Jakarta (ANTARA) - Pengamat politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun mengingatkan partai politik jangan sampai memaksakan calon kepala daerah yang pernah terlibat dalam kasus penyalahgunaan narkoba maju pada pemilihan kepala daerah.
Menurut dia, dampak dari mengonsumsi narkoba tentu menyebabkan kerusakan di dalam tubuh dan pikirannya sehingga sangat berbahaya, apalagi sebagai pemegang jabatan kepala daerah.
Baca juga: Syarat calon kepala daerah belum pernah jabat 2 periode digugat di MK
"Itu berisiko besar buat daerahnya, bisa salah mengambil kebijakan, bisa juga dia ketagihan lagi, dan itu tidak efektif memimpin daerah orang-orang yang pernah menyalahgunakan narkoba," katanya menegaskan.
Parpol, kata dia, harus konsisten mendukung upaya pemerintah memerangi narkoba, salah satunya dengan tidak mengusung calon kepala daerah yang pernah terlibat dalam penyalagunaan narkoba.
Begitu juga, kata dia, penyelenggara pemilu, terutama KPU yang bisa membuat aturan larangan bagi pecandu narkoba dengan berpedoman pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Lebih jauh, Ubedilah mendorong partai politik dan KPU bekerja sama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk memverifikasi calon-calon kepala daerah yang bakal berlaga pada hajatan dan pesta demokrasi tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
Baca juga: Sidang MK, pengunduran diri disebut wujud tanggung jawab kepada rakyat
"Partai dan KPU, saya kira perlu menggandeng BNN untuk menverifikasi apakah seseorang yang mau mencalonkan diri itu pernah terkait dengan kasus narkoba atau hal-hal lain yang melanggar ketentuan yang ada. Jadi, saya kira perlu kerja sama dengan kepolisian juga," kata Ubedilah menandaskan.
Sebagaimana diketahui, MK telah memutuskan mantan pengguna narkoba dilarang menjadi calon kepala daerah sejalan dengan penolakan permohonan uji materi aturan tentang syarat pencalonan Pilkada 2020 yang dimuat dalam Pasal 7 Ayat (2) Huruf i Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
Pasal itu melarang seseorang dengan catatan perbuatan tercela mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Adapun perbuatan tercela yang dimaksud adalah judi, mabuk, pemakai/pengedar narkoba, dan berzina.
Putusan MK itu berawal ketika mantan Bupati Ogan Ilir Ahmad Wazir Noviadi mengajukan permohonan uji materi aturan tentang syarat pencalonan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 Pasal 7 Ayat (2) Huruf i UU No. 10/2016.
Baca juga: PPP janji tak usung mantan pecandu narkoba di pilkada
MK menyebut bahwa pemakai narkoba dilarang mencalonkan diri sebagai kepala daerah, kecuali dalam tiga kondisi.
Pertama, pemakai narkotika yang karena alasan kesehatan yang dibuktikan dengan keterangan dokter yang merawat yang bersangkutan.
Kedua, mantan pemakai narkotika yang karena kesadarannya sendiri melaporkan diri dan telah selesai menjalani rehabilitasi.
Ketiga, mantan pemakai narkotika yang terbukti sebagai korban yang berdasarkan penetapan putusan pengadilan diperintahkan untuk menjalani rehabilitasi dan telah dinyatakan selesai menjalani rehabilitasi, yang dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi negara yang memiliki otoritas untuk menyatakan seseorang telah selesai menjalani rehabilitasi.