakan oleh anggota kelompok . Meski belum begitu besar, namun menurut mereka hasil ini akan menjadi lebih maksimal saat budidaya ini semakin terkelola dengan baik. Pemasaran untuk hasil panen hingga membuat produk turunan dari budidaya ikan air tawar bisa menjadi alternatif pemasaran melalui produk olahan.
Menciptakan empat produk olahan lele
Mengolah lele menghasilkan produk turunan mulai dikembangkan seiring keberhasilan budidaya sudah mulai terasa. Selain terdapat hasil panen yang dijual kepada pedagang ikan di pasar, khusus lele yang berukuran besar atau jumbo digunakan sebagai bahan utama olahan di rumah produksi aneka olahan lele Dapoer 29.
"Untuk ikan lele yang ukuran jumbo ini dipakai untuk produksi ibu-ibu di Dapoer 29. Kebanyakan pembeli atau pedagang ikan kurang berminat membeli yang ukuran jumbo," kata Samiyo.
Aktivitas produksi olahan lele Dapoer 29 sempat terhenti salam empat bulan terakhir. Hal ini dikarenakan proses renovasi rumah produksi yang memakan waktu. Renovasi dilakukan untuk mendukung proses produksi sehingga anggota kelompok dapat melakukan produksi dengan baik.
Sekretaris Dapoer 29, Rini, menjelaskan dalam sekali produksi biasanya mereka membutuhkan 15 kilogram lele yang bisa menghasilkan empat kilogram abon lele.
Ide membuat aneka produk olahan ini muncul ketika ada hasil panen lele yang belum bisa terjual. Bagaimana memanfaatkan bahan baku yang ada kemudian diolah kembali menjadi produk jadi yang siap jual. Lagi-lagi Pertamina DPPU Sultan Thaha mendampingi melalui pelatihan untuk proses produksi dan pengolahan bahan baku lele menjadi produk turunan siap jual.
"Awalnya ibu-ibu di sini dikumpulkan , katanya ada bantuan lagi dari Pertamina untuk membuat produk olahan lele," Rini berkisah.
Dari pembicaraan tersebut, ternyata terdapat 11 emak-emak yang memiliki semangat untuk membangun rumah produksi ini. Untuk menghasilkan produk olahan yang baik dibutuhkan semangat dan kerjasama yang solid antar anggota kelompok.
Pertamina DPPU Sultan Thaha langsung cepat tanggap dengan semangat yang ditunjukkan emak-emak RT 29 Kelurahan Eka Jaya itu. Ke 11 anggota kelompok diberikan pelatihan membuat produk olahan dari lele. Maka dimulailah pelatihan, yang mana menjadi pengalaman pertama mereka belajar membuat abon dari lele.
Dari lele semua termanfaatkan. Pembuatan abon lele prosesnya diawali dengan merebus ikan lele terlebih dahulu, kemudian dipisahkan daging dengan tulang dan kulitnya. Dagingnya yang berwarna putih digunakan langsung sebagai bahan baku abon.
Dari abon produksi berlanjut masih dengan memanfaatkan lele. Daging lele bukan saja dibuat menjadi abon namun juga diolah menjadi stik lele yakni kudapan semacam pangsit. Tentu sayang bila hanya daging lele saja yang dimanfaatkan, sehingga kemudian kelompok ini juga memanfaatkan tulang badan dan kepala lele untuk dibuat menjadi kudapan lezat lainnya.
Hasilnya menakjubkan , dari tulang dan kepala lele ternyata bisa dibuat kerupuk. Tulang terlebih dahulu "difresto" atau dilunakkan sehingga mudah untuk diolah dan tidak membahayakan ketika dikonsumsi.
Dari bagian lele lainnya, mereka juga mengolah kulit lele menjadi keripik kulit lele. Semua produk itu berhasil didapatkan hanya dengan satu jenis ikan budidaya air tawar itu saja.
"Kesemua bagian dari lele kita manfaatkan. Jadi semua produk olahan di sini, ciri khasnya lele," katanya.
Sesuatu yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Bila selama ini ikan lele hanya menjadi lauk pauk, namun melalui pendampingan tim Pertamina, mereka mendapatkan ilmu baru. Ikan lele bisa menjadi bahan baku yang mampu menghasilkan beragam kudapan lezat.
