Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengatakan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait vaksin COVID-19 harus sudah terbit sebelum pelaksanaan vaksinasi bagi masyarakat Indonesia.
Fatwa dari MUI tersebut, lanjut Ma’ruf Amin, bisa tergolong dalam dua kategori, yakni kehalalan vaksin COVID-19 atau kondisi kedaruratan pandemi yang membolehkan vaksin tersebut disuntikkan ke masyarakat meskipun belum halal.
“Kebolehan dari MUI itu bisa karena dia (vaksin) halal atau karena dasarnya kedaruratan, yang penting MUI sebagai lembaga otoritas akan memberikan fatwanya tentang masalah itu,” tambahnya.
Baca juga: Wapres tinjau simulasi vaksinasi COVID-19 di Puskesmas Cikarang Utara
Baca juga: Vaksin COVID-19 Pfizer, Moderna bisa digunakan dalam beberapa minggu
Baca juga: Dua ahli pediatrik kawal pengujian vaksin percepat penanganan COVID-19
Ma’ruf menambahkan uji klinis, izin dan fatwa terhadap vaksin COVID-19 tersebut merupakan persiapan yang dilakukan Pemerintah untuk memastikan vaksinasi bagi masyarakat Indonesia berjalan baik dan tanpa hambatan.
“Jadi persiapan ini betul-betul matang, sehingga ketika nanti terjadi vaksinasi itu tidak ada hambatan apa-apa,” tukasnya.
Vaksin dapat disuntikkan kepada masyarakat apabila memiliki otorisasi penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA), yakni izin sementara yang dikeluarkan untuk penggunaan metode atau produk medis tertentu. Panduan EUA dikeluarkan oleh BPOM Amerika Serikat atau Food and Drug Administration (FDA) berdasarkan rekomendasi dan data informasi terkait.
Sementara itu, BPOM RI telah memastikan bahwa EUA untuk vaksin COVID-19 di Indonesia paling cepat bisa diperoleh pada Januari 2021.
Indonesia telah melirik beberapa kandidat vaksin dari sejumlah negara, termasuk buatan Sinovac dari China. Vaksin Sinovac saat ini telah memasuki tahap uji klinis tahap ketiga dan telah diaudit oleh tim dari BPOM dan MUI di Beijing, China.
Pada tahap pertama, sebanyak tiga juta vaksin akan didatangkan ke Indonesia yang diprioritaskan bagi tenaga kesehatan, anggota TNI dan Polri, serta orang yang bertugas langsung dalam penanganan COVID-19.