Jakarta (ANTARA Jambi) - Presiden Joko Widodo yang biasanya berbicara tenang atau lemah-lembut ternyata berani juga berkata dengan keras dan tegas kepada publik ketika pada hari Jumat (1/5) di Solo berkomentar tentang Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Waka Polri) Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan.
"Saya sudah perintahkan juga KEPADA WAKA POLRI UNTUK TIDAK MEMBUAT LAGI HAL-HAL YANG MEMBUAT KONTROVERSI DI MASYARAKAT ATAUPUN KETIDAKSINERGIAN ANTARA KPK DAN POLRI," kata Joko Widodo kepada wartawan usai melaksanakan sholat Jumat.
Sementara itu, mantan wali kota Solo itu juga mengungkapkan bahwa dirinya telah memerintahkan Kepala Polri Jenderal Polisi Badrodin Haiti untuk tidak menahan Novel Baswedan yang pernah bertugas di lingkungan Polri dalam kasus dugaan pembunuhan tersangka pencurian sarang burung walet di Kota Bengkulu pada tahun 2004.
Saat itu, Novel Baswedan yang berpangkat Inspektur Satu Polisi menjadi Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Kepolisian Resor Kota (Polresta) Bengkulu .
Polisi saat itu menangkap enam orang tersangka yang satu di antaranya meninggal dunia yang diduga akibat penganiayaan polisi. Novel yang merupakan saudara sepupu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan kemudian menjadi penyidik di Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK sejak tahun 2007 setelah melalui seleksi yang ketat.
Novel merupakan orang yang lurus-lurus saja," kata Mendikbud Anies Baswedan kepada wartawan baru-baru ini ketika mengomentari sikap saudara sepupunya itu.
Karena Kepala Negara telah memerintahkan Kapolri untuk tidak menahan Novel, maka pada hari Sabtu ia dibebaskan setelah dari Jakarta dibawa ke Bengkulu untuk menjalankan proses pemeriksaan di tempat kejadian perkara. Sementara itu, pernyataan Kepala Negara mengenai Budi Gunawan juga patut direnungkan.
"Kalimat" tidak membuat lagi kontroversi di masyarakat serta ketidaksinergian antara KPK dengan Polri" patut direnungkan.
Dari segi Bahasa Indonesia, secara jelas dapat disimpulkan bahwa karena Jokowi memerintahkan Budi Gunawan untuk tidak lagi membuat kontroversi, maka tentu Kepala Negara secara sadar mengetahui atau memegang bukti bahwa Budi Gunawan pernah membuat atau menimbulkan kontroversi.
Sementara itu, anak kalimat "ketidaksinergian antara KPK dengan Polri" juga memperlihatkan bahwa presiden mengetahui Budi Gunawan pernah mengakibatkan tidak sinerginya KPK dengan Polri, padahal kedua lembaga itu sama-sama bertugas menegakkan hukum.
Sekalipun pengangkatan Budi Gunawan merupakan hak Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, semua orang tahu bahwa penunjukan Waka Polri itu pasti atas persetujuan Presiden.
Beberapa bulan lalu, Jokowi mengajukan nama Budi kepada DPR untuk disetujui menjadi kapolri, namun hal itu tak kunjung terlaksana setelah KPK menyebutkan bahwa mantan Kapolda Jambi itu menerima gratifikasi sehingga akhirnya yang menjadi pemimpin Polri adalah Badrodin Haiti.
Novel Baswedan pernah menjadi penyidik pada kasus pemeriksaan atau penyidikan mantan kepala Korps Lalu Lintas Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo yang terlibat dalam kasus korupsi pengadaan alat simulasi bagi calon pengemudi motor dan kendaraan yang merugikan keuangan negara miliaran rupiah.
Djoko Susilo diketahui diduga memiliki harta benda miliaran rupiah dari hasil gratifikasi itu mulai dari beberapa rumah mewah, mobil mewah hingga tanah di beberapa daerah.
Sementara itu, Budi Gunawan sendiri, yang didukung sejumlah anggota DPR akhirnya naik jabatan juga dari pimpinan Lembaga Pendidikan Polri menjadi Wakil Kepala Polri atau Waka Polri.
Karena Jenderal Badrodin hanya akan menjadi Kepala Polri sekitar satu tahun dan lima bulan hingga kurang lebih pertengahan tahun 2016, maka Budi Gunawan bisa menjadi calon kuat Kapolri yang baru walaupun Polri masih memiliki beberapa nama jenderal berbintang tiga atau Komisaris Jenderal dan berbintang dua atau Inspektur Jenderal (Irjen).
Masih kontroversi
Sekalipun Novel telah dibebaskan atau dilepaskan dari penangkapan rekan-rekannya sesama polisi, kasus ini tetap saja masih menjadi kontoversi atau hal yang menarik untuk dibicarakan baik oleh kalangan ahli hukum, politisi maupun kalangan internal polisi sendiri.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang juga merupakan Jenderal Polisi (Purn) Farouk Muhammad mengusulkan agar pemerintah membentuk tim independen untuk meneliti kasus-kasus hukum yang besar termasuk Novel Baswedan.
Faouk Muhammad yang pernah menjadi Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian atau PTIK-- lembaga pendidikan tinggi di lingkungan Polri-- mengusulkan agar Presiden Jokowi membentuk tim independen untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya lagi kasus-kasus yang besar di bidang hukum.
