Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan RI menerbitkan surat edaran terkait shared competency atau pembagian kompetensi untuk mengatasi persinggungan pelayanan yang melibatkan profesi para dokter spesialis di rumah sakit.
Kompetensi yang saling bersinggungan di antara profesi tenaga kesehatan, kerap berdampak pada pelayanan bagi pasien, bahkan berpotensi pada perdebatan hingga konflik internal dalam organisasi profesi dokter.
"Pada suatu pelayanan medis tertentu, ternyata dalam praktiknya dapat dilakukan oleh dokter spesialis, atau dokter gigi spesialis, dan dokter subspesialis atau dokter gigi subspesialis dari bidang spesialisasi atau subspesialisasi yang berbeda," katanya.
Untuk itu, Kemenkes menerbitkan Surat Edaran Nomor HK.02.01/MENKES/5/2023 tentang Penataan Pelayanan Kesehatan Bagi Dokter Spesialis/Dokter Gigi Spesialis dan Dokter Subspesialis/Dokter Gigi Subspesialis Dengan Kompetensi yang Bersinggungan Melalui Shared Competency di Rumah Sakit.
Edaran tersebut meminta rumah sakit untuk fokus memberikan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan spesialistik dan subspesialistik, termasuk penggunaan sarana, prasarana, dan alat kesehatan.
Selain itu, setiap tenaga kesehatan harus memiliki standar kompetensi yang telah disahkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan atau buku putih (white paper) masing- masing bidang spesialis atau subspesialis.
Tenaga kesehatan juga wajib memiliki clinical appointment berdasarkan rekomendasi komite medik dari pimpinan rumah sakit tempatnya bertugas.
“Rekomendasi komite medik diberikan berdasarkan sertifikat kompetensi atau sertifikat kompetensi tambahan atau dokumen lain yang membuktikan kompetensi yang dimiliki tenaga medis,” katanya.
Kemenkes juga memperhatikan aspek monitoring dan evaluasi penerapan shared competency yang dilakukan secara berkala dalam memberikan pelayanan kesehatan yang efektif, berkualitas dan terstandar untuk menjamin mutu dan keselamatan pasien.
Pada tahap ini, hasil monitoring dan evaluasi disampaikan kepada Menkes melalui Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan setiap tiga bulan sekali.
“Nantinya, hasil laporan tersebut digunakan sebagai bahan untuk melakukan penilaian dalam proses akreditasi dan reakreditasi rumah sakit,” katanya.