Bandung (ANTARA) - Polresta Bandung mengungkap kasus tindakan asusila dialami seorang santri yang diduga dilakukan oleh seorang guru berinisial EP (36) yang mengajar di sebuah pesantren di Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, dan sudah berlangsung selama empat tahun.
"Awalnya korban diminta untuk berfoto dengan tidak menggunakan hijab, kemudian di sekolah itu ada aturan kalau tidak menggunakan hijab akan ada tindakan, karena takut kemudian diancam lagi, akhirnya berhasil difoto tanpa busana," kata Hendra, di Polresta Bandung, Selasa.
Setelah memiliki foto korban tanpa busana, pelaku EP mengancam akan menyebarluaskan di media sosial. Ancaman itu, kata Hendra, dijadikan modus pelaku agar bisa melakukan tindakan asusila atau pencabulan kepada korban.
"Kondisi ini justru dimanfaatkan oleh pelaku untuk berhubungan badan dengan cara mengancam, dan kegiatan ini sudah berlangsung sampai dengan kurang lebih empat tahun dari umur 14 sampai 17 tahun," kata dia pula.
Baca juga: Guru ngaji ditangkap karena cabuli anak dibawah umur
Sejauh ini, kata Hendra, polisi baru menemukan satu korban dari tindakan asusila yang dilakukan EP. Namun, menurutnya lagi, tidak menutup kemungkinan bahwa ada korban lainnya dari kasus asusila tersebut.
"Saat ini sedang kami dalami di komputer ini atau pun di laptop barang bukti, apakah ada korban lain atau tidak, karena ada indikasi foto-foto lainnya, apakah ada hubungan atau tidak masih kita dalami," katanya lagi.
Hendra menyampaikan, saat ini kondisi korban masih mengalami trauma. Pasalnya, kata dia, korban baru melaporkan kasus tersebut baru-baru ini sejak empat tahun lalu.
"Kami juga memberikan bantuan atau bimbingan konseling, agar kondisinya bisa sembuh kembali," kata dia.
EP mengaku sudah berkeluarga dan memiliki dua orang anak. Dia mengakui pula, melakukan tindakan asusila tersebut karena khilaf.
"Iya khilaf, saya sudah punya anak perempuan dan laki-laki," kata dia lagi.
Polisi tetap menjerat EP dengan Pasal 81 ayat 3 dan atau Pasal 82 UU RI Nomor 17 Tahun 2017 tentang persetubuhan dilakukan oleh tenaga pendidik, juncto Pasal 64 KUHP.
"Kita lakukan pemberatan tambah sepertiga perbuatan yang berulang, kemudian karena pengajar kita lakukan pemberatan, jadi minimal ancaman pidana lima tahun dan maksimal 15 tahun atau lebih," kata Hendra pula.
Baca juga: Guru SD cabuli puluhan siswi sejak 2006