Jakarta (ANTARA) - Senin dini hari esok pukul 02.45 WIB di Johan Cruijff Arena di Amsterdam, jagat raya sepak bola bakal dipanaskan oleh salah satu pertemuan klasik yang paling dibumbui romantisme, emosi, dan patriotisme dalam sejarah sepak bola ketika wajah revolusioner Belanda ditantang wajah baru Jerman dalam pertandingan kualifikasi Euro 2020.
Keduanya tak sekadar memburu catatan kemenangan yang akan memudahkan mereka lolos ke putaran final tahun depan.
Bagi Jerman, kemenangan melawan Belanda bakal memberi fondasi untuk menyatakan mereka telah sembuh dari luka menyakitkan yang sampai kini masih menganga ketika menyelami pengalaman terburuk sejak 1938 setelah terpental dari fase grup Piala Dunia 2018.
Bagi Belanda, kemenangan akan menunjukkan siapa mereka kini setelah pesona mereka memudar akibat gagal tampil pada Piala Eropa 2016 dan Piala Dunia 2018.
Joachim Loew masih menangani Jerman kendati dia menjadi orang yang paling bertanggung jawab di balik tersingkirnya Jerman pada fase grup Piala Dunia tahun lalu. Tetapi dia pula yang mengantarkan Jerman menjuarai Piala Dunia keempat kalinya sekitar lima tahun silam.
Sebaliknya, setelah bongkar pasang pelatih, Belanda menemukan lagi pijakan sejak Ronald Koeman melatih pada 6 Februari 2018. Koeman pernah mengantarkan Belanda menjuarai Piala Eropa 1988 ketika Belanda di bawah Rinus Michel mengaransemen dengan sempurna Total Football yang berusaha dihidupkan lagi oleh Koeman.
Tak terkalahkan
Jika perjalanan Belanda mulus sampai ke putaran final tahun depan, maka Koeman berpeluang mengulangi apa yang pernah dia lakukan sewaktu menjadi pemain, mengantarkan Belanda ke aras tertinggi setelah gagal lolos ke putaran final Piala Eropa 1984 dan Piala Dunia 1986.
Sejak ditangani Koeman, Belanda hanya dua kali menelan kekalahan dari 11 pertandingann. Di bawah Koeman pula Belanda menggasak tiga raksasa.
Baca juga: Enam pertemuan Belanda vs Jerman yang paling dikenang
Menghancurkan juara bertahan Portugal 3-0 dalam laga persahabatan 27 Maret 2018 di Swiss. Menelan Jerman 3-0 dalam pertandingan Liga Negara UEFA, 14 Oktober tahun yang sama. Menghancurkan juara dunia Prancis 2-0 dalam turnamen sama 17 November 2018 yang membalaskan kekalahan 1-2 pada 10 September 2018 dalam turnamen itu.
Setelah kalah dari Prancis itu, Belanda tak lagi bisa dikalahkan, sampai sukses mencapai semifinal Liga Negara UEFA bersama Portugal, Swiss dan Inggris, Juni nanti.
Padahal pada periode 2014-2018 sepak bola Belanda berada pada titik nadir karena tak pernah bisa bangkit lagi setelah kalah adu penalti pada semifinal Piala Dunia 2014. Industri sepak bola Belanda bahkan tak pernah lagi menghasilkan bintang sehingga predikat gudang talenta sepak bola Eropa terenggut dari Belanda.
Namun kini, dinasti bola Belanda hidup kembali. Bintang-bintang lapangan hijau lahir satu per satu, termasuk Virgil van Dijk yang merupakan bek tengah terbaik di dunia saat ini. Kemudian Frenkie de Jong si gelandang terbaik Eropa masa depan. Bersama rekannya dari Ajax Amsterdam, Donny van de Beek dan Matthijs de Ligt, de Jong menjadi pusat gravitasi timnas yang dibangun Koeman.
Uniknya, sukses Belanda acap bertautan dengan sukses Ajax yang musim ini telah menawan dunia setelah mengusir juara bertahan Real Madrid dari Liga Champions di kandangnya di Santiago Bernabue dengan skor telak 4-1 yang kemudian disanjung tinggi-tinggi oleh Lionel Messi.
Nathan Ake dan Denzel Dumfries membuat Belanda kian spesial pada era ini. Belum lagi, Memphis Depay dan Georginio Wijnaldum yang tengah kembali ke puncak permainannya. Tak heran, Belanda berpeluang besar menjadi tim bertabur superstar pada Euro 2020.
