Jambi (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Jambi bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) menggelar sosialisasi sistem cepat pelaporan penyakit ikan berbasis Android, bagi pembudidaya ikan dan penyuluh di Kabupaten Batanghari.
"Pengendalian penyakit ikan yang lebih efisien dengan aplikasi Sicekatan diharapkan dapat meminimalisir kerugian secara ekonomi serta meningkatkan produksi ikan budidaya di Jambi,"kata Wakil Gubernur Jambi Abdullah Sani di Desa Teluk Ketapang, Batanghari, Kamis.
Ia mengatakan, Sicekatan merupakan sistem berbasis digital untuk pelaporan penyakit ikan, hasil kerja sama KKP dan FAO dalam Technical Cooperation Programme (TCP) yang berjalan sejak 2023.
Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pembudidaya ikan dan penyuluh perikanan dalam pencegahan dan penanganan dengan cepat masuknya dan penyebaran penyakit ikan, khususnya pada jenis patin dan nila.
Melalui aplikasi Sicekatan, kata dia, pembudidaya ikan dapat melaporkan dan mendokumentasikan gejala penyakit ikan pada kolam budidaya.
Selain itu, bisa lebih mudah dan mendapatkan saran penanganan dengan cepat dan tepat dari gugus tugas tanggap darurat penyakit ikan.
Aplikasi ini telah tersedia di Play Store sejak April 2025. Sebelumnya, pelatihan penggunaan aplikasi ini telah diberikan kepada perwakilan pembudidaya, penyuluh dan anggota satuan gugus tugas di tingkat Provinsi Jambi.
Guna memastikan pemanfaatan Sicekatan secara lebih luas, sosialisasi melibatkan kelompok pembudidaya ikan Harapan Maju di Desa Teluk Ketapang serta penyuluh perikanan, petugas Pos Pelayanan Kesehatan Ikan Terpadu (Posikandu), serta anggota tim gugus tugas tanggap darurat.
Dalam simulasi penggunaan aplikasi dan diskusi penanganan penyakit ikan melibatkan berbagai unsur.
Provinsi Jambi yang dilalui oleh Sungai Batang Hari, sungai terpanjang di pulau Sumatera, memiliki potensi besar dalam budidaya ikan.
Provinsi ini menghasilkan setidaknya memproduksi 20.000 ton ikan patin pada 2023 berdasarkan data KKP.
Namun, wabah penyakit ikan berisiko menghambat pengembangan potensi ini. Langkah ini sejalan dengan program pemerintah untuk percepatan target swasembada pangan dan ketahanan pangan nasional.
Kepala Perwakilan FAO di Indonesia - Timor Leste Rajendra Arya mengatakan, program ini tidak hanya digitalisasi sistem pengendalian penyakit ikan.
Namun proyek kerja sama TCP KKP dan FAO telah melatih pembudidaya ikan dan petugas lapangan terkait resistensi antimikroba (AMR), serta tanggap darurat dan perencanaan kontinjensi untuk penyakit ikan.
Petugas Posikandu juga telah dilatih dalam investigasi wabah, serta dalam pemantauan dan pelaporan penyakit ikan.
“Dengan pelaporan, pendataan dan pemetaan penyakit ikan yang lebih cepat serta terintegrasi dengan sistem monitoring penyakit ikan yang dikelola oleh KKP, pemerintah pusat maupun daerah dapat mengambil kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan para pembudidaya dan petugas di lapangan,” katanya.
Sementara itu Ketua Kelompok Pembudidaya Ikan Harapan Maju, Ernawati mengatakan, program ini sangat baik dalam upaya meningkatkan kesejahteraan pembudidaya di Desa Teluk Ketapang.
“Pengendalian penyakit ikan yang tepat dan cepat dapat menekan angka kehilangan produksi ikan dan memastikan kesejahteraan kami sebagai pembudidaya ikan skala kecil,” harapnya.