Makanan yang terbuang dari ruang dapur saat ini telah menjadi tantangan bagi lingkungan, sosial, dan ekonomi seluruh negara di dunia, tak terkecuali Indonesia.
Sampah makanan yang terbuang ikut berperan meningkatkan emisi gas rumah kaca yang dapat merusak lapisan ozon bumi akibat gas metana yang dihasilkan dari proses pembusukan. Gas metana punya kekuatan lebih besar dalam merangkap panas di atmosfer dibandingkan karbon dioksida.
Peristiwa tragis 18 tahun silam tentang longsoran bukit sampah setinggi 60 meter yang menewaskan 157 orang di Leuwigajah, Kota Cimahi, Jawa Barat, menjadi bukti sampah yang terbuang tak hanya dapat merusak lingkungan tetapi juga merenggut nyawa manusia.
Saat ini metode paling sederhana dan efektif untuk menangani timbulan sampah organik adalah melalui pembuatan kompos yang dapat dilakukan pada setiap rumah atau bank sampah.
Komunitas pendidikan lingkungan hidup dan pelestari alam bernama Kebun Kumara mengajak masyarakat urban untuk berkebun dan mengolah makanan yang terbuang menjadi kompos agar memperkaya kandungan organik pada tanah.
Co-founder sekaligus CEO Kebun Kumara, Siti Soraya Cassandra, mengatakan pintu masuk Kebun Kumara untuk mengajak orang membuat kompos adalah berkebun. Komunitas ini menggarap dan mendesain kebun pangan yang holistik dan berkelanjutan di pinggiran Jakarta Selatan.
Apabila bicara kebun pangan, maka bicara perut dan menumbuhkan bumbu dapur, sayur-mayur, dan obat-obatan butuh tanah serta pupuk. Pupuk bisa didapatkan gratis dari sisa makanan di dapur dalam waktu sekitar dua pekan.
"Kami mengajak masyarakat untuk mengolah sampah menjadi black gold atau emas hitam yang akan menjadi humus untuk ada di rumah," kata Sandara dalam acara Hari Kompos di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, pada 26 Februari 2023 lalu.
Proses pembuatan kompos dari limbah makanan terbilang mudah, yaitu memilah sampah organik dan memasukkannya ke dalam tong atau lubang biopori. Apabila proses pembusukan ingin berlangsung cepat, maka sampah organik yang sudah dipilah itu dicampurkan dengan cairan aktivator EM4.
Aktivitas pembuatan kompos dari limbah makanan bisa menghemat banyak sumber daya, menghemat ongkos, dan menghemat energi karena sampah organik tidak lagi melewati perjalanan panjang untuk sampai ke tempat pemprosesan sampah atau TPA.
Melalui kegiatan memilah sampah dan mengompos, maka keajaiban dan keagungan alam bisa disaksikan langsung di rumah tentang bagaimana humus terbentuk untuk memberi nutrisi kepada setiap tanaman agar tumbuh dan berkembang.
Manfaat Kompos
Pada 2022, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat angka timbulan sampah di Indonesia mencapai 68 juta ton per tahun, dengan komposisi terbesar bersumber dari sampah organik sisa makanan sebesar 41,27 persen dan kurang lebih ada 38,20 persen bersumber dari rumah tangga.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, mengatakan praktik membuat kompos menjadi sangat penting karena menyuburkan tanah dan menambah kandungan material organik. Bahan organik yang ada pada tanah bisa meningkatkan water holding capacity yang berguna bagi kesuburan tanah melalui perbaikan tekstur dan struktur tanah.
"Kadang-kadang pohon kita enggak disiram tetap tumbuh itu karena butir-butir tanah ada water holding capacity. Jadi, tanah ada kekuatan untuk memberikan air kepada tanaman," ujarnya.
Kompos dan humus punya persamaan, yakni hasil dari proses penguraian atau dekomposisi dari bahan-bahan organik yang penting bagi tanaman.
Perbedaan keduanya hanya terletak pada proses pembuatan di mana kompos terbentuk dengan campur tangan manusia, sedangkan humus terbentuk secara alami akibat pelapukan daun dan batang pohon di hutan hujan tropis yang lebat sebagai sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang mengalami perombakan oleh organisme dalam tanah bersifat stabil, kadang-kadang warnanya hitam kecokelatan.
Menteri Siti Nurbaya menuturkan, penumpukan pelapukan secara alami di hutan selama 100 tahun hanya membentuk lapisan humus setebal satu sentimeter yang sangat subur.
Dengan demikian, kegiatan pembuatan kompos dari sampah organik sangat penting dan punya dasar-dasar keilmuan yang cukup jelas karena memberikan manfaat baik bagi lingkungan.
Pemerintah Indonesia mendorong masyarakat agar mengurangi sampah organik secara bertahap melalui pengelolaan mandiri dari rumah.
Bebas sampah 2030
Pemerintah Indonesia telah menyampaikan penguatan komitmennya untuk berkontribusi mengurangi emisi gas rumah kaca melalui dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) yang dilampirkan pada September 2022.
Dokumen itu sebagai bentuk komitmen kepada dunia dalam pengendalian perubahan iklim yang meliputi target penurunan emisi gas rumah kaca sektor limbah.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan optimistis mampu mewujudkan target Indonesia bebas sampah pada tahun 2030. Berbagai rencana aksi sektor sampah telah disusun untuk mencapai target tersebut, salah satunya pengelolaan sampah dengan pendekatan ekonomi melingkar.
Pemerintah mengoptimalkan seluruh rantai nilai pengelolaan sampah melalui perluasan tanggungjawab produsen, pendekatan gaya hidup minim sampah, serta mengembangkan bank sampah.
Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat jumlah bank sampah saat ini mencapai 13.716 unit yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Industrialisasi penanganan sampah juga dikembangkan melalui pendekatan sampah sebagai bahan baku daur ulang hingga pemanfaatan gas metana dari sampah organik sebagai sumber energi alternatif untuk substitusi elpiji ataupun listrik.
Melalui target bebas sampah, skema pengelolaan sampah di Indonesia kini telah bergeser ke hulu dengan dengan partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati mengatakan bila seluruh masyarakat Indonesia mampu melakukan pengomposan sampah organik sisa makanan secara mandiri di rumah mereka, maka ada sekitar 10,92 juta ton sampah organik yang tidak diangkut ke TPA setiap tahun dan bisa menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 6,8 juta ton setara karbon dioksida.
"Ketika kita mengelola sampah, maka sampah bisa memberikan keuntungan secara ekonomi dan menambah kesejahteraan masyarakat," kata Vivien.
Aktivitas mengompos tak hanya sekedar mengolah limbah organik menjadi pupuk, tetapi kegiatan ini merupakan salah satu cara sederhana untuk mengurangi beban planet bumi sekaligus merawat tanah agar selalu subur.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2023