Jakarta (ANTARA Jambi) - Dua ilmuwan muda Indonesia, Raafi Jaya
Sutrisna (17) dan Suprihatin (17) sukses membuktikan bahan baku pesawat
dan kapal bisa terbuat dari limbah kulit singkong dan batang pisang.
Temuan
mereka ini berbuah medali emas dalam ajang International Young
Inventors Project Olympiad (IYIPO) 2016 di Georgia, beberapa waktu lalu,
menyingkirkan lebih dari 100 proyek ilmiah milik 35 negara di dunia,
seperti Amerika Serikat, Jerman, Slovakia, Bosnia, Denmark dan lainnya.
"Dari
banyaknya limbah kulit singkong di kabupaten kami, Pati, Semarang, Jawa
Tengah, mencapai 10 ton dalam setiap bulannya. Limbah itu semakin hari
semakin menumpuk. Dari situ kami memulai riset kami, dari bahan yang
semula limbah menjadi karbon aktif kulit singkong," ujar Raafi kepada
ANTARA News di Jakarta, Jumat.
Setali tiga uang dengan kulit
singkong, batang pisang yang terbuang juga mereka manfaatkan. Batang
pisang yang telah dikumpulkan kemudian diambil seratnya satu per satu.
"Kami
menggunakan air untuk batang pisangnya, lalu kami ambil seratnya satu
per satu. Setelah itu dipotong-potong sekitar dua milimeter," tutur
mahasiswa jurusan Teknik Kimia, Universitas Diponegoro itu.
Serat
batang pisang dan kulit singkong kemudian dicampurkan menggunakan resin
dan katalis, sehingga terciptalah komposit sebagai alternatif bahan
baku pesawat dan kapal.
"Dari situ serat aktif batang pisang dan
kulit singkong kita campurkan menjadi satu menggunakan resin dan
katalis. Lalu menggunakan komposit tertentu, jadilah komposit dari
limbah batang pisang dan kulit pisang sebagai bahan alternatif industri
otomotif kapal maupun pesawat," jelas Raafi.
Komposit yang
berasal dari bahan alami ini diklaim lebih efisien, ringan, tahan api
dan kuat, sehingga sebenarnya bisa digunakan untuk industri secara luas.
Tiga kali gagal
Selama setahun meneliti, Raafi mengaku mengalami tiga kali kegagalan, salah satunya saat percetakan komposit tak sempurna
"Kami
mengalami tiga kali kali percobaan gagal. Salah satunya saat percetakan
komposit adanya void (rongga udara atau lubang), maka diulang lagi,
sehingga kami harus sempurnakan," kata Raafi.
"Karena jika
banyaknya void pada komposit kami, maka membuat ikatan antar serat dan
matrik (kuat dan tariknya) semakin menurun," imbuh dia.
Kini,
Raafi mengaku akan terus mengembangkan temuannya agar dapat segera
diaplikasikan dalam industri otomotif dan industri secara luas. Tentu
tetap menggunakan serat alam berbasis limbah.
"Kami ingin
mengembangkan penelitian ini lebih lanjut. Jika berhasil diaplikasikan,
Indonesia bisa menjadi produsen pembuatan komposit dari serat alam.
Mengurangi penggunaan fiber glass dan menggantinya dengan menggunakan
serat alam," kata Raafi.
Temuan Raafi dan Suprihatin rupanya menarik minat perusahaan penyedia layanan dan teknologi, Bosch di Indonesia.
"Para
inventor muda ini telah membuat kami terkesan dengan rangkaian inovasi
mereka yang diciptakan untuk mendukung sebuah perubahan dalam industri
pesawat, bidang otomotif," ujar Managing director Bosch di Indonesia,
Ralf von Baer.
Sebagai bentuk apresiasi, Baer mengatakan telah
memfasilitasi kedua ilmuwan muda itu untuk melakukan studi banding ke
kantor pusat dan sentra riset serta pengembangan Bosch di Indonesia.
Ilmuwan Indonesia buktikan sampah singkong bisa untuk bahan pesawat
Jumat, 19 Agustus 2016 16:37 WIB