Para superstar ini pula yang menciptakan fundamental yang kuat bagi Oranye pada Euro 2020 setelah menggebuk Belarus 4-0 dalam pertandingan pertama kualifikasi mereka di Grup C tiga hari lalu.
Perjalanan spektakuler itu tak membuat Belanda menganggap remeh Jerman. "Saat ini mereka memang sedang tidak pada masa terbaiknya, tetapi kita tak boleh lupa bahwa mereka memiliki pemain-pemain hebat," kata Van Dijk seperti dikutip Sky Sports.
Masih kurang tajam
Sebaliknya dengan Koeman, Loew yang melatih Jerman sejak 2006, masih terus mencari formula terbaik setelah de Mannschaft mengalami malapetaka terbesar dalam delapan dekade terakhir pada Piala Dunia tahun lalu.
Sejak itu dia terus diragukan publik yang makin menjadi-jadi setelah Jerman tersingkir dari Liga Negara UEFA dan keputusan kontroversialnya mencampakkan Thomas Muller, Jerome Boateng dan Mats Hummels.
Baca juga: Van Dijk tak mau remehkan Jerman
Keputusan ini membuat marah dua petinggi Bayern Muenchen, Karl-Heinz Rummenigge dan Uli Hoeness, bahkan bos asosiasi sepak bola Jerman, Reinhard Grindel, diam-diam tak suka dengan cara Loew mencampakkan tiga pemain yang berandil besar mengantarkan Jerman menjuarai Piala Dunia 2014 itu.
Ketiga pemain berasal dari Bayern. Dan seperti Belanda dengan Ajax, sukses Jerman kerap bertautan dengan sukses Bayern. Namun berseberangan dengan Ajax, Bayern kini sedang terpuruk di tingkat Eropa karena terlempar dari Liga Champions.
Oleh karena itu Loew sekarang membangun timnas dengan tak lagi didominasi Bayern. Dia memanggil Matthias Ginter dari Borussia Monchengladbach, Antonio Rudiger dari Chelsea dan Thilo Kehrer dari Paris Saint-Germain, untuk dipasangkan dengan Niklas Sule dari Bayern di belakang. Namun kerja mereka belum selevel dengan duo Hummels - Boateng.
Itu terlihat saat Serbia menahan Jerman 1-1 dalam laga persahabatan tiga hari lalu. Sedangkan, talenta-talenta muda seperti Jonathan Tah dari Bayern Leverkusen dan duo sayap dari RB Leipzig --Lukas Klostermann dan Marcel Halstenberg-- mesti bermain lebih apik lagi setelah melakukan kekeliruan mengisi ruang sewaktu Luka Jovic menciptakan gol untuk Serbia.
Tetapi Loew masih bisa mengandalkan Marco Reus dari Dortmund dan Leon Goretzka dari Bayern yang membuat barisan depan Jerman punya daya sengat. Leroy Sane dan Ilkay Gundogan terus bermain cemerlang dan pantang menyerah, tapi sayang mereka kerap terganggu oleh prilaku rasis pendukung Jerman.
Yang juga menghantui Jerman adalah mereka tak pernah lagi memenangkan pertandingan kompetitif sejak menundukkan Swedia 2-1 di Sochi pada Piala Dunia 2018. Jerman juga harus hati-hati terhadap Belanda karena dalam tiga pertemuan terakhir mereka, Oranye tak pernah bisa dikalahkan Jerman.
Tapi itu tak membuat Jerman berkecil hati. "Kami sungguh akan termotivasi. Ini akan menjadi pertandingan yang sengit," kata Leon Goretzka dalam laman france24.com.
Pertandingan Senin dini hari nanti itu juga menjadi laga perdana Jerman dalam kualifikasi Euro 2020, sebaliknya merupakan pertandingan kedua Belanda.
Belanda boleh menepuk dada karena tak pernah bisa dikalahkan Jerman dalam tiga pertemuan terakhir, tapi Die Mannschaft memiliki rekor lebih baik selama 42 kali bertemu dengan Belanda. Jerman menang 15 kali, Belanda baru menang 11 kali.
Tetapi statistik kadang tak jadi ukuran. Yang jelas, menang atau kalah, Jerman atau Belanda, pertemuan mereka selalu membuat dunia asyik menontoninya.
Baca juga: Marco Reus yakin Jerman kalahkan Belanda