Pekanbaru, Riau (Antaranews Jambi) - Jaksa Penuntut Umum menuntut 4,5 tahun penjara atas Falalini Halawa, terdakwa pembunuh tiga harimau sumatera di Provinsi Riau. Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi, Mochamad Fitri Adhy, ketika dihubungi Antara dari Pekanbaru, Kamis, menyatakan, dia juga menuntut denda sebesar Rp100 juta subsidair enam bulan kurungan.
Ia menjelaskan, Halawa bisa dibuktikan telah melanggar pasal 40 Ayat (2) juncto pasal 21 Ayat (2) huruf a UU Nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Terdakwa telah dengan sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, satwa yang dilindungi.
"Dalam pemeriksaan, terdakwa sudah mengetahui bahwa tempat dia memasang jerat adalah habitat harimau sumatera, dan masyarakat di sana sudah memperingatkan untuk tidak memasang jerat disekitar hutan yang merupakan tempat perlintasan harimau sumatera," katanya.
Namun, terdakwa mengacuhkan peringatan itu dan tetap memasang jerat-jerat dari ukuran kecil hingga besar yang terbuat dari kawat baja bekas rem motor. Alasannya adalah untuk menangkap babi dan landak yang kerap merusak kebun kelapa sawit. Namun, dari ukuran jerat tidak sesuai untuk menangkap hewan berukuran kecil.
Dalam kasus tersebut, JPU menghadirkan barang bukti yang memberatkan terdakwa, yaitu jerat dari tali nilon, jerat dari kabel baja bekas rem sepeda motor, satu induk harimau sumatera beserta dua bayi bayi harimau sumatera dalam keadaan mati, empat jerat yang terbuat dari tali nilon, dan dua karung plastik bulu landak.
Dalam persidangan juga diungkapkan bahwa terdakwa Falalini juga menangkap landak, yang dagingnya untuk dimakan. "Landak itu juga binatang yang dilindungi," kata Adhy.
Sebelumnya, Balai Penegakan Hukum Wilayah II Sumatera Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menangkap Halawa karena dia tersangka pemasang jerat yang membunuh tiga harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) di Desa Pangkalan Indarung Kecamatan Singingi, Kabupaten Kuantan Singingi, pada September 2018. Halawa, 41 tahun, sebenarnya berasal dari Kabupaten Nias Selatan dan tinggal di Desa Pangkalan Indarung karena bekerja sebagai penjaga kebun kelapa sawit dan ubi di sana. Ia mengklaim terpaksa memasang jerat untuk melindungi tanaman dari hama babi.
Namun, pada 25 September 2018, satu harimau sumatera terkena jerat ukuran besar yang terbuat dari sling baja milik dia. Satwa dilindungi itu akhirnya ditemukan mati akibat jerat kabel baja mencengkram pada bagian pinggangnya.
Posisi harimau sumatera itu tewas ditemukan di Kawasan Hutan Produksi Terbatas Batang Siabu Desa Pangkalan Indarung Kecamatan Singingi, Kabupaten Kuantan Singingi, yang mana kawasan itu adalah habitat dan perlintasan satwa-satwa liar, salah satunya harimau sumatera.
Hasil pemeriksaan dokter Hewan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau, menyatakan, harimau sumatera itu mati akibat gangguan dalam pengangkutan oksigen ke jaringan tubuh yang disebabkan fungsi paru-paru terganggu, pembuluh darah ataupun jaringan tubuh. Selain itu, dua ginjal harimau sumatera juga pecah karena jerat pada bagian pinggang dan pinggul sehingga menyebabkan kematian.
Ia menjelaskan, Halawa bisa dibuktikan telah melanggar pasal 40 Ayat (2) juncto pasal 21 Ayat (2) huruf a UU Nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Terdakwa telah dengan sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, satwa yang dilindungi.
"Dalam pemeriksaan, terdakwa sudah mengetahui bahwa tempat dia memasang jerat adalah habitat harimau sumatera, dan masyarakat di sana sudah memperingatkan untuk tidak memasang jerat disekitar hutan yang merupakan tempat perlintasan harimau sumatera," katanya.
Namun, terdakwa mengacuhkan peringatan itu dan tetap memasang jerat-jerat dari ukuran kecil hingga besar yang terbuat dari kawat baja bekas rem motor. Alasannya adalah untuk menangkap babi dan landak yang kerap merusak kebun kelapa sawit. Namun, dari ukuran jerat tidak sesuai untuk menangkap hewan berukuran kecil.
Dalam kasus tersebut, JPU menghadirkan barang bukti yang memberatkan terdakwa, yaitu jerat dari tali nilon, jerat dari kabel baja bekas rem sepeda motor, satu induk harimau sumatera beserta dua bayi bayi harimau sumatera dalam keadaan mati, empat jerat yang terbuat dari tali nilon, dan dua karung plastik bulu landak.
Dalam persidangan juga diungkapkan bahwa terdakwa Falalini juga menangkap landak, yang dagingnya untuk dimakan. "Landak itu juga binatang yang dilindungi," kata Adhy.
Sebelumnya, Balai Penegakan Hukum Wilayah II Sumatera Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menangkap Halawa karena dia tersangka pemasang jerat yang membunuh tiga harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) di Desa Pangkalan Indarung Kecamatan Singingi, Kabupaten Kuantan Singingi, pada September 2018. Halawa, 41 tahun, sebenarnya berasal dari Kabupaten Nias Selatan dan tinggal di Desa Pangkalan Indarung karena bekerja sebagai penjaga kebun kelapa sawit dan ubi di sana. Ia mengklaim terpaksa memasang jerat untuk melindungi tanaman dari hama babi.
Namun, pada 25 September 2018, satu harimau sumatera terkena jerat ukuran besar yang terbuat dari sling baja milik dia. Satwa dilindungi itu akhirnya ditemukan mati akibat jerat kabel baja mencengkram pada bagian pinggangnya.
Posisi harimau sumatera itu tewas ditemukan di Kawasan Hutan Produksi Terbatas Batang Siabu Desa Pangkalan Indarung Kecamatan Singingi, Kabupaten Kuantan Singingi, yang mana kawasan itu adalah habitat dan perlintasan satwa-satwa liar, salah satunya harimau sumatera.
Hasil pemeriksaan dokter Hewan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau, menyatakan, harimau sumatera itu mati akibat gangguan dalam pengangkutan oksigen ke jaringan tubuh yang disebabkan fungsi paru-paru terganggu, pembuluh darah ataupun jaringan tubuh. Selain itu, dua ginjal harimau sumatera juga pecah karena jerat pada bagian pinggang dan pinggul sehingga menyebabkan kematian.