Palm Springs, California (ANTARA Jambi) - Kemitraan Trans Pasifik atau TPP menjadi babak baru yang kerap membuat Presiden Joko Widodo dan Presiden Amerika Serikat Barack Obama berdiri di simpang jalan yang berbeda.
Jokowi memang belum memutuskan bergabung dalam sistem perdagangan yang dimotori AS itu, kendati akhir tahun lalu sewaktu berkunjung ke Washington DC, memberikan sinyal positif kepada TPP.
Namun, dalam kunjungan keduanya ke AS dalam rangka KTT AS-ASEAN, Jokowi justru menegaskan kalimat "bermaksud untuk bergabung" bukan sepenuhnya resmi setuju untuk bergabung dengan pakta ekonomi lintas Pasifik itu.
Ia menegaskan, Indonesia perlu waktu untuk berproses dan belajar. Dan itu mungkin memerlukan waktu dua hingga tiga tahun ke depan. Indonesia ingin terlebih dahulu mempelajari praktik Pakta Perdagangan Bebas (FTA) yang diberlakukan Uni Eropa.
"Itu pun perlu proses yang tidak mungkin dalam waktu sebulan dua bulan enam bulan atau setahun. Ini proses yang masih panjang," kata Jokowi.
Dia menggarisbawahi hal-hal terpenting mengenai perlunya kehati-hatian dalam mengkalkulasi untung rugi bergabung dalam TPP dengan mengedepankan kepentingan nasional Indonesia yang semua masih dalam proses.
Keputusan itu menunjukkan bahwa betapa pun Jokowi ingin tegas, dia tetaplan seorang pemimpin yang sangat hati-hati dalam mengambil keputusan.
Dalam KTT AS-ASEAN, sikap Jokowi dalam soal TPP memang ditunggu-tunggu, bahkan berbagai media asing memburu Presiden RI demi sekadar mengetahui sikap Indonesia menyangkut pakta dagang itu karena Indonesia adalah pemimpin ASEAN.
Awalnya Jokowi mengambil wilayah abu-abu, namun setelah berkonsultasi dengan timnya, Presiden tegas menyatakan Indonesia membutuhkan waktu untuk memutuskan. Bahkan menandaskan, kunjungannya ke AS kali ini tak ada sangkut pautnya dengan TPP.
Rayuan Obama
Sebaliknya, Presiden Barack Obama dengan gayanya yang tak ingin memaksakan mencoba memikat para kepala negara dan pemerintahan ASEAN untuk menyadari manfaat bergabung dalam TPP.
KTT AS-ASEAN di Sunnylands, California, AS, pada 15-16 Februari 2016, beberapa media lokal di Negeri Paman Sam pun menyebutkan TPP adalah salah satu bahasan dalam forum dua kawasan ini.
Namun, Obama terlalu terhormat untuk sebuah rayuan yang tidak berkelas sehingga dengan caranya sendiri, Obama berusaha menunjukkan betapa negara yang telah memutuskan bergabung dengan TPP telah mendapatkan manfaat yang besar.
Ia tak perlu berpanjang-panjang soal itu dengan cukup menyinggung kisah sukses sebuah negara dalam TPP untuk menunjukkan betapa anggota TPP memiliki tempat khusus di mata AS.
Untuk itu, pada pidatonya, Obama menyebut soal TPP dalam forum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) AS-ASEAN.
Dalam Opening Session KTT AS-ASEAN di Sunnylands Center itu, Senin sore waktu setempat (15/2), Obama menyebut beberapa negara yang telah memutuskan untuk bergabung dalam TPP.
"Dalam hal bergabung dengan TPP, Singapura, Vietnam, Malaysia, dan Brunei telah berkomitmen untuk high labor dan environmental standards," kata Presiden Obama.
Ia tidak secara langsung berkampanye soal TPP, tetapi jelas menunjukkan betapa negara-negara ASEAN yang telah memutuskan bergabung dengan TPP memiliki ruang dan kelas tersendiri.
Obama tidak secara gamblang mempromosikan "kebaikan" TPP kepada para pemimpin ASEAN, melainkan memilih hati-hati untuk meminta negara yang belum bergabung mempertimbangkan diri masuk TPP.
TPP sendiri, dalam beberapa waktu terakhir, menjadi isu strategis termasuk Indonesia yang sebenarnya sudah dilobi AS untuk bergabung dengan TPP sejak 2012 silam.
Untung rugi memang harus diperhitungkan karena jika produk Indonesia belum siap dipasarkan dalam jumlah besar ke luar negeri, Indonesia hanya akan menjadi pasar karena TPP memungkinkan produk asing membanjiri pasar domestik. Perusahaan, pendidikan, teknologi juga harus dipastikan sesuai dengan standar negara-negara yang telah tergabung dalam TPP.
Kepentingan nasional
Sinyal positif justru dilontarkan Menteri Perdagangan Thomas Lembong yang menegaskan kesepakatan TPP bisa dinegosiasikan, tergantung kepada kepentingan negara yang ingin bergabung.
"Saya mengoreksi selama ini ada persepsi bahwa TPP seperti paku, sudah dimasak oleh 12 negara pendiri itu tidak bisa dinego lagi, itu tidak benar, pasti masih bisa dinego lagi," kata Thomas.
Thomas menyatakan TPP masih bisa mengakomodasi usul tambahan dari para calon anggota. Misalnya saja dari Korea Selatan atau Filipina yang telah menyampaikan maksud bergabung.
Thailand juga serupa, kata Thomas, yang kemungkinan pekan ini akan menyampaikan poin-poin usulan untuk bergabung dengan TPP.
"Setiap negara punya keistimewaan sendiri-sendiri, punya syarat sendiri-sendiri dan yang namanya FTA itu selalu negotiable yang harus disesuaikan dengan anggota-anggota yang ingin masuk," terang Thomas.
Indonesia sendiri, kata dia, dalam posisi yang tidak akan serakah, namun tetap akan mengedepankan kepentingan nasional ketika mempertimbangkan bergabung dengan TPP.
"Alasan kita mau masuk tentunya untuk kepentingan nasional, untuk mengangkat perekonomian, lapangan kerja. Dan Presiden sudah tegas dan jelas memerintahkan kami untuk nego yang benar demi membela kepentingan nasional," kata Thomas.
Pendapat Thomas menjadi sinyal positif yang bisa diterka bahwa mungkin saja Indonesia bergabung dengan kemitraan itu sepanjang kepentingan nasional Indonesia terakomodasi dalam kemitraan dua benua lintas Pasifik itu. Meskipun itu perlu waktu.