Jakarta (ANTARA) - Ahli Kesehatan Yayasan Rumah Sakit Islam Indonesia (Yarsi) Jurnalis Udin mengatakan optimalisasi data genomik berperan meningkatkan efisiensi pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien tuberkulosis (TBC).
"Melalui teknologi genomik, kita dapat mengetahui mana obat yang cocok," ujarnya saat ditemui di Universitas Yarsi, Jakarta, Rabu.
Peta genomik mengidentifikasi seluruh asam deoksiribonukleat atau DNA dan menyediakan berbagai informasi untuk melihat kelainan-kelainan maupun ciri-ciri tertentu yang dimiliki oleh manusia.
Bila ada kelainan, kata dia, maka genom menjadi predictor apakah seseorang itu akan menderita penyakit tertentu atau tidak ke depannya.
Jurnalis menuturkan data genomik sangat penting untuk mengobati pasien sesuai dengan ciri mereka masing-masing.
"Misalnya saya darah tinggi dan ada 10 macam obat, mana yang paling cocok dengan saya? Dengan genomik kita bisa tahu (obat mana yang cocok)," ucapnya.
Perkembangan teknologi kesehatan yang pesat saat ini, lanjutnya, membuat teknologi genomik semakin populer karena perawatan dan pengobatan penyakit mulai mempertimbangkan pola DNA seseorang yang diberikan secara individual.
Walau penyakitnya sama, kata dia, namun pemberian obat bisa tidak sama karena menyesuaikan dengan pola DNA tersebut. Kini pengobatan berbasis DNA telah mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Pada 2022 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membentuk Biomedical and Genome Science Initiative (BGSI) yang bertugas mengkoleksi data genomik masyarakat Indonesia.
Jumlah genomik yang berhasil dikoleksi saat ini ada 4.000 data dan terus bertambah dari waktu ke waktu. Meski angkanya masih sedikit bila dibandingkan total penduduk, namun data ini sangat berharga untuk melihat bagaimana kondisi kesehatan di Indonesia.