"Kami bersyukur bisa menjadi salah satu yang terpilih oleh Pertamina untuk mendapatkan pembinaan. Ini benar-benar bermanfaat bagi kami, awalnya kami tidak pernah tahu bila lele bisa dijadikan bahan olahan cemilan dan makanan jenis lainnya seperti ini. Ternyata lele bisa lebih lezat dan tak hanya dijadikan sebagai lauk pauk saja," ungkapnya.
Lebih dari itu, bukan hanya kudapan lezat. Dari olahan lele inilah ke-11 ibu-ibu ini juga dapat menambah isi dompet mereka dari hasil penjualan empat produk unggulan olahan lele. Dari produksi lele, Pertamina juga membantu kelompok ini melalui pemasaran. Untuk menarik minat masyarakat, Pertamina membantu kelompok ini mulai dari teknik kemasan hingga perizinan sebagai pelaku UMKM.
"Iya produk kami sudah ada PIRT-nya ( Perizinan Produksi Industri Rumah Tangga) ," kata Rini sambil memperlihatkan produknya.
Mulai dari hulu hingga hilir, Pertamina memberikan pembinaan kepada kelompok ini. Pemberdayaan kepada masyarakat dilakukan secara bertahap namun saling berkaitan. Pertamina mendatangkan pelatih yang mengajarkan secara langsung 'step by step proses' pengolahan lele.
"Iya kemarin ada pelatih dari Pertamina yang mengajari kita, untuk packaging juga Pertamina yang bantu, perizinan dan sebagainya," katanya lagi..
Rini mengatakan, produk olahan lele yang mereka buat bukan sembarangan. Kebersihan menjadi ciri khas utama pada setiap produk mereka. Rini memastikan, meski terbuat dari seluruh bagian ikan namun aneka produk olahan lele itu tidak berbau amis. Dalam proses pembuatannya ikan direbus menggunakan daun salam dan jeruk yang mampu menghilangkan bau amis.
"Kami jamin tak bau amis meski terbuat dari lele," terangnya
Proses pengerjaan atau produksi juga menerapkan protokol kesehatan. Ibu-ibu ini menggunakan masker serta sarung tangan saat mengolah bahan baku. Ke depannya mereka berharap bisa mengolah ikan air tawar lainnya untuk dibuatkan olahannya menjadi kudapan lezat.
11 outlet swalayan
Produk rumah aneka olahan lele Dapoer 29 ini sepertinya tidak diragukan lagi kelezatannya. Peminatnya juga semakin banyak. Wajar bila produk olahan mereka akhirnya mampu masuk ke sebelas outlet swalayan di Kota Jambi. Abon, stik, kerupuk dan keripik lele masuk ke swalayan lokal Jambi. Pemasaran tentunya semakin masif dilakukan dengan masuknya produk olahan lele ke swalayan.
Saat ini produksi olahan lele dilakukan sesuai pemesanan. Seperti yang terlihat saat produksi pertama usai vakum selama empat bulan. Mereka hanya mengerjakan enam kilogram lele untuk dijadikan abon sesuai dengan pesanan saat itu. Untuk swalayan mereka menerapkan sistem 'menitip'.
"Sekarang sesuai pesanan saja, begitu juga untuk yang ke swalayan. Kalau habis baru kita buat lagi," terangnya.
Selain memasarkan di swalayan, produk olahan lele ini juga pernah dipasarkan secara langsung oleh warga yang berjualan di Muara Sabak Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
"Saat itu bulan puasa, mereka beli produk kita dan dijual ke Muara Sabak," ungkapnya.
Produk olahan lele ini dibanderol dengan harga beragam, misalnya abon seberat 80 gram dijual Rp20 ribu. Sementara itu, jika dilihat aneka olahan yang paling laris, stik lele adalah produk olahan yang paling banyak peminatnya.
"Stik lele paling laris, rasanya pas gurih yang pasti nggak ada amis lelenya," sebutnya.
Produk olahan lele membawa perubahan bagi mereka, setidaknya dari hasil penjualan kudapan berbahan baku lele ini dapat menambah pendapatan anggotanya. Meski belum begitu besar, namun hal ini dapat menambah pendapatan mereka.
