London (ANTARA) - Harga minyak mentah menguat sekitar dua persen pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), karena pasar mempertimbangkan pemotongan pasokan Agustus oleh eksportir utama Arab Saudi dan Rusia terhadap prospek ekonomi global yang lemah.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Agustus diperdagangkan 1,44 dolar AS lebih tinggi pada 71,23 dolar AS per barel. Tidak ada penyelesaian untuk perdagangan WTI karena pasar AS libur.
Arab Saudi pada Senin (3/7/2023), mengatakan akan memperpanjang pengurangan produksi sukarela sebesar 1 juta barel per hari (bph) hingga Agustus sementara Rusia dan Aljazair secara sukarela menurunkan tingkat produksi dan ekspor Agustus masing-masing sebesar 500.000 barel per hari dan 20.000 barel per hari.
Jika diterapkan sepenuhnya, itu akan menghasilkan pengurangan gabungan sebesar 5,36 juta barel per hari mulai Agustus 2023. Bahkan, mungkin lebih karena beberapa negara dalam kelompok produsen OPEC+ tidak dapat memenuhi kuota produksi mereka, kata analis PVM Tamas Varga.
Pemotongan total sekarang mencapai lebih dari 5 juta barel per hari, atau 5,0 persen dari produksi minyak global.
"Jelas, Saudi mengambil langkah proaktif dan pre-emptive untuk menstabilkan harga minyak mentah serta menargetkan kenaikan mencapai 80 dolar AS per barel untuk mempertahankan anggaran domestik mereka," kata Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates yang berbasis di Houston.
Meski begitu, pasar akan menunggu untuk memverifikasi pemotongan yang diumumkan Rusia, dan kekhawatiran berlanjut bahwa suku bunga tinggi akan membebani permintaan global, kata Lipow.
Kedua harga acuan minyak turun sekitar satu persen di sesi sebelumnya, karena prospek ekonomi makro yang suram berfungsi untuk menghapus kenaikan awal.
Pasar AS ditutup pada Selasa (4/7/2023) untuk liburan Hari Kemerdekaan negara tersebut.
Sedikit yang berubah dalam dinamika minyak meskipun ada pengumuman Senin (3/7/2023), kata analis OANDA Craig Erlam.
"Hanya penembusan signifikan di atas 77 dolar AS yang akan menunjukkan sesuatu telah berubah, jika tidak, perdagangan di kisaran ketat dapat terus berlanjut."
Survei bisnis menunjukkan penurunan aktivitas pabrik global karena permintaan yang lesu di China dan Eropa, dan manufaktur AS juga turun lebih jauh pada Juni ke level yang terakhir tercatat pada gelombang pertama pandemi COVID-19.
Ketidakpastian yang lebih luas ini kemungkinan akan membayangi upaya OPEC+ untuk memperketat pasokan, kata beberapa analis.
Bahkan sebelum pengumuman pemotongan terbaru, data Badan Energi Internasional (IEA) menyatakan pasar minyak akan menunjukkan defisit pasokan sekitar 2 juta barel per hari pada kuartal ketiga dan keempat, kata analis Commerzbank.
Harga minyak tidak melonjak signifikan karena berita tersebut, sebagian besar karena kekhawatiran permintaan atas pemulihan ekonomi China yang lamban setelah pencabutan pembatasan pandemi. Sementara itu, suku bunga di AS dan Eropa diperkirakan akan naik lebih lanjut untuk mengatasi inflasi yang terus-menerus tinggi, kata para analis.