Farouk juga menyatakan bahwa kasus di antara KPK dengan Polri harus diselesaikan semaksimal mungkin apalagi ekonomi di Tanah Air masih belum stabil.
Pertikaian antara KPK dengan Polri yang menyangkut masalah hukum akhirnya menarik perhatian dunia usaha yang antara lain datang dari Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo, sebuah organisasi para pengusaha atau pemilik usaha.
"Kalau KPK saja bisa dibegitukan, apalagi para pengusaha," kata Ketua Apindo, Anton Supit dengan nada bertanya-tanya.
Sementara itu, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyatakan bahwa pihaknya terpaksa menahan atau menangkap Novel antara lain karena pada tahun 2016, kasus ini bisa habis masa pemeriksaannya atau kadaluarsa jika tidak segera dituntaskan sejak sekarang.
"Karena mendesak, maka kami melakukan penangkapan," kata mantan Waka Polri ini.
Yang menjadi pertanyaan masyarakat adalah jika Presiden hari Jumat siang sudah memerintahkan Kapolri untuk tidak menahan Novel, maka mengapa detik itu juga penyidik KPK itu tidak dilepaskan?. Apakah cuaca jelek atau hujan cuma dijadikan dalih atau alasan Polri untuk mengulur- ulur waktu pembebasan penyidik KPK itu?
Pertanyaan lain yang patut sekali diajukan kepada pimpinan Polri adalah karena dugaan kasus tewasnya tersangka pencuri sarang burung walet itu terjadi pada tahun 2004 sedangkan Novel ditarik menjadi penyidik KPK tahun 2007 maka apakah jajraan Polri tidak pernah mengendus sama sekali kemungkinan terlibatnya Novel pada kasus kriminal?
Ataukah mungkin polisi sengaja "menyimpan rahasia" Novel itu dan baru membongkarnya ketika dia mulai mengutak-atik jenderal polisi yang terlibat dalam kasus korupsi atau gratifikasi bernilaian miliaran rupiah seperti yang terjadi pada mantan kepala Korlantas Polri Irjen Djoko Susilo yang pada saat ditangkap sudah naik jabatan menjadi gubernur Akademi Kepolisian (Akpol)?
Masyarakat tentu pasti masih ingat pada dugaan terhadap beberapa jenderal polisi yang diduga memiliki "rekening gendut" atau tabungan yang miliaran rupiah padahal gaji seorang jenderal pasti tidak memungkinkan mereka untuk memiliki simpanan di bank yang " aduhai" jumlahnya miliaran rupiah.
Jika kasus Novel Baswedan ini dibiarkan berlarut- larut maka masyarakat tentu bisa bertanya- tanya mengapa kasus ini saja tidak bisa diselesaikan hingga tuntas oleh pemerintah, padahal begitu banyak persoalan konkret yang dihadapi dan harus dipecahkan pemerintah secara nyata.
Di bidang pendidikan, misalnya, baru saja berlangsung ujian nasional bagi siswa kelas tiga SMA atau yang sederajat sedangkan sekarang para siswa SMP atau sekolah sederajat sedang mengikuti ujian nasional. Kemudian akan berlangsung ujian bagi para siswa sekolah dasar. Berarti "kepala" orang tua sudah dijejali pikiran bagaimana memiliki uang yang banyak untuk biaya pendidikan anak- anaknya.
Belum lagi para pertengahan bulan Juni, sudah akan berlangsung ibadah puasa yang buntutnya adalah sekitar 17 Juli akan jatuh hari idul fitri yang lagi-lagi membutuhkan uang yang tidak sedikit. Sedangkan saat ini saja para ibu sudah dipusingkan dengan susahnya mencari beras, sayur-mayur yang murah harganya karena terjadi lonjakan harga berbagai kebutuhkan masyarakat.
Ketika kasus pencalonan Budi Gunawan sebagai kapolri menjadi isu kontroversial karena menimbulkan sikap pro dan kontra maka kemudian Presiden Joko Widodo membentuk tim yang bertugas memberikan masukan yang kemudian lebih dikenal dengan nama "Tim Sembilan" yang antara lain terdiri atas Ahmad Syafii Ma'arif sebagai Ketua, Profesor Jimly Asshidiqie, Profesor Hikmahanto Juwana dan mantan kapolri Jenderal Polisi Purnawirawan Sutanto yang akhirnya mengusulkan pembatalan pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri.
Jika saran Jenderal Polisi Purnawirawan Farouk Muhammad bagi pembentukan tim independen dianggap hal yang masuk akal dan wajar, maka mengapa pemerintah tidak membentuk tim serupa bagi Novel Baswedan?. Sekalipun KPK dan Polri sudah sepakat menyelesaikan kasus Novel dengan sebaik- baiknya mengapa tidak dibentuk saja tim yang mirip dengan "Tim Sembilan oleh Presiden?.
Kalau masyarakat merasa setuju dengan saran Tim Sembilan, maka bisa diduga hal serupa juga bakal terjadi pada tim untuk kasus Nobel Baswedan dan juga kasus-kasus besar lainnya di bidang hukum.
Atas kasusunya ini Novwel Baswedan melakukan perlawanan dengan mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (4/5).
Akankah perlawanan Novel ini dikabulkan, kita tunggu hasilnya dalam beberapa hari ke depan. (Ant)