Jakarta (ANTARA Jambi) - Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menegaskan, sunat perempuan tidak memiliki manfaat secara medis namun jika ada beberapa pihak yang memaksa untuk dilakukan. disarankan untuk dilakukan oleh petugas medis.
"Secara medis tidak ada gunanya, itu adalah masalah kebiasaan atau adat. Kalaupun dilakukan sunat, sebaiknya dilakukan oleh petugas kesehatan untuk mencegah infeksi," kata Menkes di Jakarta, Senin.
Pernyataan tersebut dikeluarkan Menkes menjawab kontroversi terkait praktek sunat perempuan dan menyatakan tidak melarang jika ada pihak yang ingin melakukan sunat bagi perempuan namun dengan syarat tertentu dan dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih.
"Saya kira (kontroversi) ini sudah selesai dengan adanya peraturan Menteri Kesehatan yang lalu, tapi ternyata tidak, jadi akan kita tingkatkan lagi sosialisasi ke depannya," ujar Nafsiah.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1636/MENKES/PER/XI/2010 yang menyatakan bahwa sunat perempuan adalah tindakan menggores kulit yang menutupi bagian depan klitoris, tanpa melukai klitoris.
Permenkes itu juga menyatakan bahwa sunat perempuan seharusnya hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu dan setiap pelaksanaan sunat perempuan hanya dapat dilakukan atas permintaan dan persetujuan perempuan yang disunat, orang tua dan atau walinya.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah mengeluarkan fatwa tentang Sunat Perempuan Nomor 9A Tahun 2008 yang berbunyi: "Khitan bagi laki-laki maupun perempuan termasuk fitrah (aturan) dan syiar Islam. Dan khitan terhadap perempuan adalah makrumah (ibadah yang dianjurkan).(Ant)