Jakarta (ANTARA) - Digitalisasi menjadi norma baru dan sangat penting bagi suatu entitas termasuk perusahaan modern maupun institusi pemerintah dalam memberikan layanan kepada publik.
Oleh karena itu, pemanfaatan teknologi informasi yang lebih optimalkan akan menjadi ideal untuk diterapkan pada seluruh sendi kehidupan yang menyangkut kepentingan masyarakat luas.
Reformasi birokrasi salah satunya juga sangat ideal jika diwujudkan melalui akselerasi pemanfaatan dukungan teknologi informasi secara intensif dan masif. Hal ini penting agar bangsa ini mampu memenangkan kompetisi di pasar global.
Oleh karena itu, sejumlah kementerian/lembaga berupaya menerapkan pemanfaatan teknologi digital dalam upaya reformasi birokrasi secara internal.
Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, misalnya. Ia menekankan perlu ada sinergi yang kuat dari jajarannya termasuk bagian pengantar kerja pusat dalam menghadapi era digital yang serba cepat.
“Kemnaker berupaya mengoptimalkan kinerja petugas pengantar kerja yang tersebar di seluruh Indonesia. Hal ini merupakan upaya dalam menghadapi dinamika perubahan yang sangat cepat akibat pesatnya perkembangan teknologi,” ujar dia.
Masyarakat abad ini, kata dia, sangat familiar dengan aplikasi smartphone, yang mampu menjawab berbagai kebutuhan masyarakat. Termasuk dalam menerima informasi pasar kerja dan dunia kerja.
Kehadiran secara fisik saat ini semakin berkurang dan dalam beberapa kasus dianggap menjadi tak terlampau penting. Apalagi di masa pandemi Covid-19. Maka pilihan penggunaan aplikasi sekarang ini sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, diharapkan pengantar kerja dapat menjadi agen perubahan yang mampu memberi warna baru dalam budaya organisasi dimanapun berkarya.
Pihaknya pun menggelar kegiatan khusus bertajuk “Sinergitas Pejabat Fungsional Pengantar Kerja di Pusat Dalam Era Digitalisasi” Dalam Rangka Perencanaan Karir Pejabat Fungsional Pengantar Kerja dan diikuti sekitar 200 orang Pejabat Fungsional Pengantar Kerja belum lama ini.
“Karena dalam situasi pandemi Covid-19 kita harus tetap produktif. Koordinasi yang kuat dan berkesinambungan antara Pengantar Kerja di Kementerian Ketenagakerjaan maupun di BP2IP itu sangat diperlukan karena banyak masalah, banyak persoalan menyangkut ketenagakerjaan saat ini,” ujar dia.
Pengantar Kerja, kata dia, berperan penting untuk menurunkan angka pengangguran. Oleh karena itu, dia mendorong agar para Pengantar Kerja menyesuaikan cara pandang dan berpikir, agar tidak tertinggal dan mampu memenangkan kompetisi di pasar global.
“Di pundak Pengantar Kerja inilah kami taruhkan. Saya berharap mereka dapat menjadi ujung tombak penempatan kerja. mereka memiliki peran sangat strategis dan penting dalam menyukseskan lima dari sembilan lompatan besar Kementerian Ketenagakerjaan,” katanya.
Kelima lompatan besar yang terkait dengan penempatan tenaga kerja tersebut, kata dia, yakni; Ekosistem Digital SIAPKerja, Link and Match Ketenagakerjaan, Pengembangan Talenta Muda, Transformasi Kewirausahaan, dan Perluasan Penempatan Pekerja Migran Indonesia.
Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan, Suhartono, mengatakan, dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya, Pejabat Fungsional Pengantar Kerja perlu dibekali dengan peningkatan pengetahuan dan kemampuan baik hard skill sesuai era digitalisasi maupun kemampuan soft skill melalui pelatihan pembentukan sikap kerja, agar dapat memberikan pelayanan penempatan tenaga kerja yang optimal kepada masyarakat.
“Sampai saat ini jumlah Petugas Antar Kerja yang sudah diberikan bimbingan teknis pelayanan penempatan tenaga kerja oleh Kemnaker melalui Direktorat Bina Pengantar Kerja sebanyak 200 orang,” kata dia.
Pencegahan korupsi
Selain terkait dengan ketenagakerjaan, reformasi birokrasi dan pemberantasan korupsi merupakan dua isu penting yang menjadi Visi Pembangunan 2020-2024 Presiden Joko Widodo.
Maka memang harus ada upaya yang terkoordinasi untuk memperkuat pengawasan sistem merit ASN, penyederhanaan tata kelola birokrasi, serta peningkatan kualitas layanan publik. Demikian juga dengan agenda pemberantasan korupsi, terutama sistem pencegahan, perlu terus diperkuat.
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia pada 2020 yang menurun, harus menjadi pendorong semangat bersama untuk secara lebih serius mengimplementasikan Stranas Pencegahan Korupsi 2021-2022 agar tidak hanya menjadi dokumen tertulis saja.
Deputi V Kepala Staf Kepresidenan, Jaleswari Pramodhawardani, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Tjahjo Kumolo, sempat bertemu di Jakarta dan sepakat untuk berkerja sama mengawal berbagai program prioritas nasional seperti rekrutmen ASN (CPNS dan Calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja), mitigasi usulan DPR terkait revisi UU ASN, dan implementasi strategi nasional pencegahan korupsi tahun 2021-2022.
Kumolo memberikan penegasan bahwa terkait rekrutmen ASN, jajaran KemenPAN&RB telah menyiapkan bebagai regulasi pelaksanaan rekrutmen CPNS dan CPPPK dengan mempertimbangkan aspirasi terkait kebutuhan dan jumlah formasi.
Terkait dengan mitigasi revisi UU ASN, dia juga menerangkan bahwa penting untuk memastikan bahwa tidak ada aturan yang dilanggar, dan kaidah dasar dalam sistem merit harus tetap menjadi perhatian. UU juga tidak perlu mengatur hal terlalu detail yang menjadi ranah kebijakan pemerintah.
Sedangkan Pramodhawardani merespons akan terus memperkuat komitmen kolaborasi pengawalan prioritas dan isu strategis antara KSP dan KemenPAN&RB ini.
Ia juga menyampaikan terkait arahan presiden untuk memperkuat sistem pencegahan korupsi, yang telah dituangkan di dalam Perpres Nomor 54/2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi.
Penguatan sistem pemerintahan berbasis elektronik, khususnya terkait integrasi perencanaan, penganggaran, pengadaan barang jasa, serta pelaporan kinerja instansi pemerintah pusat dan daerah, melalui arsitektur SPBE nasional dan instansional dapat segera terwujud pada 2021-2022.
Hal ini untuk memastikan efektivitas dan efisiensi kinerja birokrasi agar semakin meningkat sekaligus meminimalkan terjadinya korupsi dalam berbagai sisi tata kelola pemerintahan.
Pada sisi lain, optimalisasi teknologi informasi menjadi hal yang tidak terelakkan di tengah tuntutan transparansi dan reformasi birokrasi di Tanah Air.