Jakarta (ANTARA Jambi) - Para guru dari Sekolah Guru Indonesia (SGI) Dompet Dhuafa yang telah mengajar di daerah-daerah terpencil di Indonesia menciptakan dan meluncurkan buku berjudul "Beta Guru Sudah".
"Buku 'Beta Guru Sudah' ini berisikan tentang kisah perjalanan para guru SGI dalam menangani siswa-siswa unik di daerah penempatan. Selain itu, ada juga kisah dari beberapa sosok inspiratif dalam dunia pendidikan," kata guru model SGI dan penulis buku "Beta Guru Sudah" Syaiful Hadi di Jakarta, Kamis.
Pernyataan tersebut dia sampaikan dalam acara peluncuran buku tersebut yang sekaligus merupakan kegiatan "Temu Guru Nasional 2013" bertema "Menjadi guru adalah tekad dan kebanggaan" di Auditorium Adhiyana, Gedung Wisma ANTARA, Jakarta Pusat.
Menurut Syaiful, hal yang mendorong para guru SGI menciptakan buku itu adalah suatu harapan akan munculnya kebanggaan dan semangat baru bagi pengajar di Indonesia dalam mentransformasikan nilai-nilai positif kepada peserta didik.
"Banyak hikmah yang dapat diambil dari kisah perjalanan SGI, dan itu akan lebih bermanfaat ketika disampaikan kepada seluruh guru Indonesia. Itulah alasan kami menerbitkan buku ini," ujarnya.
Ia mengatakan, mengajar di daerah terpencil merupakan sebuah perjalanan panjang yang keberhasilannya tidak dapat dihitung hanya dalam satu atau dua tahun karena dibutuhkan waktu yang lama untuk melihat keberhasilan itu.
"Idealisme, semangat, dan pengorbanan adalah modal utama yang dimiliki oleh guru yang ditempatkan di daerah terpencil. Apakah ini mudah? Tentu tidak," katanya.
"Banyak tantangan yang dihadapi oleh guru-guru yang mengajar di pelosok, mulai dari menghadapi masalah siswa, guru rekan kerja, kepala sekolah, masyarakat sekitar, hingga kebijakan-kebijakan daerah," lanjutnya.
Ia berpendapat bahwa menjadi guru di daerah terpencil tidak seperti mengajar di kota karena guru di daerah terpencil dituntut untuk mampu menjaga profesionalisme dalam memberikan yang terbaik untuk peserta didik dengan segala keterbatasan kondisi di daerah.
"Mengajar di daerah pelosok butuh tenaga yang luar biasa untuk mengubah kebiasaan negatif siswa, seperti tidak mandi pagi kalau mau ke sekolah, bolos hanya untuk bermain, tidak sikat gigi, dan lain-lain," paparnya.
Syaiful menjelaskan, SGI Dompet Dhuafa menyebar guru-guru ke seluruh pelosok Tanah Air untuk mengajar dengan metode yang jarang dipakai oleh sekolah-sekolah pada umumnya di daerah terpencil, yakni dengan mengoptimalkan program pemberdayaan masyarakat sekitar melalui pelatihan-pelatihan.
Syaiful Hadi adalah salah satu guru SGI yang ditempatkan di pelosok Sambas, Kalimantan Barat untuk satu tahun.
"Satu tahun adalah waktu yang singkat untuk melakukan perubahan pola pikir masyarakat. Saya merasa belum berkontribusi apa-apa untuk sekolah. Namun, setidaknya saya dan rekan-rekan berusaha untuk memperbaiki itu," katanya.
"Lebih baik menjadi lilin yang memberikan sedikit cahaya daripada selalu menyalahkan gelap. Lebih baik sedikit melakukan daripada selalu mengeluhkan keadaan," ujar guru SGI itu.
Pada kesempatan itu, Direktur SGI Dompet Dhuafa Asep Sapa'at mengatakan 31 guru SGI angkatan ketiga sebelumnya disebar ke beberapa wilayah di Indonesia, antara lain di Belitung dan Lampung yang terletak di Sumatera, Sambas di Kalimantan Barat, Dompu di Nusa Tenggara, Buton di Sulawesi Tenggara, dan Lebak di Banten.
"Kami mengirim mereka untuk mengajar di sekolah-sekolah negeri dan swasta, tapi kebanyakan sekolah negeri. Untuk biaya operasional para guru itu 100 persen ditanggung oleh Dompet Dhuafa," jelasnya.(Ant)