Jakarta (ANTARA) - Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo memaparkan tujuh strategi dalam mengantisipasi dan memitigasi dampak dari fenomena alam La Nina, yang dapat menyebabkan banjir di lahan pertanian.
Dalam konferensi pers penetapan target luas tanam di Ruang Agriculture War Room Kementan, Senin, Mentan Syahrul menjelaskan bahwa langkah pertama adalah pihaknya akan melakukan pemetaan (mapping) wilayah rawan banjir, sesuai dengan tingkat intensitas curah hujan di daerah tersebut.
"Semua jajaran pemerintahan harus mampu mapping wilayah rawan banjir, yang mana wilayah merah, kuning dan hijau, semua tetap waspada dan kita prediksi daerah rawan itu. Kalau mapping-nya ada, tentu persiapan kita akan lebih maksimal," katanya.
Syahrul menjelaskan bahwa puncak fenomena iklim La Nina akan terjadi pada Desember 2020 sampai Januari 2021.
Dampak dari anomali iklim tersebut, akumulasi curah hujan bulanan di Indonesia akan meningkat sebesar 20-40 persen di atas normal.
Akibatnya, intensitas curah hujan yang tinggi ini akan memicu banjir hingga tanah longsor. Beberapa wilayah yang diprediksi mengalami peningkatan curah hujan, yakni Kalimantan bagian timur, Sulawesi, Maluku Utara, dan Papua.
Selain pemetaan wilayah banjir, strategi kedua adalah sistem peringatan dini (early warning system) dengan melakukan pemantauan terhadap laporan cuaca dari BMKG agar dapat diantisipasi oleh jajaran Kementan.
Strategi ketiga membentuk brigade bencana alam yang siaga di setiap provinsi hingga kabupaten. Kemudian, melakukan pompanisasi in and out dari sawah, serta melakukan rehabilitasi jaringan tersier terutama di daerah rawan banjir.
"Kelima, menggunakan benih yang tahan genangan, seperti varietas Inpara 1 sampai 10, Inpari 29, Inpari 30, varietas unggul lokal yang kita miliki," kata Mentan.
Syahrul menambahkan langkah keenam yakni memberikan asuransi usaha tani padi dan bantuan benih gratis bagi petani yang mengalami gagal panen (puso).
Yang terakhir, Kementan mengoptimalisasi kegiatan pascapanen dengan menggunakan pengering.
Ia pun meminta pengering serta rice milling unit (RMU) menjadi perhatian khusus bagi pemerintah daerah, terutama dinas pertanian di tingkat provinsi dan kabupaten.