Penjabat Sekretaris Daerah Provinsi Jambi, Sudirman menegaskan bahwa Pemprov Jambi mendukung konservasi habitat Gajah Sumatera, yakni dengan pelestarian bentang alam Bukit Tigapuluh.
Hal tersebut disampaikannya dalam Sosialisasi Forum Kolaborasi Pengelola Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor Hidupan Liar di Bentang Alam Bukit Tigapuluh Kabupaten Tebo di Hotel Aston Jambi, Kamis.
Hadir pada kesempatan tersebut Bupati Tebo Sukandar, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian LHK yang diwakili oleh Kepala Seksi Pengawetan INSITU Kris Manko Padang, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi dan Koordinator Nasional FP-II.
Sudirman meyatakan, pelestarian bentang alam Bukit Tigapuluh merupakan syarat dalam menghindari konflik manusia dengan gajah, yakni agar gajah tidak keluar Kawasan konservasi gajah.
Sudirman juga mengatakan, komitmen Pemprov Jambi terhadap perlindungan kehidupan satwa liar di Provinsi Jambi diwujudkan dalam SK Gubernur Jambi nomor: 177/ KEP.GUB/DISHUT-3.3/2020 yang menetapkan terbentuknya Forum Kolaborasi Pengelola Kawasan Ekosistem Esensial Koridor Hidupan Liar di Bentang Alam Bukit Tigapuluh Kabupaten Tebo.
Sudirman menyatakan bahwa alam Bukit Tigapuluh merupakan hutan tropis dataran rendah terletak di pusat pulau Sumatera dan merupakan rumah bagi bermacam satwa kharismatik dan terancam punah seperti Harimau Sumatera, Tapir, Trenggiling dan Gajah Sumatera, serta habitat bagi pelestarian orang utan termasuk keberlangsungan hidup Gajah Sumatera di alam liar sangat tergantung pada kemampuan kelestarian dan habitatnya.
Kerusakan habitat yang terjadi mengakibatkan tingginya konflik manusia dan Gajah Sumatera di bentang alam Bukit Tigapuluh. Gajah Sumatera merupakan mamalia terbesar yang hidup di Indonesia dan secara spesifik hanya dapat dijumpai di Sumatera, kemampuan menyebarkan biji-bijian dan ekosistem hutan menjadikan mamalia ini sebagai spesies payung (umbrella species).
"Regenerasi alami vegetasi di hutan yang sangat terbantu dengan keberadaan Gajah Sumatera. Namun, dibalik itu semua terdapat satu hal menggelisahkan sebab kini hampir 80 persen justru hidup di luar kawasan konservasi seperti areal hutan produksi, perkebunan kelapa sawit dan area lainnya. Kondisi inilah yang berpotensi menyebabkan fenomena konflik manusia dan Gajah Sumatera." ujar Sudirman.
Sudirman menjelaskan, upaya konservasi dengan melibatkan masyarakat adalah salah satu jalan dalam perlindungan gajah di alam, karena secara tradisi masyarakat memiliki pengalaman hidup berdampingan dengan gajah, tradisi ini adalah penghormatan terhadap gajah yang tujuannya untuk perlindungan gajah dan menghindari konflik gajah dengan manusia..
"Manajemen berbasis bentang alam adalah terobosan baru yang dapat dilakukan, sehingga perlu dilakukan secara kolaboratif. Menjadi menarik karena rencana pengelolaan kawasan esensial ekosistem tersebut dibingkai dengan pengelolaan koridor satwa liar terancam punah yaitu Gajah Sumatera," kata Sudirman.
KEE Koridor Gajah Sumatera kata Sudirman adalah salah satu bentuk kompromi manajemen kawasan yang memiliki nilai ekologis tinggi namun berada di luar kawasan konservasi. Hal ini selaras dengan salah satu visi misi yang ingin dicapai Provinsi Jambi yaitu meningkatkan aksesibilitas dan kualitas infrastruktur umum, pengelolaan energi dan sumber daya alam yang berkeadilan dan berkelanjutan.
"Untuk itu, pengelolaan sumber daya alam di Provinsi Jambi telah diwujudkan dalam banyak program seperti pembangunan ekonomi hijau dan percepatannya melalui "green growth compact" yaitu sebuah komitmen antara pemerintah, swasta dan masyarakat yang mendorong pembangunan hijau. KEE Koridor Hidupan liar Bentang Alam di Bukit Tigapuluh adalah contoh nyata dari "green growth compact" yang tengah digagas. Forum ini membutuhkan kontribusi berbagai elemen," kata Sudirman menjelaskan.
Sudirman juga menyampaikan bahwa dari hasil diskusinya dengan Pemerintah Kabupaten Tebo dan Kepala BKSDA, kondisi dari tempat tersebut sudah dirambah oleh illegal logging.
"Tadi saya bicara dengan pak bupati bahwa kondisi sekarang tidak berarti kondisinya masih asri, Kepala BKSDA mengatakan sudah ada illegal logging di sekitar Bukit Tigapuluh. Kondisi ini kalau terus-menerus dibiarkan, maka potensi alam yang ada untuk hidup habitat Gajah Sumatera menjadi berkurang dan konsekuensinya akan beralih ke luar konservasi yang banyak bersentuhan dengan kehidupan manusia. Oleh karena itu, forum punya tanggung jawab untuk ikut juga menyelamatkan alam. Kita juga bekerja sama dengan pemerintah Riau dan dari Sumatera Barat," jelas Sudirman.***
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2020
Hal tersebut disampaikannya dalam Sosialisasi Forum Kolaborasi Pengelola Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor Hidupan Liar di Bentang Alam Bukit Tigapuluh Kabupaten Tebo di Hotel Aston Jambi, Kamis.
