Bangko (ANTARA) - Rumah Tuo Rantau Panjang di Kecamatan Tabir, Kabupaten Merangin, Jambi merupakan bangunan tradisional berupa rumah panggung yang menjadi saksi perkembangan peradaban kebudayaan suku batin dari animisme hingga islam.
Untuk mengunjungi Rumah Tuo Rantau Panjang menempuh perjalanan dari Kota Bangko kurang lebih selama 43 menit dengan jarak sejauh 30 kilometer menggunakan kendaraan bermotor.
Rumah Tuo tersebut terletak di tengah pemukiman perkampungan masyarakat suku batin.
Suku batin adalah salah satu suku di Provinsi Jambi yang berasal dari Kabupaten Kerinci, kebudayaan mereka diakulturasi campuran antara Melayu Jambi dan Minangkabau.
Sementara itu, Pamong Budaya Ahli Muda Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah V Novie Hari Putranto mengatakan benda maupun non benda terkait kebudayaan yang ada di sana masih lestari.
Dulunya, pemukiman Rantau Panjang berasal dari dusun yang bernama Koto Rayo yang berjarak kurang lebih 20 kilometer dengan dusun Rantau Panjang.
Dusun Koto Rayo pada waktu itu merupakan dusun yang cukup aman dan makmur, dipimpin oleh Poyang Depati yang dibantu oleh putrinya yang bernama Puteri Pinang Masak.
Untuk menghindari peperangan dari musuh yaitu Raja Tun Telanai yang menginginkan untuk memperistri Putri Pinang Masak.
Maka penduduk dusun tersebut berinisiatif untuk menghilangkan dusun mereka, istilah penduduk setempat adalah di "limun", tetapi sebelumnya penduduk diperintahkan untuk pindah berpencar ke wilayah lain.
Jumlah kepala keluarga yang dipindahkan ada 60 kepala keluarga terbagi dalam Marga Batin Lima, yaitu Poyang Depati membawa 19 kepala keluarga, Rio Seling membawa 14 kepala keluarga dan Rio Pembarep membawa 13 kepala keluarga.
Kemudian Rio Pulau Ara membawa sembilan kepala keluarga, Rio Pemuncak membawa lima kepala keluarga.
Poyang Depati, inilah yang membawa 19 kepala keluarga pergi ke wilayah Rantau Panjang, di sana mereka mendirikan pemukiman baru yang lokasinya terletak di Ujung Tanjung dipinggir aliran Sungai Semayo, lokasi tersebut sekarang ini bernama Dusun Kampung Baruh.
Kemudian Ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Tabir Mukhtar YS mengatakan kedatangan Poyang Depati membawa 19 kepala keluarga itu mereka mendirikan bangunan Rumah Tuo pada 1330 masehi.
Pada masyarakat ini sebuah desa (dusun) dihuni oleh sejumlah keluarga luar yang disebut Piak, pemimpin desa disebut Depati, sedangkan pembantunya disebut Rio.
Menanggapi hal tersebut, Toko Masyarakat Batin Iskandar menambahkan Poyang Depati menempati Rumah Tuo pada tahun 1333 masehi.
Menurut dia, hingga saat ini Poyang Depati sudah memiliki keturunan generasi yang ke 14, pada masa generasi ke tujuh itu masyarakat dengan kepercayaan animisme kemudian memeluk agama islam yang masuk pada 1653 masehi ke Rantau Panjang.
Selanjutnya pengaruh Islam terhadap peradaban kebudayaan mempengaruhi masyarakat sehingga Rumah Tuo dijadikan tempat penyelenggaraan upacara adat.
Salah satunya, kata Iskandar, upacara yang masih diselenggarakan sampai saat ini adalah upacara penutupan Bulan Ramadan yang diselenggarakan pada hari ketujuh bulan Syawal diantaranya acara kesenian tari-tarian, berpantun dan pencak silat.