Jakarta (ANTARA) - Perkembangan penanganan wabah virus corona (COVID-19) dunia memasuki babak baru dalam beberapa hari terakhir.
Banyak pihak berharap upaya itu berhasil yang pada akhirnya ditemukan vaksin yang tepat. Vaksin COVID-19 memang sedang dinantikan dan didambakan banyak orang sebagai jurus ampuh untuk mengatasi atau mengendalikan wabah ini.
Walaupun harus diakui bahwa tak sedikit pasien terinfeksi virus yang bermula dari Wuhan (China) ini telah sembuh sebelum ada vaksin, keberadaan vaksin tetap dinilai banyak pihak sebagai kebutuhan mendesak.
Hal itu mengingat wabah ini masih terus menginfeksi warga di berbagai belahan dunia. Korban terus bertambah, tak hanya sekedar kategori ringan sehingga cukup isolasi mandiri, tetapi juga banyak yang harus dirawat di rumah-rumah sakit dan tak sedikit pula yang meninggal dunia.
Di Indonesia, misalnya, pada Kamis (23/7) tercatat ada pertambahan kasus baru sebanyak 1.906. Dengan kasus baru sebanyak itu, total virus ini telah menginfeksi 93.658 orang.
Baca juga: WHO: penggunaan vaksin pertama COVID-19 belum bisa di awal 2021
Dari jumlah itu, 36.917 harus menjalani perawatan baik isolasi mandiri maupun di rumah sakit. Sebanyak 52.164 telah sembuh dan 4.576 meninggal dunia.
Data harian pertambahan jumlah pasien menunjukkan bahwa penyebaran virus ini belum bisa dikendalikan. Namun harus diakui bahwa lebih separuh pasien telah sembuh meski belum ada vaksinnya.
Penanganan medis yang dijalankan di Indonesia berhasil menyembuhkan lebih separuh warga yang terinfeksi. Harapannya tingkat kesembuhannya bisa lebih tinggi lagi, bahkan 100 persen jika nanti sudah ada vaksinnya.
Memacu Riset
Di tengah kebutuhan vaksin COVID-19, ilmuwan kesehatan di berbagai negara memacu penelitian atau riset untuk menemukan vaksin yang cocok dan teruji secara klinis. Mereka berkolaborasi dengan pemerintah, peguruan tinggi dan perusahaan farmasi.
Baca juga: AS tanda tangani kontrak dengan Pfizer untuk 100 juta dosis vaksin
Bagaimana dengan Indonesia? Ilmuwan kesehatan dan kalangan perguruan tinggi di Indonesia pun memacu riset untuk menemukan vaksin. Setidaknya langkah ke arah penemuan komposisi kandungan vaksin telah sampai pada tahap "menjanjikan" dan dinilai prospektif.
Informasi itupun telah disampaikan kepada pemerintah dan publik. Sambutan positif dan apresiasi sekaligus pengharapan pun banyak diungkapkan sebagai kabar baik dan membanggakan karena ilmuwan dalam negeri berperan dalam menemukan vaksin untuk mengatasi wabah ini.
Tetapi entah bagaimana perkembangan selanjutnya karena penemuan dalam dunia kesehatan harus dilanjutkan dengan pengujian secara klinis. Pengujian ini sebagai tahap terpenting untuk mengetahui efeknya sebelum diproduksi sebagai barang untuk publik.
Baca juga: Menparekraf yakin pariwisata segera pulih saat vaksin didistribusikan
Bahkan uji klinis harus dilakukan beberapa kali atau beberapa tahap. Beberapa negara bersama ilmuwan kesehatan dan perusahaan farmasinya ada yang mulai masuk tahap satu, ada yang selesai tahap satu dan segera masuk tahap kedua.
Ada pula yang sudah melawati tahap dua dan sedang memasuki tahap tiga. Setiap tahap membutuhkan waktu cukup lama, bahkan berbulan-bulan.
Badan PBB untuk Kesehatan (WHO) beberapa bulan lalu memprediksi bahwa vaksin virus corona baru tersedia setidaknya 18 bulan sejak pandemi ini. Namun beberapa negara yang berkolaborasi dengan ilmuwan kesehatan dari perguruan tinggi dan perusahaan farmasi kemudian mempercepat riset.
Tahap Tiga
Percepatan riset itu tampaknya didasarkan pertimbangan bahwa penyebaran virus corona tipe baru ini sangat cepat dengan korban terus bertambah setiap hari. Itulah sebabnya beberapa calon atau kandidat vaksin kini telah memasuki uji klinis tahap tiga.
