Yogyakarta (ANTARA) - Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding memastikan penyebab kematian dua pekerja migran Indonesia (PMI) yang dilaporkan tewas di Kamboja kini tengah diusut oleh Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).
Abdul Kadir Karding di Kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Rabu, menuturkan bahwa pemeriksaan medis dan investigasi penyebab kematian menjadi kewenangan penuh otoritas Indonesia di luar negeri.
"Yang memastikan penyebab kematiannya itu Kemenlu dan dokter di sana. Mereka punya standar dan protap (prosedur tetap), jadi tidak mungkin asal," kata dia.
Salah satu korban adalah Iwan Sahab, PMI asal Bekasi, Jawa Barat, yang diduga mengalami kekerasan sebelum meninggal dunia. Sementara itu, korban lainnya bernama Rizal Sampurna, warga Banyuwangi, Jawa Timur.
Menurut Karding, pihaknya bergerak cepat melakukan penanganan setelah menerima informasi berkoordinasi dengan Kemenlu, atase kepolisian, dan pertahanan RI di Kamboja serta pemerintah daerah dan keluarga korban.
"Data ini baru masuk pagi tadi. Intinya kami akan tangani secara menyeluruh seperti pengalaman kami selama ini," ujarnya.
Menurut dia, Kemenlu bertugas menangani investigasi dan urusan luar negeri, sedangkan pihaknya akan membantu pemulangan jenazah jika diminta keluarga.
Dalam kasus Iwan Sahab, Karding mengatakan bahwa pihak keluarga telah sepakat agar jenazah dimakamkan di Kamboja.
Karding mengatakan bahwa pihaknya tidak pernah melarang permintaan pemulangan, misalnya karena terbatas anggaran.
"Kalau keluarga ingin dipulangkan, pokoknya kami bantu. Akan tetapi, yang dari Bekasi (Iwan Sahab), keluarga sudah setuju untuk dimakamkan di sana," jelas dia.
Sementara itu, untuk Rizal, warga Banyuwangi, saat ini pemulangan jenazah masih menunggu proses dari Kemenlu.
"Kalau Kemenlu bilang sudah bisa, kami siap memulangkan," ucapnya.
Menteri Karding menyoroti maraknya PMI nonprosedural yang bekerja di luar negeri tanpa data resmi pemerintah.
Ia menyebut sekitar 95 persen kasus kekerasan dan eksploitasi terhadap PMI terjadi pada mereka yang berangkat secara ilegal.
"Tidak satu pun dari mereka yang prosedural. Biasanya berangkat pakai visa turis, lewat Thailand atau Malaysia. Kalau orang mau bekerja, itu 'kan harus visa kerja," ujar dia.
Karding mengatakan bahwa praktik tak manusiawi terhadap PMI nonprosedural bukan hal baru. Bahkan, pihaknya pernah menerima laporan PMI yang disetrum, dipaksa kerja hampir 24 jam, hingga hanya diberi makan seadanya dan tidur di lantai.
"Disetrum, enggak dikasih makan, makan seadanya, tidur di lantai. Kadang-kadang bekerja hampir 24 jam, bahayalah," ucapnya.
Ia menegaskan bahwa Indonesia tidak memiliki kerja sama penempatan resmi dengan Myanmar atau Kamboja.
Menurut dia, mereka yang terjebak iming-iming pekerjaan nonprosedural seperti di Myanmar hampir seluruhnya dari kalangan terdidik.
"Hampir seluruhnya terdidik dan berangkatnya bukan lewat orang di daerah calo seperti pekerja migran yang lain, ya. Mereka dapat informasi iklan, lalu dihubungi kontak tertentu," tutur dia.
Oleh karena itu, dia mengingatkan kembali masyarakat agar tidak mudah tergiur berbagai tawaran kerja di luar negeri yang beredar di media sosial.
"Saya selalu bilang, kalau mau bekerja di luar negeri, yang pertama, ikuti prosedur yang sudah ditetapkan oleh negara. Yang kedua, jangan mudah tergiur oleh promosi-promosi yang ada di media sosial," ujar Karding.