Jakarta (ANTARA) - Pandemi COVID-19 yang melanda dunia, termasuk Indonesia, selama lebih dari satu tahun ini telah memporakporandakan banyak hal, termasuk di bidang ekonomi, ketika rencana-rencana bisnis akhirnya harus direvisi.
Di tengah banyak kepala keluarga kehilangan pekerjaan mereka, banyak istri yang bangkit membantu perekonomian keluarga. Mereka yang jago memasak, mencoba peruntungan dengan bisnis kuliner kecil-kecilan, mulai dari memasarkannya di lingkungan sekitar, teman, keluarga, hingga masuk ke sosial media, seperti Instagram dan Facebook pun dimanfaatkan untuk memperluas akses pasar.
Mereka yang andal menjahit, mulai menjajal bisnis fesyen, seperti busana Muslim, atau sekadar menjadi reseller. Yang penting bagi para perempuan pengelola ekonomi keluarga bisa mendapatkan tambahan untuk memenuhi kebutuhan utama seperti makan dan biaya sekolah anak-anak.
Banyak hal lain yang kini dilakukan perempuan, terutama para istri, ketika ekonomi keluarga merosot karena pandemi. Bahkan sebelum pandemi pun peran perempuan dalam menggerakkan perekonomian nasional tidak bisa diabaikan.
Peran perempuan dalam perekonomian pun nampaknya terus tumbuh dan meningkat pesat, terutama pada skala industri rumahan, yang cenderung melibatkan anggota keluarga dalam proses produksi maupun pemasaran.
Baca juga: Pengembangan Usaha Syariah Melibatkan Peran Perempuan
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti dalam sebuah webinar mengatakan bahwa industri rumahan itu telah mampu memberi nilai tambah signifikan terhadap peran perempuan dalam perekonomian.
Apalagi di tengah pandemi industri-industri rumahan skala ultra mikro yang dikelola emak-emak nampaknya juga terus tumbuh bak jamur di musim hujan dan tak jarang bisa menghasilkan perputaran uang jutaan rupiah per hari.
Kemajuan IKM
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita pun mengakuinya. Ia bahkan menyebut perempuan memiliki peran besar, penting, dan strategis dalam kebangkitan dan kemajuan industri kecil dan menengah (IKM) di Tanah Air.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dari total pengusaha sektor IKM yang jumlahnya 4,4 juta, 47,64 persen di antaranya merupakan perempuan pengusaha.
Sementara itu dari sisi penyerapan tenaga kerja IKM yang mencapai 10,3 juta orang, sekitar 48,2 persen merupakan tenaga kerja perempuan.
Memang dengan angka itu perempuan tidak mendominasi, namun kiprahnya dalam perekonomian terus meningkat, tidak saja sebagai pengusaha tapi juga di dunia kerja.
Baca juga: Perempuan dinilai pegang peran besar dalam transformasi era digital
Riset Danareksa pun menunjukkan bahwa peran perempuan dalam perekonomian terus meningkat dalam tiga tahun terakhir seiring dengan kenaikan tingkat partisipasi angkatan kerja.
Pada Agustus 2020 tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan mencapai 53,13 persen. Angka tersebut meningkat dibandingkan pada 2019 dan 2018 yang masing-masing sebesar 51,89 persen (yoy) dan 51,88 persen (yoy).
Menurut riset tersebut peran perempuan dalam perekonomian meningkat berkat ketimpangan gender yang semakin mengecil.
“Kesetaraan gender di Indonesia semakin meningkat sebagaimana ditunjukkan oleh nilai Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) yang terus naik,” sebutnya.
Nilai IPG yang merupakan indikator untuk menggambarkan perbandingan kualitas perempuan dan laki-laki dengan indeks mendekati 100, pada 2019 nilainya mencapai 91,07 persen.
Riset BUMN reksadana tersebut juga mendukung data Kemenperin. Disebutkan perempuan juga memiliki peran besar dalam usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), di mana 64,5 persen UMKM kini dikelola perempuan.
Kepemimpinan BUMN
Peran perempuan dalam bidang ekonomi juga terlihat dalam kepemimpinan dalam perusahaan dan pemerintahan. Beberapa perempuan tampil menjadi pimpinan perusahaan swasta maupun plat merah.
Sebut saja Nicke Widyawati yang kini memimpin BUMN migas, Pertamina. Kemudian, siapa yang tak kenal Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang juga pernah berkiprah internasional di Bank Dunia.
Meski jumlah mereka belum banyak, namun kepemimpinan perempuan di bidang ekonomi tidak bisa dipandang sebelah mata. Mereka mampu mengukir prestasi dengan ketangguhan yang tak kalah dengan kaum pria.
Baca juga: Anggota DPR: Manfaatkan momentum lebaran untuk pulihkan ekonomi
Karena itu pula Menteri BUMN Erick Thohir menginginkan peran perempuan makin besar dalam kepemimpinan badan usaha pemerintah. Ia menargetkan setidaknya 15 persen kepemimpinan perempuan di BUMN bisa dicapai pada tahun ini.
"Saya ini latar belakangnya dunia olahraga, di dunia internasional kepemimpinan wanita itu 30 persen wajib," ujar Erick Thohir yang pernah memiliki klub bola terkenal Inter Milan.
Karena itu pula, ia memasang target tambahan kepemimpinan di perusahaan milik negara bisa mencapai 20 persen pada 2023.
Dengan demikian nampaknya kesempatan perempuan berkiprah di bidang ekonomi kian terbuka lebar. Bahkan di era digital, seorang perempuan tetap bisa bekerja, berbisnis, dan berinvestasi tanpa harus keluar rumah.
Data terakhir dari Kementerian Keuangan seperti yang pernah dikemukakan Menkeu Sri Mulyani, dalam penerbitan Oblgasi Ritel Indonesia (ORI) 017 dari Rp18,34 triliun yang diterbitkan sebanyak 55,8 persen investornya adalah perempuan. Kemudian pada ORI018 peran investor perempuan kembali meningkat menjadi 57,82 persen, dan pada Sukuk Ritel (SR) 014 peran perempuan sebagai investor mencapai 58,25 persen.
Hal itu setidaknya mencerminkan perempuan Indonesia kini memiliki kecerdasan yang terus meningkat dalam hal investasi. Mereka berupaya cerdas mengamankan dana untuk keluarga dalam jangka menengah yang relatif aman, namun tetap produktif.
Jika demikian perempuan tidak hanya mampu menyelamatkan dan mengamankan ekonomi keluarga, namun juga berkiprah dalam pemulihan perekonomian nasional yang tidak bisa dianggap enteng.
Bahkan bertahap namun pasti seperti yang pernah dilakukan Kartini melalui tulisan-tulisannya, perempuan Indonesia bisa menjadi "game changer" dalam perubahan, meski awalnya hanya berupaya menyelamatkan ekonomi keluarga.