Jambi (ANTARA Jambi) - Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Jambi Supriyadi mengakui adanya kelalaian petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Kuala Tungkal sehingga terjadi kerusuhan yang menyebabkan kaburnya 62 orang narapidana dan tahanan.
"Sebelum kerusuhan pecah pada Minggu (20/1), sudah ada tanda-tanda yang menunjukkan akan adanya pemberontakan dari penghuni Lapas," katanya di Jambi, Rabu.
Ini adalah kelalaian, sebelum terjadi kerusuhan sudah ada SMS yang berisi peringatan akan adanya pemberontakan dari penghuni Lapas, namun petugas lalai dan menganggap sepele hal itu, sehingga mereka tidak mengantisipasinya.
Menurut Supriyadi, sehari sebelum kejadian, Jumat (18/1), saat dilakukan senam bersama, beberapa orang napi telah menyampaikan protes kepada petugas Lapas, di antaranya terkait hak untuk mendapatkan pembebasan bersyarat.
Selain itu, juga ada sejumlah aturan lainnya yang dipertanyakan penghuni Lapas, seperti menjenguk keluarga yang meninggal dunia.
"Mungkin penyampaian (dari pihak Lapas, red) tidak jelas, sehingga timbul ketidakpuasan yang dilampiaskan dengan melarikan diri dan membuat kerusuhan. Yang jelas petugas di sana tidak mengantisipasi hal ini," ujarnya.
Persoalan semakin menjadi-jadi sebab para napi dan tahanan mendengar ada teman-teman mereka yang dipukul dan dihajar oleh sipir setelah tertangkap saat hendak kabur.
"Padahal, pada Sabtu, sudah ada kesepakatan antara warga binaan dengan sipir yang menghendaki agar tidak ada lagi pemukulan terhadap napi dan tahahan yang kabur," ujarnya.
Ia mengimbau petugas agar tidak ada lagi tindakan kekerasan dan pemukulan kepada warga binaan di Lapas.
Pihak Kemenkumham sejauh ini telah memenuhi tuntutan dan hak dasar warga binaan dan telah disosialisasikan di Lapas yang ada di Jambi.
Kepala Lapas Kualatungkal Budi Prayitno mengatakan, sejumlah warga binaan marah kepada petugas, ada kemungkinan petugas terpancing emosi setelah melakukan pencarian siang malam terhadap 56 tahanan yang diketahui melarikan diri sehari sebelumnya.(Ant)