Sebut saja Sinovac dari China yang sedang menguji klinis kandidat vaksin tahap tiga. Langkah tersebut dinilai paling cepat dibanding negara lainnya yang sedang membuat vaksin.
Baca juga: Gerak cepat Bio Farma hadirkan vaksin demi kendalikan pandemi COVID-19
Bahkan sebanyak 2.400 sampel kandidat vaksin COVID-19 dari Sinovac sudah tiba
di Indonesia pada Ahad (19/7). Sinovac menggandeng Bio Farma dan Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung menguji klinis tahap tiga sampel kandidat vaksin itu.
Kementerian BUMN mengungkapkan kandidat sampel vaksin COVID-19 dari Sinovac China telah masuk ke Indonesia dan segera diuji klinis.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga berharap setelah melalui uji klinis, vaksin tersebut nantinya bisa diproduksi juga di indonesia. "Tapi kita tidak hanya asal negara, beberapa negara memang mengajak kita bekerjasama," katanya.
Bio Farma di kalangan internasional dan dunia vaksin memang terkenal. BUMN farmasi ini dianggap sangat mampu melakukan pembuatan serta uji klinis sehingga jangan heran kalau Bio Farma memang dipercaya oleh beberapa negara untuk diikutsertakan dalam uji klinis.
Apalagi virus yang ada di Indonesia merupakan virus yang bisa saja berbeda dengan yang ada di China. Itu yang Bio Farma menjalankan tes genis terlebih dahulu, apakah vaksin ini memang cocok dan bisa mematikan virus corona yang ada di Indonesia.
Dia mendapatkan informasi bahwa vaksin Sinovac agak berbeda dengan vaksin yang lain. "Agak bisa untuk beberapa jenis virus corona yang berkembang," kata Arya.
Tahun Depan
Direktur Utama Bio Farma, Honesti Basyir dalam siaran persnya mengatakan uji klinis vaksin COVID-19b dijadwalkan berlangsung selama enam bulan. Dimulai Agustus 2020 dan ditargetkan selesai pada Januari 2021.
Apabila uji klinis vaksin COVID-19 tahap 3 lancar, maka Bio Farma akan memproduksinya pada kuartal pertama tahun 2021. Bio Farma sudah mempersiapkan fasilitas produksi dengan kapasitas maksimal di 250 juta dosis.
Mengapa Sinovac? Honesti mengungkap alasan pemilihan Sinovac sebagai mitra karena platform vaksin/metode pembuatan vaksin yang digunakan oleh Sinovac sama dengan kompetensi yang dimiliki oleh Bio Farma saat ini.
Dengan metode inaktivasi tersebut, Bio Farma sudah memiliki pengalaman dalam pembuatan vaksin seperti vaksin Pertusis.
Sampel kandidat vaksin inipun masih memerlukan beberapa tahapan lagi sebelum dilakukan uji klinis pada Agustus 2020. Tahap yang masih harus dilewati antara lain pengujian di Laboratorium Bio Farma dan beberapa perizinan lainnya.
Uji klinis kandidat vaksin COVID-19 akan dilaksanakan di Pusat Uji Klinis Fakultas Kedokteran (FK) Unpad. Uji klinis dilakukan di 1.620 subjek (orang) dengan rentang usia antara 18 hingga 59 tahun berikut kriteria-kriteria tertentu.
Sedangkan sisa dari kandidat vaksin tersebut akan digunakan untuk uji lab di beberapa laboratorium. Antara lain di Bio Farma dan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN).
Dalam uji klinis vaksin COVID-19, Bio Farma berperan sebagai sponsor, berkolaborasi dengan berbagai pihak. Antara lain dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan RI sebagai "medical advisor" dan pelaksanaan uji titer antibodi netralisasi.
Selain dengan Balitbangkes, Bio Farma juga bekerjasama dengan BPOM RI sebagai regulator. Tentu saja dengan FK Unpad sebagai institusi yang sudah berpengalaman dalam pelaksanaan uji klinis vaksin di Indonesia.
Pengembangan vaksin COVID-19 ini merupakan satu dari lima skenario Bio Farma dalam menangani penyebaran virus SARS COV2 penyebab COVID-19. Skenario lainnya, yakni memproduksi Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR), Terapi Plasma Konvalesen, Mobile Laboratorium BSL 3 dan Pembuatan Viral Transport Media (VTM).
Bagaimana kira-kira hasilnya? Publik sedang menanti kesimpulan akhir dari seluruh tahap uji klinis tersebut.