Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk memberlakukan kembali secara bertahap disinsentif berupa penerapan kewajiban Giro Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM/RIM Syariah) mulai Mei 2021.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam jumpa pers virtual di Jakarta, Kamis, memastikan kebijakan ini diterapkan lagi untuk mendorong penyaluran kredit atau pembiayaan perbankan kepada dunia usaha.
"Tahun lalu kita tidak berlakukan karena kita mendorong pelonggaran likuiditas. Sekarang likuiditas terjaga, sudah saatnya bank ikut pemerintah, BI, OJK dan KSSK untuk mendorong kredit," kata Gubernur BI Perry Warjiyo.
Dengan adanya ketentuan ini, kata dia, maka pemberlakuan Giro RIM/RIM Syariah akan mulai berjalan untuk bank dengan RIM/RIM Syariah di bawah 75 persen pada 1 Mei 2021.
Sementara itu, untuk bank dengan RIM/RIM Syariah di bawah 80 persen, kebijakan ini berlaku pada 1 September 2021 dan bank dengan RIM/RIM Syariah di bawah 84 persen berlaku sejak 1 Januari 2022.
Berdasarkan lampiran BI, disinsentif ini mencakup empat skema yaitu sebesar 0,15, bagi bank dengan rasio kredit bermasalah (NPL/NPF) bruto di bawah 5 persen dan Kewajiban Penyertaan Modal Minimum (KPMM) di atas 19 persen.
Kemudian, sebesar 0,10, bagi bank dengan rasio NPL/NPF bruto di bawah 5 persen dan KPMM di atas 14 persen hingga sama dengan 19 persen.
Selanjutnya, sebesar 0,00, bagi bank dengan rasio NPL/NPF bruto di bawah 5 persen dan KPMM di bawah atau sama dengan 14 persen, serta bank dengan rasio NPL/NPF bruto di atas atau sama dengan 5 persen.
"Kebijakan ini tidak diberlakukan bagi bank-bank dengan rasio kecukupan modal (CAR) di bawah 14 persen maupun NPL bruto di bawah 5 persen," kata Gubernur BI Perry Warjiyo.
Dalam kesempatan ini, BI juga memutuskan untuk memasukkan wesel ekspor sebagai komponen pembiayaan untuk mendorong kinerja ekspor dan mendukung pemulihan ekonomi dengan penghitungan RIM/RIM Syariah 84 persen-94 persen.