"Setidaknya kami juga ada aktivitas lain, sebenarnya ibu-ibu disini juga ada yang bekerja, berjualan sarapan dan lainnya. Lumayan hasilnya bisa buat nambah, minimal untuk kebutuhan pribadi,"terangnya.
'Aquaphonic'
Setelah berhasil dengan budidaya lele,nila dan gurame serta menghasilkan aneka produk olahan dari lele muncul dampak produksi dalam bentuk air kolam pascapanen ikan yang harus dibuang dan diganti.
Limbah adalah permasalahan yang dihadapi oleh kelompok pembudidayaan ikan itu. Terutama limbah budidaya ikan lele, yang mana air sisa perawatan terbuang begitu saja.
Dari situlah, Samiyo bersama rekan anggota kelompok lainnya berfikir cara menangani limbah air ini. Bila dibuang begitu saja mereka berfikir akan merusak lingkungan. Di sini kolaborasi dengan tim Pertamina berlanjut. Cara terbaik yang dipilih adalah dengan menerapkan sistem "akuaphonik".
Dengan sistem ini maka limbah budidaya lele , nila dan gurame ini tidak akan terbuang begitu saja sehingga tidak mencemari lingkungan.
Setelah diskusi dengan tim Pertamina, mereka mendapatkan solusi bagaimana dapat kembali menghasilkan sesuatu yang bermanfaat dari limbah yang dihasilkan. Salah satunya bisa digunakan untuk aquaphonic. Salah satu hasil dari limbah lele untuk aquaphonic.
Jenis sayuran "pakcoy" menjadi pilihan pada aquaphonic untuk pertama kali. Kesuksesan budidaya lele serta aneka olahan lele lainnya juga menular ke aquaphonic. Tahun 2021 mereka sudah melakukan panen untuk pertama kalinya. Sebagai wujud syukur atas keberhasilan mereka, hasil panen itu dijadikan sebagai souvenir kepada peserta vaksinasi COVID-19 yang digelar oleh Pertamina DPPU Sultan Thaha.
Samiyo menuturkan, saat ini kelompoknya kembali tengah mempersiapkan penanaman aquaphonic tahap kedua . Kesuksesan aquaphonic tahap pertama membakar semangat kelompok untuk kembali menjajal kesuksesan aquaphonic di tahap kedua. Selain ingin merasakan hasilnya , aquaphonic menjadi upaya kelompok tani ini untuk meminimalisasi limbah yang disebabkan dari budidaya lele ini.
"Kita ingin lingkungan bersih dan sehat juga. Kita nggak bisa buang limbah sembarangan lalu merusak lingkungan. Makanya ada aquaphonic biar semua bisa digunakan dengan maksimal tidak ada pencemaran lingkungan," kata Samiyo.
Destinasi wisata olahan ikan
Dengan berbagai solusi produksi yang saling terkait bagi Pokdakan Sinar Lele Jaya dan Dapoer 29, membuat Pertamina optimistis program CSR pendampingan itu menjadi kawasan percontohan. Keberhasilan dalam menciptakan potensi-potensi baru di lingkungan warga adalah tujuan dari pemberian CSR itu.
Terpilihnya Kelurahan Eka Jaya RT 29 sebagai penerima CSR Pertamina bukan tanpa alasan. Dikatakan oleh Senior Supervisor CSR & SMEPP Region Sumbagsel Agustina Mandayati, Kelurahan Eka Jaya memiliki berbagai potensi baik dari sumber daya manusia dan juga lingkungannya, Banyaknya lahan kosong yang tidak dimanfaatkan secara benar dan produktif , salah satunya hanya dijadikan tempat pembuangan sampah.
"Kita sebelumnya melihat beberapa warga sudah memulai budidaya ikan lele namun belum dikembangkan secara optimal. Adanya pendampingan dari Pertamina tentu jadi nilai lebih bagi mereka, kami memberikan pelatihan dari awal sampai ke pemasarannya tujuannya untuk menciptakan kemandirian ekonomi masyarakat," kata Agustina Mandayati..
