Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Departemen Manajemen Strategi dan Tata Kelola Bank Indonesia (BI) Dwityapoetra Soeyasa Besar menilai peran perbankan sangat penting untuk menurunkan emisi karbon.
Dengan demikian peranan perbankan nantinya akan mempengaruhi peningkatan pembiayaan hijau secara langsung maupun peningkatan berbagai proyek hijau.
Maka dari itu, pria yang akrab disapa Dwitya ini menekankan kolaborasi antar institusi, termasuk perbankan, pemerintah BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan lain-lain merupakan hal yang wajib dilakukan dalam agenda perubahan iklim.
Adapun BI sejauh ini telah mendukung perbankan untuk mendorong agenda perubahan iklim melalui tiga kebijakan, yakni kebijakan mengenai Loan To Value (LTV) maupun uang muka (Down Payment/DP), Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM), serta insentif penurunan Giro Wajib Minimum (GWM).
BI telah memberikan kebijakan pelonggaran LTV dan DP Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) yang memiliki emisi karbon rendah. Dengan begitu, perbankan bisa memberikan uang muka yang rendah kepada debitur untuk mempermudah debitur mengajukan kredit.
"Namun terkait risiko dari masing-masing debitur menjadi kewajiban bank untuk menilainya," tambahnya.
Kemudian, lanjut dia, terkait RPIM, BI telah memberikan ketentuan kepada perbankan untuk memenuhi RPIM yang dilakukan secara bertahap yaitu paling sedikit sebesar 20 persen pada 2022, 25 persen pada 2023, dan 30 persen pada 2024.
Untuk melakukan pemenuhan RPIM ini, bank diharuskan untuk dengan terlebih dahulu membeli obligasi hijau.
Sementara untuk penurunan GWM diberikan bank sentral kepada perbankan guna menambah likuiditas bank sehingga bank bisa lebih mudah untuk memberikan pembiayaan kepada berbagai proyek hijau.