Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM Ahmad Zabadi mengungkapkan bahwa pengawasan untuk koperasi simpan pinjam (KSP) akan dilakukan satu lembaga bernama Otoritas Pengawasan Koperasi atau OPK.
Oleh karena itu, pihaknya memastikan bahwa pengawasan KSP sepenuhnya berada di bawah KemenkopUKM, alias tidak di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal itu sudah ditegaskan dalam RUU PPSK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan) dan juga RUU Perkoperasian.
OPK, kata dia, akan didesain tidak sepenuhnya diisi orang-orang KemenKopUKM saja, melainkan ada perwakilan dari gerakan koperasi dan stakeholder lainnya, melalui benchmark yang dilakukan di beberapa negara seperti AS dan Jepang, dimana pengawasan koperasi dilakukan dengan cara ini dan tidak di bawah otoritas semacam OJK maupun bank sentral.
"Yang diatur di RUU PPSK itu, koperasi yang existing berada di sektor keuangan. Artinya, RUU PPSK itu hanya mengatur koperasi yang bersifat open loop," ungkapnya.
Jadi, lanjut Zabadi, hanya koperasi yang bersifat open loop pengawasannya berada di bawah OJK. Contoh, BPR yang dimiliki koperasi, LKM yang berbadan hukum koperasi, dan asuransi berbadan hukum koperasi. Itu termasuk bila nanti ada koperasi kripto, atau koperasi yang bergerak di sektor pinjaman online.
"Itu semua adalah koperasi yang bersifat open loop. Sehingga, proses perizinan dan pengawasannya berada di bawah OJK," ujarnya.
Sementara koperasi yang sifatnya close loop adalah yang murni koperasi simpan pinjam, dengan begitu nantinya akan diatur rasio modalnya, rasio penyaluran, rasio BMPK-nya, dan sebagainya.
Ia juga menyampaikan KSP itu hanya yang dari, oleh, dan untuk anggota koperasi, serta tidak boleh menyelenggarakan kegiatan di luar usaha simpan pinjam.
Pihaknya juga mengakui sudah ada komitmen bersama dengan Kementerian Keuangan untuk merumuskan satu model LPS bagi koperasi.
"Makanya, saya setuju hadirnya LPS Koperasi ini harus didukung pengawasan yang efektif melalui OPK," ucap Zabadi.