Kekompakan masyarakat menjadi nilai tambah yang meyakinkan Pertamina DPPU Sultan Thaha memilih kelurahan ini sebagai mitra pendampingannya. Dalam program pemberdayaan tentunya membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak serta kemauan masyarakat yang akan dibina.
"Karakter masyarakat di RT 29 Kelurahan Eka Jaya sangat kompak, dan mau bekerja sama,mau terus belajar untuk membangun kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat sehingga kami (Pertamina) yakin akan keberlanjutan program," tegasnya.
Kontribusi lainnya juga berasal dari pemerintahan setempat . Dukungan pemerintah selama proses pendampingan memberikan banyak dampak bagi kelompok dan tim Pertamina.
"Adanya peran aktif dari pemerintah setempat seperti kelurahan Eka Jaya sangat membantu pada proses pendampingan untuk menjalankan program secara baik dan berkelanjutan," tambahnya.
Harapan besar bagi keberlangsungan kelompok ini bagi Pertamina sangat berarti. Melalui program yang sudah dijalankan selama ini, seharusnya mampu mendukung kemandirian masyarakat terutama pada sektor ekonomi. Sisi lain kemandirian masyarakat yang diharapkan agar masyarakat kelompok ini harus mampu menciptakan inovasi-inovasi baru sehingga dapat mengembangkan usaha dan memacu kemandirian di segala aspek.
Besar harapan dari program-program yang telah dijalankan dapat menciptakan masyarakat yang mandiri maju secara perekonomian,dapat selalu berinovasi untuk dapat mengembangkan potensi-potensi lainnya dari program-program yang telah dijalankan," imbuhnya.
Tujuan menciptakan Kelurahan Eka Jaya menjadi kampung mandiri masih butuh perjuangan panjang. Ke depannya kampung binaan Pertamina ini dapat dijadikan percontohan dan menjadi destinasi wisata olahan ikan di Kota Jambi.
" Tujuan akhirnya adalah kemandirian masyarakat dan bagaimana mereka akhirnya bisa sebagai penggerak perekonomian baik jika dijadikan kampung percontohan ataupun yang lebih tinggi kampung wisata. Namun itu butuh proses dan komitmen yang kuat. Program Ini juga sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan atau SDGS Point ke-8 yaitu pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi," terangnya.
Berbagi ilmu
Awalnya anggota kelompok ini dibekali oleh Pertamina dengan keilmuan baru sesuai program yang direncanakan. Namun siapa sangka, keberhasilan mereka melakukan pengelolaan pada proses hulu hingga hilir mulai dilirik pihak luar .
Samiyo mengatakan, kelompoknya beberapa kali sudah diundang oleh beberapa instansi untuk menjadi pembicara mengenai usaha budidaya ikan tawar.
"Alhamdulillah, rasanya bersyukur ternyata kami semakin dilirik. Beberapa kali diminta menjadi pembicara mengenai usaha budidaya ini," ujarnya.
Dari produk olahan lele, kelompok ini juga sudah digandeng oleh instansi terkait untuk mengikuti pameran UMKM. Menurutnya ini membuktikan kerja keras anggota kelompok membuahkan hasil dengan semakin banyak pihak yang melirik hasil kerja keras mereka.
Ke depannya ilmu dan pendampingan dari tim Pertamina ini diharapkan dapat berkontribusi pada kemajuan daerahnya terutama berkaitan dengan kemandirian masyarakat dalam menciptakan potensi ekonomi baru bagi daerah.
"Terima kasih Pertamina ilmunya sangat bermanfaat, membantu ekonomi kami menjadi bangkit, Ini potensi baru yang kami bisa kembangkan bersama Pertamina," tutupnya.
Dari program pendampingan dan sinergitas Pertamina dengan warga RT 29 Kelurahan Eka Jaya itu, menjadi inspirasi untuk program pemberdayaan masyarakat yang lainnya. Kolaborasi tak sebatas menghasilkan produk dan memasarkannya untuk mendorong peningkatan ekonomi masyarakat, namun juga sekaligus memberikan solusi penanganan serta peningkatan kualitas lingkungan hidup yang efektif.
Sebuah sinergi yang menabur benih ekonomi baru bagi Kelurahan Eka Jaya.