Jakarta (ANTARA Jambi) - Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengapresiasi Indonesia yang menerapkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk memastikan produk kayu yang diekspor berasal dari sumber yang legal dan diproduksi secara lestari.
Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kemenhut Dwi Sudharto di Jakarta, Minggu menyatakan apresiasi tersebut menunjukkan pengakuan yang makin luas terhadap skema yang dikembangkan secara multipihak itu.
"Masyarakat internasional kini mulai melihat SVLK benar-benar sebagai skema yang akuntabel dan transparan untuk mempromosikan perdagangan kayu legal dan lestari," katanya.
Oleh karena itu, ia menyayangkan jika masih ada pihak yang menjelekkan produk kayu yang telah dilengkapi SVLK.
"LSM seperti Greenpeace yang selalu menyebar kampanye negatif terhadap produk kehutanan Indonesia sepertinya tidak melihat perbaikan tata kelola kehutanan Indonesia dengan penerapan SVLK," katanya.
Apresiasi terhadap SVLK dari WTO mengemuka pada pertemuan reguler komite perdagangan dan lingkungan WTO di Jenewa, Swiss 30 Juni 2014.
Dalam pertemuan tersebut dibahas efek dari kebijakan bidang lingkungan, yang diimplementasikan dengan penerapan berbagai hambatan teknis terhadap akses pasar, terutama bagi negara berkembang.
Selain Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan turut hadir sebagai delegasi Indonesia adalah Kepala Pusat Standardisasi Lingkungan Kemenhut Agus Sarsito.
Dwi menjelaskan dalam pertemuan tersebut dipaparkan bagaimana penerapan SVLK yang mendukung kesepakatan antara Indonesia-Uni Eropa untuk Penegakan Hukum, Perbaikan Tata Kelola, dan Perdagangan Sektor Kehutanan (FLEGT) menjadi sebuah situasi "win-win-win" dalam istilah WTO, yaitu situasi yang menguntungkan bagi perdagangan, lingkungan hidup, dan pembangunan.
Indonesia menerapkan secara penuh SVLK sejak 2013. Berdasarkan ketentuan tersebut produk kayu yang dipasarkan di dalam negeri dan diekspor harus dilengkapi dokumen v-legal, yang menjamin legalitas dan kelestarian asal usul bahan baku.
Sementara Uni Eropa menerapkan regulasi importasi kayu yang bertujuan menghalau masuknya kayu dan produk kayu ilegal ke wilayah tersebut.
Indonesia, kata Dwi, menyerukan agar dunia internasional mengapresiasi upaya yang dilakukan untuk mempromosikan kayu legal dan lestari.
Sementara itu Ketua Bidang Hutan Tanaman Industri (HTI) Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Nana Suparna mengatakan, pihaknya sangat mengapresiasi upaya pemerintah untuk terus memperluas pasar produk bersertifikat SVLK.
Dukungan dunia internasional terhadap SVLK membuktikan bahwa pemerintah mampu menjamin bahwa produk kayu Indonesia berasal dari sumber yang lestari dan bisa dipertanggungjawabkan.
Nana mengingatkan dukungan di dalam negeri juga harus diberikan semua pihak, misalnya jika mengacu pada anggaran proyek pemerintah, sepertinya harga kayu yang tertera di sana tidak menggambarkan nilai kayu bersertifikat SVLK.
Berdasarkan data Kemenhut nilai ekspor produk kehutanan Indonesia mencapai 3,2 miliar dolar AS pada semester pertama 2014.
Asia masih menjadi wilayah utama pemasaran produk kayu Indonesia tahun ini dengan nilai pemasaran 2,4 miliar dolar AS atau 74,25 persen, sedangkan untuk Uni Eropa 340.385,8 dolar AS atau 10,33 persen.
Sementara itu selama 2013 ekspor kehutanan Indonesia mencapai 6,06 miliar dolar AS. (Ant)