Hadir pada kesempatan tersebut Bupati Tebo Sukandar, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian LHK yang diwakili oleh Kepala Seksi Pengawetan INSITU Kris Manko Padang, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi dan Koordinator Nasional FP-II.
Sudirman meyatakan, pelestarian bentang alam Bukit Tigapuluh merupakan syarat dalam menghindari konflik manusia dengan gajah, yakni agar gajah tidak keluar Kawasan konservasi gajah.
Sudirman juga mengatakan, komitmen Pemprov Jambi terhadap perlindungan kehidupan satwa liar di Provinsi Jambi diwujudkan dalam SK Gubernur Jambi nomor: 177/ KEP.GUB/DISHUT-3.3/2020 yang menetapkan terbentuknya Forum Kolaborasi Pengelola Kawasan Ekosistem Esensial Koridor Hidupan Liar di Bentang Alam Bukit Tigapuluh Kabupaten Tebo.
Sudirman menyatakan bahwa alam Bukit Tigapuluh merupakan hutan tropis dataran rendah terletak di pusat pulau Sumatera dan merupakan rumah bagi bermacam satwa kharismatik dan terancam punah seperti Harimau Sumatera, Tapir, Trenggiling dan Gajah Sumatera, serta habitat bagi pelestarian orang utan termasuk keberlangsungan hidup Gajah Sumatera di alam liar sangat tergantung pada kemampuan kelestarian dan habitatnya.
Kerusakan habitat yang terjadi mengakibatkan tingginya konflik manusia dan Gajah Sumatera di bentang alam Bukit Tigapuluh. Gajah Sumatera merupakan mamalia terbesar yang hidup di Indonesia dan secara spesifik hanya dapat dijumpai di Sumatera, kemampuan menyebarkan biji-bijian dan ekosistem hutan menjadikan mamalia ini sebagai spesies payung (umbrella species).
"Regenerasi alami vegetasi di hutan yang sangat terbantu dengan keberadaan Gajah Sumatera. Namun, dibalik itu semua terdapat satu hal menggelisahkan sebab kini hampir 80 persen justru hidup di luar kawasan konservasi seperti areal hutan produksi, perkebunan kelapa sawit dan area lainnya. Kondisi inilah yang berpotensi menyebabkan fenomena konflik manusia dan Gajah Sumatera." ujar Sudirman.
Sudirman menjelaskan, upaya konservasi dengan melibatkan masyarakat adalah salah satu jalan dalam perlindungan gajah di alam, karena secara tradisi masyarakat memiliki pengalaman hidup berdampingan dengan gajah, tradisi ini adalah penghormatan terhadap gajah yang tujuannya untuk perlindungan gajah dan menghindari konflik gajah dengan manusia..
"Manajemen berbasis bentang alam adalah terobosan baru yang dapat dilakukan, sehingga perlu dilakukan secara kolaboratif. Menjadi menarik karena rencana pengelolaan kawasan esensial ekosistem tersebut dibingkai dengan pengelolaan koridor satwa liar terancam punah yaitu Gajah Sumatera," kata Sudirman.
KEE Koridor Gajah Sumatera kata Sudirman adalah salah satu bentuk kompromi manajemen kawasan yang memiliki nilai ekologis tinggi namun berada di luar kawasan konservasi. Hal ini selaras dengan salah satu visi misi yang ingin dicapai Provinsi Jambi yaitu meningkatkan aksesibilitas dan kualitas infrastruktur umum, pengelolaan energi dan sumber daya alam yang berkeadilan dan berkelanjutan.
"Untuk itu, pengelolaan sumber daya alam di Provinsi Jambi telah diwujudkan dalam banyak program seperti pembangunan ekonomi hijau dan percepatannya melalui "green growth compact" yaitu sebuah komitmen antara pemerintah, swasta dan masyarakat yang mendorong pembangunan hijau. KEE Koridor Hidupan liar Bentang Alam di Bukit Tigapuluh adalah contoh nyata dari "green growth compact" yang tengah digagas. Forum ini membutuhkan kontribusi berbagai elemen," kata Sudirman menjelaskan.
Sudirman juga menyampaikan bahwa dari hasil diskusinya dengan Pemerintah Kabupaten Tebo dan Kepala BKSDA, kondisi dari tempat tersebut sudah dirambah oleh illegal logging.
"Tadi saya bicara dengan pak bupati bahwa kondisi sekarang tidak berarti kondisinya masih asri, Kepala BKSDA mengatakan sudah ada illegal logging di sekitar Bukit Tigapuluh. Kondisi ini kalau terus-menerus dibiarkan, maka potensi alam yang ada untuk hidup habitat Gajah Sumatera menjadi berkurang dan konsekuensinya akan beralih ke luar konservasi yang banyak bersentuhan dengan kehidupan manusia. Oleh karena itu, forum punya tanggung jawab untuk ikut juga menyelamatkan alam. Kita juga bekerja sama dengan pemerintah Riau dan dari Sumatera Barat," jelas Sudirman.***
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2020